Aktivis Muslimah
Sedih dan perih membayangkan apa yang dirasakan para korban pencabulan. Tubuh yang mungil dan lemah harus mendapatkan perlakuan keji. Demi nafsu bejat, pelaku tega mengorbankan kebahagiaan anak-anak yang suci. Berita kasus pencabulan tak pernah sepi. Hilir mudik di media massa dan elektronik.
Parahnya pelaku pencabulan justru orang-orang terdekat bahkan yang mempunyai hubungan darah. Ayah seharusnya menjadi pelindung, justru merampas kehormatan anak sendiri. Miris. Seorang bapak di Kota Surabaya ini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia ditahan kepolisian setempat sebab tega mencabuli anak kandungnya sendiri, Kamis (07/04/2022) kemarin.
Pria berinisial DA (33) warga Kapas Gading Madya Surabaya ini, dilaporkan istrinya yang juga ibu dari korban berinisial CR, yang masih berusia 7 tahun. DA mencabuli CR pada 4 hingga 21 Desember 2021 lalu saat CR dan satu anak laki lakinya menginap di rumah tersangka DA. (suara.com, 9/4/22).
Seakan tidak ada tempat aman. Iblis telah menguasai mereka yang menuhankan hawa nafsu. Tidak lagi berpikir jernih, bahwa apa yang mereka lakukan berdampak buruk bagi kehidupan korban. Di rumah tidak aman, di sekolah tempat menimba ilmu pun tak luput dari pencabulan.
Guru agama salah satu Madrasah Tsanawiyah (MTs) Kecamatan Gempol, Pasuruan berinisial ST resmi menjadi tersangka. Pria yang diduga melakukan pencabulan terhadap 5 siswi MTs itu ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani serangkaian pemeriksaan Satreskrim Polres Pasuruan. (detik.com, 10/4/22).
Sekularisme Pangkal Kejahatan Seksual
Sistem kehidupan yang menjauhkan agama dari kehidupan, telah berhasil mencetak manusia lemah iman. Disamping itu, Sekularisme lahirkan gaya hidup bebas. Atas nama kebebasan manusia bertindak sesuai kehendaknya, tak peduli dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada termasuk norma agama.
Masalah ini tidak hanya faktor individu saja, lingkungan pun memengaruhi. Masyarakat yang diam terhadap kemungkaran, bukan menjadi urusan ketika korban bukan anggota keluarganya. Ditambah dengan media yang bebas mempertontonkan pornografi dan pornoaksi, narkoba dan miras beredar bebas. Menjadi faktor pemicu kejahatan seksual.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat belasan ribu kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan sepanjang tahun 2021. Kekerasan terhadap perempuan tercatat 10.247 kasus, dimana 15, 2 persennya adalah kekerasan seksual. Sedangkan kekerasan terhadap anak 45,1 persen kasus dari 14.517 kasus kekerasan terhadap anak merupakan kasus kekerasan seksual.
Jumlah itu setara dengan sekitar 6.547 kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi selama tahun 2021. Kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan fenomena gunung es. Ada banyak kasus yang tidak dilaporkan, artinya jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi bisa lebih parah dari jumlah yang sudah diketahui.
Telah banyak yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah kejahatan seksual. Solusi terbaru dengan kebiri, bahkan kurungan penjara seumur hidup seperti yang telah diterima oleh pelaku pemerkosa 13 santri, Herry Wirawan. Akan tetapi, hukuman berat saja tidak mampu menekan bahkan menghentikan kejahatan seksual.
Solusi Tegakkan Hukum Syarak
Penanganan tindak kriminal semestinya dilakukan dengan dua sisi, preventif dan kuratif. Tanpa upaya pencegahan (preventif), langkah kuratif yang dilakukan, semisal pemberian hukuman seberat apapun tidak akan pernah efektif.
Peran negara dalam upaya pencegahan penting dilakukan. Bukan dengan Sekularisme, akan tetapi dengan menegakkan hukum syarak. Apabila aturan Allah SWT diterapkan secara keseluruhan, ketakwaan individu dan masyarakat lebih mudah terwujud. Sehingga kejahatan seksual tidak akan terjadi.
Seorang muslim yang bertakwa pasti menyadari bahwa setiap perilakunya dicatat dan akan dimintai pertanggungjawaban. Maka, ia tidak akan berani melakukan hal-hal menganiaya orang lain apalagi kepada kaum perempuan. Maka sekalipun ada kesempatan, seorang yang bertakwa tidak akan melakukannya.
Dalam Islam, perempuan mulia dan dimuliakan. Tak sepatutnya dijadikan komoditi yang bisa dieksploitasi sebagaimana ajaran sistem Kapitalisme Liberalisme. Dengan ketakwaan tersebut, hubungan sosial kemasyarakatan antara laki-laki dan perempuan berjalan sesuai dengan aturan agama.
Maka, dalam sistem pergaulan Islam, laki-laki diperintahkan untuk menundukkan pandangan dari memandang aurat perempuan dan untuk menjaga kemaluan.
Allah SWT berfirman dalam QS An-Nur ayat 30,
Katakanlah kepada mukmin laki-laki : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya".
Disisi lain, para muslimah diperintahkan untuk menutup aurat (QS An-Nur : 31). Begitupun ketika keluar rumah, para muslimah diperintahkan selain mengenakan kerudung juga mengenakan jilbab di luar pakaian rumahan mereka (QS al-Ahzab : 59).
Selain itu, Islam juga melarang perempuan berkhalwat (berduaan) dengan laki-laki dan melarangnya bepergian kecuali bersama mahramnya. Rasul Saw. bersabda,
Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan dan janganlah seorang perempuan bepergian kecuali bersama perempuan itu mahram. (HR al-Bukhari).
Adanya kewajiban menutup aurat bagi perempuan dan laki-laki baik muslim maupun non-muslim di kehidupan umum. Hukum syarak mengharamkan narkoba dan miras, sehingga negara akan melarang dan menindak tegas yang mengkonsumsi dan produsennya.
Pemicu kejahatan seksual yang lain yakni pornografi dan pornoaksi tidak akan diberikan ruang. Negara tidak akan kompromi terhadap semua hal yang mengarah terhadap perbuatan haram dan merusak.
Disamping upaya pencegahan, langkah kuratif pun dilakukan dengan memberikan sanksi berat terhadap pelaku. Pemberian sanksi bersifat Jawabir (penebus siksa akhirat) dan Jawazir (pencegah tindak kriminal baru terulang kembali).
Hukuman yang diberikan memberikan efek jera.
Hukuman bagi pelaku kejahatan seksual ghairu mukhsan (belum menikah) didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun (QS. an Nur : 2). Sedangkan muhsan (sudah menikah) dirajam. Hukuman rajam tidak dilakukan sembarangan. Harus didetailkan kasusnya oleh qadhi (hakim) yang berwenang, harus ada saksi dan seterusnya.
Wallahu a'lam bishshowab.
Post a Comment