Syarat Pelik Pemudik, Bukti Kebijakan Bertandar Ganda



Oleh: Umul Bariyah 

(Aktivis Muslimah)


Bulan Ramadan nan mulia kembali datang. Lebaran tinggal sejengkal lagi membersamai umat muslim. Bagi perantau, berkumpul dengan keluarga tercinta adalah sebuah impian, setelah sekian lama terjeda akibat pandemi Covid 19. Kurang lebih dua tahun lamanya momen lebaran tersekat jarak. Kebersamaan bersama orang tua, sanak saudara, bahkan aktivitas bermaaf-maafan dan silaturrahmi dilakukan hanya lewat virtual.


Seiring berjalannya waktu, pandemi ini mulai mereda. Akankah aktivitas mudik bisa direalisasikan sesuai ekspetasi? Mungkinkah berkumpul bersama keluarga tercinta menjadi kenyataan yang indah?


Dilansir dari media online CNN Indonesia, Pemerintah resmi memberikan lampu hijau mudik Lebaran Idulfitri 1443 Hijriah/2022 setelah dua tahun sebelumnya mudik dilarang lantaran kondisi Indonesia masih berada dalam pandemi virus corona (Covid-19). Namun, pemerintah tetap mewajibkan sejumlah syarat yang harus dipatuhi masyarakat sebelum bisa bepergian mudik Lebaran. Salah satu syaratnya yakni mewajibkan para pemudik sudah merampungkan dua dosis vaksin Covid-19 dan booster.


Layaknya hujan di tanah gersang ketika mendapat komando lampu hijau dari pemerintah saat diperbolehkan mudik. Tapi seketika gigi bergemelatuk dan hati terasa luluhlantak saat ada persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu pemudik harus merampungkan dua dosis vaksin Covid 19 dan booster.


Diakui atau tidak, banyak sebagian masyarakat yang saat ini belum melakukan tindakan vaksin. Hal itu disebabkan karena berbagai hal, antara lain karena mempunyai penyakit bawaan yang tak diperbolehkan vaksin. Banyaknya varian vaksin dan kurangnya edukasi pada masyarakat sehingga mereka bingung, khawatir, dan takut untuk melakukannya. Ditambah disejumlah daerah ditemui kasus kematian setelah pemberian vaksin. Di sejumlah tempat malah ada yang masih berpendapat bahwa Covid 19 ini hanya hoax belaka dan hanya propaganda pemerintah, dan berbagai alasan lainnya.


Sebuah dilema yang tak kunjung menemukan solusi bagi pemudik yang bertahun tahun berpisah dari orang tua dan sanak saudara. Di sisi lain berkeinginan berjumpa dengan mereka, tapi di sisi lain harus memenuhi syarat mudik lebaran, yaitu menunjukkan hasil tes PCR negatif bagi pemudik yang baru vaksinasi dosis pertama. Dan jika vaksinasi dosis kedua, tetap harus menunjukkan tes antigen atau PCR negatif. Bagaimana melakukan tes PCR sedang untuk biaya mudik saja mereka harus menabung jauh jauh hari, walau diketahui tes itu sudah turun harga. Ditambah ada lonjakan biaya transportasi seiring naiknya harga BBM yang menjadi kado pahit di awal puasa dan lebaran tahun ini.


Kebijakan ini pun menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, beberapa waktu lalu pemerintah menggelar perhelatan akbar yaitu penyelenggaraan Pertamina Grand Prix of Indonesia atau Moto GP 2022 di Sirkuit Mandalika. Dimana persyaratan untuk acara itu peraturannya tidak seketat seperti yang disyaratkan pada para pemudik. Pembalap beserta kru yang terlibat hanya perlu menunjukkan vaksinasi dosis 1 dan 2 tanpa harus tes antigen sebagaimana syarat mudik. Padahal di situ juga terjadi kerumunan berskala besar dan banyak melibatkan orang asing yang datang dari berbagai daerah dan negara.


Kebijakan saat ini terkesan tebang pilih. Diskriminasi kebijakan ini adalah potret suram kapitalisme yang menjunjung tinggi asas kemanfaatan. Yang memberikan manfaat dan keuntungan bagi pemerintah, maka diperbolehkan, sedang yang tidak memberikan manfaat dan keuntungan diganjar dengan kebijakan yang ruwet.


Dalam Islam, pemimpin diposisikan sebagai pelayan rakyat (Rain). Dimana setiap kebijakan mengutamakan kepentingan rakyat. Jauh dari kesan pilih kasih. Tidak ada diskriminasi antara kebijakan yang satu dengan yang lain. Semua bertujuan untuk memudahkan umat.


Maka dari itu pemimpin umat pada masa kejayaan Islam amat amanah  mengemban tugasnya. Mereka sadar akan tugas yang dibebankan di pundaknya dan ada pertanggungjawaban kelak di yaumil akhir, seperti doa Rasulullah SAW di dalam haditsnya. 


" Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku. Kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia, dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia" (HR. Muslim dan Ahmad)

Wallahu'alam bi shawab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post