Pajak Naik, Rakyat Menderita. Dimana Keadilan?

Oleh: Tria Putri (Mahasiswi, Komunitas Annisaa Ganesha)

1 April 2022, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) resmi diberlakukan. Hal ini tentunya terjadi penolakan diberbagai kalangan termasuk Faisal Basri selaku ekonom senior. Beliau beralasan tidak ada unsur keadilan yang selama ini disampaikan pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Jajaran. Keadilan yang dimaksud adalah ketika PPN naik menjadi 11% dari sebelumnya 10%. Namun pajak penghasilan (PPh) badan/perusahaan diturunkan dari 25% menjadi 22%. Bahkan sebelumnya direncakan 20%, namun akhirnya dibatalkan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan alasan dinaikkannya PPN dari 10 % menjadi 11% adalah guna menciptakan fondasi pajak negara yang kuat. Menurutnya kenaikan ini masih tergolong rendah, mengingat rata-rata PPN di seluruh dunia adalah sebesar 15%. Aturan ini merupakan upaya untuk menyehatkan kembali APBN yang telah bekerja keras selama pandemi. Dengan begitu, fondasi negara melalui pajak akan semakin lebih kuat menurutnya.

Kenaikan ini tentunya mengundang perhatian banyak pihak. Apalagi dalam kondisi sekarang harga barang banyak melejit sejak awal tahun. Minyak goreng, elpiji, ayam, daging sapi, telur, cabai rawit dan lainnya. Kondisi dimana masyarakat tengah menderita. Ekonom CORE Pitter Abdullah kepada CNBC Indonesia menyampaikan, “Menaikkan PPN di tengah pemulihan ekonomi sekarang ini tidak tepat. Apalagi saat ini inflasi dalam trend meningkat. Kenaikan PPN akan menambah tekanan inflasi” terangnya. 

Jika memang ingin membandingkan dengan negara seperti Amerika Serikat (AS) atau negara-negara maju lainnya di G20 maka itu tidak setara. Pendapatan masyarakat Indonesia belum cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Bahkan dibandingkan dengan Malaysia saja masih tertinggal. Menurut Faisal saat ini adalah masa sulit. Konsumsi masyarakat yang biasanya tumbuh 5% kini Cuma 2%. Masyarakat masih berupaya bangkit namun ditekan akibat kenaikan harga pangan. Memang betul pangan bukan kelompok yang dikenakan PPN. Akan tetapi, kebutuhan sehari-hari lainnya, seperti sabun mandi, alat tulis, seragam sekolah, hingga mie instan akan terdampak. Barang diatas bukan barang pokok, namun masih barang yang sering dikonsumsi masyarakat.

Setiap kenaikan tarif pajak tentunya akan memberikan dampak pada daya beli masyarakat. Bagaimana tidak, karena ini dikenakan terhadap hampir seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat kaya hingga miskin sekalipun. Sehingga akan langsung menurunkan konsumsi masyarakat sebagaimana yang pernah dialami Jepang. Mengutip laporan Japan Research Institute (JRI) dalam CNBCIndonesia, kenaikan PPN akan menaikkan harga barang dan jasa sebesar 0.9%. Ini akan membuat pengeluaran konsumen berkurang 0.6% dan berdampak 0.4% terhadap PDB. Hal ini bukan tidak mungkin akan terjadi di Indonesia. Apalagi kini dalam proses pemulihan ekonomi akibat pandemik covid-19. “Daya beli masyarakat turun, yang ujungnya pemulihan ekonomi tertahan,” kata Piter. 

Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Tentunya kebijakan ini akan sangat dirasakan dampaknya pada rakyat. Ketidakadilan aturan membuat rakyat menjadi menderita. Tanpa menaikkan PPN saja rakyat sudah sengsara. Diawal tahun hingga saat ini, bahan-bahan pokok banyak mengalami kenaikan. Misalnya minyak goreng saja yang sebelumnya langka, lalu muncul dengan harga 2x lipat dari sebelumnya. Ditambah, mulai 1 April 2022 adanya kenaikan PPN dari 10% menjadi 11%. Tapi disisi lain Pajak Penghasilan (PPh) mengalami penurunan. Dimana letaknya keadilan?

Apa yang saat ini terjadi tentunya tidak heran bagi kita. Negara yang bersistem kapitalisme memang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan kas negaranya. Bagi mereka cara gampang mendapatkan dana untuk menutupi defisit anggaran negara, serta membantu melunasi hutang yang membengkak adalah menjadikan pajak sebagai solusi menyelamatkan keuangan negara. Maka tidak heran mengapa MenKeu menyampaikan hal demikian diawal. Menaikkan pajak menurutnya upaya untuk menyehatkan kembali APBN yang telah bekerja keras selama pandemi. Dengan begitu, fondasi negara melalui pajak akan semakin lebih kuat, tuturnya. Inilah gambaran nyata sistem ekonomi kapitalis, bukan sebagai periayah (pengurus) bagi rakyatnya tapi jadi pemalak. Padahal, negeri ini kaya akan sumber daya alam (SDA). Ketika SDA dikelola dengan baik tentunya dapat digunakan untuk kepentingan rakyat. Namun yang terjadi malah negeri ini menyerahkannya SDA-nya kepada asing. Sehingga rakyat tak mendapatkan keuntungan. Yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin menderita. 

Berbeda halnya dalam Islam. Islam tidak menjadikan pajak sebagai pemasukan kas negaranya. Dahulu Rasulullah SAW mengatur urusan-urusan rakyat dan tidak terbukti bahwa beliau memungut pajak terhadap masyarakat. Ketika Rasulullah SAW mengetahui bahwa orang diperbatasan Daulah mengambil pajak atas komoditas yang masuk ke negeri, beliau melarangnya. Sebagaimana yang telah diriwayatkan ‘Uqbah bin ‘Amir bahwa ia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Tidak masuk surga pemungut cukai.” (HR. Ahmad dan disahihkan oleh Al-Hakim). 
Dalam Islam juga dikenal pajak dengan istilah dharibah. Akan tetapi, penerapan dan pengaturannya sangat berbeda dengan konsep pajak dalam sistem kapitalisme. Pajak dalam Islam hanya bersifat insidental ketika kondisi kas negara kosong dan hanya dibebankan kepada orang-orang kaya saja. Ketika masalah kekosongan kas negara telah teratasi, maka pajak segera dihentikan. Begitupun dalam pengelolaan sumber daya alam, ketika negara butuh dana untuk pengelolaannya maka dananya bisa dibebankan kepada rakyat. Tapi negara tidak perlu mengambil untung disitu. Sehingga tidak menyulitkan dan bukan bentuk kedzaliman yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya. 

Wallahu a’lam

Referensi
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220325155620-4-326093/faisal-basri-kritik-keras-ppn-naik-jadi-11-adilnya-dimana
https://www.jawapos.com/ekonomi/22/03/2022/tak-ada-penundaan-ppn-naik-jadi-11-persen-per-1-april-2022/
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220315133113-4-322925/ramai-ramai-minta-tunda-ppn-naik-rakyat-sudah-menderita
https://www.muslimahnews.com/2021/06/20/dalam-islam-pungutan-pajak-kebutuhan-pokok-adalah-kezaliman/

Post a Comment

Previous Post Next Post