Ibu rumah tangga dan Member AMK
Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah kiranya ungkapan yang bisa menggambarkan kondisi rakyat negeri ini. Lagi dan lagi rakyat harus menanggung semua permasalahan pemerintah. Rakyat semakin terjepit. Belum lama kelangkaan minyak goreng dan harga yang melambung tinggi, dibarengi harga sembako lain yang ikut naik. Kemarin, 1 April 2022, pemerintah mengeluarkan kebijakan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) lebih besar. Dari awalnya 10 % naik menjadi 11 %.
Publik seperti dikagetkan oleh kenyataan tersebut. Mengingat rakyat masih dalam keadaan terpuruk, belum selesai masalah lama, datang lagi masalah baru. Herannya meskipun banyak penolakan, kebijakan yang diputuskan pemerintah dan DPR. Pemerintah tetap menerapkan kebijakan tersebut.
Menurut menteri keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati kebijakan ini diterapkan guna menciptakan fondasi pajak negara yang kuat dalam upaya memformat perpajakan melalui UU Harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP). "Tidak akan ditunda karena kita menggunakannya kembali untuk masyarakat. Fondasinya tetap harus kita siapkan, karena kalau tidak nanti kita kehilangan kesempatan," ucapnya dalam acara _webinar economic outlook_ 2022, Selasa 22 Maret.
Disaat yang sama pemerintah juga menurunkan pajak perusahaan (PPH) dari 25 persen menjadi 22 persen. Hal ini menjadi pertanyaan besar dan menimbulkan kritikan dari masyarakat. Mengapa ketika PPN harus naik, PPH malah turun? Di mana letak keadilan? Kenapa justru rakyat yang harus menanggung beban sedang keadaan rakyat sudah kritis?
Pemerintah terlihat sekali berpihak kepada pengusaha. Mereka yang sudah mendapat banyak keuntungan dari rakyat lebih diuntungkan lagi dengan turunnya pajak perusahaan. Dikutip dari wawancara CNN TV (Jumat, 25/3/2022), Faisal Basri seorang ekonom senior mengatakan bahwa ini tidak menggambarkan rasa keadilan. Adilnya di mana? Pajak penghasilan diturunkan dari 25 menjadi 22 persen sedang untuk rakyat dinaikkan. Menurutnya, rasa keadilan yang utama di situ. Karena yang bayar pajak tidak cuma rakyat kaya tapi juga rakyat kecil, semua membayar PPN sama.
Dalam kondisi seperti ini, rakyat lagi-lagi menjadi korban. Karena setiap kenaikan tarif pajak pasti akan memberikan dampak pada daya beli masyarakat. Hal ini terlebih karena pajak dikenakan pada hampir seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat kaya hingga miskin sekalipun.
Inilah gambaran sistem ekonomi kapitalis. Pemerintah yang seharusnya menjadi pengayom rakyat, pelayan rakyat, memikirkan nasib dan kesejahteraan rakyat, seolah abai akan tugas pokoknya. Kondisi rakyat yang sudah kritis, ditambah lagi dengan munculnya kebijakan ini. Sistem kapitalis yang mementingkan materi membuat pelakunya hanya memikirkan bagaimana mendapat untung yang sebanyak-banyaknya, dengan mengabaikan nilai kemanusiaan, bahkan nilai agama.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah saw. bersabda," siapa pun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka neraka tempatnya. "
Hal tersebut sangat bertentangan dalam sistem Islam yang sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Dalam sistem Islam, kekayaan negara diolah dan dikelola oleh negara kemudian hasilnya digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pajak dalam sistem Islam dipungut dari kaum muslim dengan ketentuan syarak untuk menutupi pengeluaran baitulmal (kas negara). Dengan syarat pungutannya berasal dari kelebihan kebutuhan pokok setelah pemilik harta memenuhi kewajiban atas tanggungannya dengan cara yang lazim. Pajak juga hanya dipungut sebatas untuk mencukupi kebutuhan negara.
Pajak diperuntukkan di antaranya memenuhi biaya yang menjadi kewajiban baitulmal. Seperti untuk fakir miskin, ibnu sabil, dan pelaksana kewajiban jihad. Sebagai pengganti jasa dan pelayanan kepada negara seperti gaji pegawai, gaji tentara, dan santunan para penguasa. Pajak juga digunakan dengan pertimbangan kemaslahatan dan pembangunan, tanpa mendapat ganti biaya. Seperti pembangunan jalan raya, pengadaan air minum, pembangunan masjid, sekolah dan rumah sakit. Pajak juga digunakan untuk keadaan darurat seperti bencana mendadak yang menimpa rakyat.
Pajaknya yang diambil dalam sistem Islam semata-mata dikembalikan untuk urusan rakyat. Dalam jumlah yang sewajarnya, tidak memberatkan rakyat pada umumnya. Sebab dalam sistem Islam, pajak dipungut hanya dari kaum muslim yang kaya, tidak dipungut dari selainnya. Mereka yang memiliki kelebihan harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan lain bagi dirinya dan keluarganya menurut kelayakan masyarakat sekitar.
Demikianlah begitu lengkap dan terpercayanya sistem Islam. Semua aturan di dalamnya sudah lengkap dan terperinci. Lalu, mengapa sampai hari ini masih banyak yang mendustakannya? Padahal, dialah satu-satunya solusi dari setiap masalah. Demikian beragamnya masalah di negeri ini, semua bisa terjawab dengan Islam, karena Islam adalah rahmatan lil alamin penerang bagi semua mahluk.
Wallahu a'lam bishshawaab
Post a Comment