Korban Begal jadi Tersangka : Kapitalisme Menjadikan Keadilan Terabaikan


Oleh : Nita Nuraeni, A.Md
(Aktivis Dakwah)

Kejahatan di tengah masyarakat kian terjadi, salah satunya yaitu pembegalan yang baru-baru ini terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Adalah Murtede alias Amaq Sinta (34) warga Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat yang nyatanya korban malah dinyatakan sebagai tersangka.

Meskipun mendapatkan penangguhan penahanan dari penyidik Polres Lombok Tengah, namun ia berharap jangan sampai ke meja persidangan. Adapun kasusnya adalah ketika ia hendak mengantarkan makanan kepada ibunya, ia dihadang dan diserang para pelaku dengan senjata tajam. Namun ia melawan dengan pisau yang ia bawa dan mengakibatkan dua dari empat tersangka tersungkur dan meninggal dunia.

Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho memberikan pandangan bahwa jika perbuatan tersebut terjadi karena keadaan terpaksa, maka sesuai dengan Pasal 49 ayat (2) KUHP, orang yang bersangkutan harus dibebaskan. Ia pun menyarankan kepada masyarakat untuk berani melawan ketika bertemu begal di jalan. Karena perlawanan tersebut merupakan bagian dari mempertahankan hak diri, hak atas kesopanan, hak untuk hidup, dan sebagainya (merdeka.com, 10/4/2022). Dan ketika berita ini muncul ke publik, kasus ini pun di hentikan oleh pihak kepolisian.
Jelas sekali bahwa hukum buatan manusia tidaklah sesuai. Keadilan yang harusnya menjadi hak setiap warga negara hanyalah isapan jempol belaka. Dan ini adalah hukum yang terlahir pada sistem kapitalisme, yang mana bersumber dari akal manusia yang serba terbatas. Maka tidak heran apabila sistem ini diterapkan, bukannya mendatangkan solusi namun menambah permasalahan.

Dari Sa’id bin Zaid, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Siapa yang dibunuh karena membela hartanya, maka ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela keluarganya, maka ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela darahnya atau karena membela agamanya, ia syahid,” (HR Abu Daud no. 4772 dan An Nasa’i no. 4099).

Allah SWT. telah berfirman dalam hal pemberian sanksi bagi para pembegal : “Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.” (QS Al-Maidah: 33)

Dari ayat di atas bisa kita ketahui bahwa adanya aturan pemberian sanksi kepada para pelaku kejahatan dalam Islam bisa mencegah manusia untuk melakukan tindak kejahatan. Sanksi yang akan mereka terima pastinya akan membuat mereka berpikir dua kali. Dan yang bisa memberikan sanksi seperti ini adalah seorang  imam (khalifah) atau wakilnya. Tentu saja hanya ketika sesuatu Negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Dan tugas kita adalah memperjuangkan kembali tegaknya syariat Islam di muka bumi ini agar kasus-kasus seperti ini tidak akan terjadi, dan keadilan yang merupakan hak setiap masyarakat akan benar-benar terasa. Waallahu a’lam bishawab..

Post a Comment

Previous Post Next Post