Oleh: Sari Putri Kesuma A
Aktivis Muslimah
Terdakwa pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) yang dilakukan oleh dua orang aparat negara yaitu (Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella divonis bebas, meskipun dua terdakwa terbukti dalam dakwaan primer Jaksa. Awalnya pembunuhan keji yang dilakukan kepada anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) membuat Jaksa penuntut umum (JPU) menilai kedua aparat negara tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan secara bersama-sama. Jaksa pun menuntut keduanya dengan hukuman 6 tahun penjara.
Tuntutan tersebut sesuai dengan dakwaan primer yakni Pasal 338 KUHP. Namun, dikutip dari Detik News (18/03/2022), hal yang memberatkan terhadap Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan ialah terdakwa telah menghilangkan nyawa seseorang dan tidak proporsionalitas. Sedangkan hal yang meringankan adalah kedua terdakwa belum pernah melakukan perbuatan tercela.
Rasa keadilan publik pun kembali terusik karena kasus besar penghilangan nyawa sejumlah Muslim mendapat penanganan yang sangat mengecewakan. Bagaimana mungkin di negara yang katanya berlandaskan hukum dan menjunjung tinggi keadilan rakyat ini membebaskan secara cuma-cuma para pelaku pembunuhan dengan alasan yang tidak masuk akal. Apakah melakukan tindakan pembunuhan bukan termasuk perbuatan tercela? Lantas perbuatan kriminal seperti apa yang pantas dihukum dan korbannya pantas mendapat keadilan? Nyawa seseorang di negeri ini sudah seperti tidak ada harganya. Mudahnya membebaskan terdakwa kriminal tidak menunjukkan berlakunya nilai-nilai yang diterapkan di dalam negeri ini. Seperti tidak memiliki identitas dan pilih-pilih dalam menegakkan hukum.
Alasan lainnya, dari republika.co.id (18/03/2022), menuliskan perbuatan Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella tidak dapat dijerat pidana. Pasalnya, keduanya masuk kategori pembelaan diri yang terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas.
Hakim pun mempertimbangkan alasan pembenaran itu menghapus perbuatan melawan hukum yang dilakukan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin, sementara alasan pemaaf menghapus kesalahan kedua polisi tersebut. Tindakan melawan hukum terdakwa ialah merampas nyawa orang lain dengan menembak empat anggota FPI dalam mobil Xenia milik polisi pada 7 Desember 2020.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP, perbuatan pidana itu masuk dalam dakwaan primer jaksa. Majelis Hakim pun berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan primer Jaksa terbukti, tapi itu sebagai upaya membela diri. Dengan demikian, kedua polisi tersebut tidak dapat dihukum dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Sudah jelas menghilangkan nyawa seseorang tidak dapat dimaafkan dan harus diadili dengan hukum yang adil. Pasalnya berdasarkan kronologi kejadian, keempat korban tewas di dalam mobil polisi dalam kondisi korban tertangkap. Jika penangkapan yang dilakukan polisi mendapat perlawanan, seharusnya polisi tidak sampai harus membunuhnya. Hal tersebut merupakan kelalaian yang sangat merugikan hingga menghilangkan nyawa seseorang. Kasusnya di awal pun banyak terjadi keanehan dan mencurigakan. Padahal hilangnya nyawa seorang Muslim tanpa hak jauh lebih berat dibanding hancurnya dunia dan seisinya. Wallahu'alam.[]
Post a Comment