Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mendalami kelangkaan minyak goreng. Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menduga ada penyimpangan hukum dalam kelangkaan minyak goreng.
"Soal minyak goreng ini dibahas di banyak sekali komisi ya di VI di XI. Tapi yang jelas ada ketidak normalan dan pasti ada penyimpangan hukum, pasti juga ada melibatkan penyelenggara negara," kata Habiburokhman dalam rapat kerja bersama KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 30 Maret 2022.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra itu meminta KPK menjadi garda terdepan mengusut kelangkaan minyak goreng. Lembaga antikorupsi diharapkan menerjunkan tim khusus menyelisik proses pengadaan minyak goreng dari hulu hingga hilir (Medcom.id;30/03/2022).
Pengusaha minyak goreng menyebutkan biang kerok di balik langkanya minyak goreng beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, biang keroknya adalah banyak pedagang minyak goreng yang mensiasati disparitas harga yang terjadi antara harga HET dengan harga sebenarnya di pasar.
Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga dari sisi hulu, mulai dari suplai minyak sawit hingga produksi minyak goreng tak pernah ada masalah (Finance.detik.com;30/03/2022).
Persoalan langkanya minyak goreng dipasaran, Said Abdullah Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI memberi kritikan terhadap pemerintahan.
"Kita ini kayak negeri dongeng di antah-berantah. Kita menjadi bangsa yang bodoh betul," tegas Said Abdullah di Kompleks DPR RI, Senin (7/3).
Produksi olahan kelapa sawit CPO di Indonesia mencapai 49 juta ton di tahun 2022. Kebutuhan dalam negeri sekitar 19 juta ton, yang digunakan untuk bahan minyak goreng hanya 10%-nya saja atau sekitar 4,9 juta ton. Seharusnya pasokan minyak goreng lebih dari cukup untuk mengamankan kebutuhan masyarakat. Tetapi di negeri sendiri ada kelangkaan minyak goreng hingga harganya melambung tinggi.
Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto menyoroti langkah pemerintah yang mencabut kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan, Ia menilai dengan kondisi seperti itu pihak yang mempunyai kuasa besar untuk mengatur harga di pasaran adalah penyuplai minyak goreng.
Hermanto melihat adanya kecenderungan para oligarki dapat mendominasi kebijakan minyak goreng saat ini. Lanjutnya, dengan kondisi saat ini pihak yang paling dirugikan adalah masyarakat.
“Saya melihat ini adalah sebuah akal-akalan untuk menaikkan harga sehingga dengan demikian ada keuntungan yang didapat para pemain di situ,” kata dia.
Data menunjukkan bahwa pada kuartal III tahun 2021, tiga perusahaan yaitu PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) mencatat penurunan persentase beban pokok terhadap penjualan dan meraih loncatan laba bersih hingga berkali-kali lipat (detik.com;15/2/2022).
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Aboebakar Al-Habsyi mengutarakan pandangannya terkait dengan isu kenaikan harga minyak goreng yang tak kunjung usai.
"Baru-baru ini masyarakat dibingungkan oleh isu hilangnya minyak goreng. Apalagi menjelang hari raya, barang lainnya akan ikut naik. Terlebih lagi adanya pernyataan dari Menteri bahwa lebih baik kuantitas barang sedikit, tetapi harga mahal”, papar Habib Aboe.
Habib Aboe mengutarakan pentingnya kasus ini diusut dengan tuntas. Menurutnya, kesejahteraan masyarakat adalah harga dari adanya kasus ini yang seharusnya tidak digadaikan untuk kepentingan segelintir orang.
“Saya pikir kalau sampai negara kalah dengan mafia itu aib. Tidak boleh oligarki berkuasa dengan seenaknya. Mengatur Gerakan distribusi komoditas berdasarkan tingginya harga. Jika negara dikuasai oleh oligarki, lantas bagaimana nasib anak bangsa? Bagaimana nasib kaum duafa?” tegasnya.
Melihat Akar Masalah
KPPU mencatat, berdasarkan data Concentration Ratio (CR), 40 persen pasar minyak goreng di Indonesia dikuasai oleh empat konglomerat. Mereka adalah Anthony Salim, Sukanto Tanoto, Martua Sitorus, dan Bachtiar Karim (Tempo.com;28/01/2022).
Oligarki merangsek mendekati pemerintah pusat dan mendapatkan banyak keistimewaan mampu memonopoli perekonomian Indonesia melalui HPH mencapai 62 juta hektare, kepemilikan saham dan bisnis BUMN, monopoli impor dan distribusi komoditas strategis, juga kemudahan mendirikan perbankan.
Inilah sistem Demokrasi saat ini, membuka ruang bagi oligarki bahkan makin menyuburkannya.Inilah tabiat Demokrasi yang memberikan hak memiliki tanpa ada batasannya. Demokrasi memberi kebebasan para kapitalisme untuk menguasai ekonomi melalui praktik monopoli dan oligopoli. Sementara penguasa terbeli oleh korporasi, karena para korporasi yang menyuplai dana untuk meraih tampuk-tampuk kekuasaan.
Miris korporasi kapitalisme saat ini mengaku sudah mensubsidi minyak goreng agar dapat menekan harganya. Tetapi di sisi lain ternyata CPO sedang digunakan untuk kebutuhan produksi yang tidak lain adalah mega proyek energi hijau. Adanya proyek tersebut membuat alokasi CPO untuk biodiesel berangsur naik, dari 5,83 juta ton pada 2019 menjadi 7,23 juta ton pada 2020. Sebaliknya, konsumsi CPO untuk industri pangan turun dari 9,86 juta ton pada 2019 menjadi 8,42 juta ton pada 2020. Pola kenaikan porsi biodiesel diprediksi akan berlanjut seiring dengan peningkatan porsi CPO dalam biodiesel melalui program B-30 (mengandung biodiesel 30%).
Kantong rakyat tetap menjadi bulan-bulanan kapitalisme, padahal kita melihat bagi rakyat kecil minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok. Hal ini adalah dampak diberlakukannya aturan kapitalisme yang memiliki paradigma keliru yang menilai segala sesuatu termasuk pangan sebagai komoditas untuk diperdagangkan. Hal ini terlihat dari data penguasaan lapangan usaha di sektor ini yang memang didominasi oleh korporasi-korporasi besar, sementara negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator.
Seharusnya negara sebagai pemegang mandat kekuasaan mampu memberantas para oligarki bukan semakin memberi kemudahan dan kekuasaan demi kepentingan segelintir elit semata. Tapi faktanya negara dikuasai oleh segelintir orang yang merupakan kolaborasi antara pengusaha dan penguasa. Sehingga keberpihakan kepada kepentingan rakyat jelata menjadi nyaris tidak ada.
Kuasa kapitalis membuat keberadaan negara yang punya tugas mulia melaksanakan kehendak masyarakat untuk tercapainya hidup dalam tujuan bersama sebagai makhluk sosial menjadi hampa.
Islam Hadirkan Solusi
Sistem buatan manusia telah nyata gagal dan tidak mampu memecahkan segala problematika termasuk soal kelangkaan minyak goren dan fluktuasi harga yang tak terkendali. Hanya sistem Islam yang mampu membuktikan secara empiris dan historis menyejahterakan rakyatnya.
Dalam sistem Islam, pasar tidak boleh sepenuhnya berjalan secara bebas. Dengan penerapan sistem Islam, iklim perekonomian akan berlaku sesuai pandangan syariat Islam. Dengan begitu, tidak akan ada mafia atau kartel pangan yang merugikan masyarakat, apalagi memainkan harga untuk meraup untung sebanyak-banyaknya.
Islam tidak mengenal politik balas budi. Dalam Islam, penguasa adalah pelaksana hukum Islam dan pelayan bagi rakyatnya. Tugasnya ialah melayani rakyat dengan memenuhi kebutuhan asasi mereka.
Sejarah mencatat,dimasa Khalifah Umar bin Khattab, wilayah Hijaz dilanda paceklik. Masyarakat sangat kekurangan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sang Khalifah segera mengirim surat kepada wali diberbagai wilayah Islam.Beliau meminta agar para wali segera mengirimkan bantuan makanan dan segala kebutuhan penduduk Hijaz.
Tidak menunggu lama, para wali yang menerima surat dari Khalifah Umar segera mengirimkan bantuan makanan dan barang yang dibutuhkan penduduk Hijaz.
Demikianlah keagungan sistem Islam, yang mampu menyelesaikan segala masalah kehidupan, termasuk masalah ekonomi. Dalam sistem Islam, penguasa akan melarang penimbunan dan pematokan harga bahan pokok makanan, akan menjamin suplai barang sesuai kebutuhan rakyatnya.
Bukankah tugas penguasa mengurusi rakyatnya dengan sebaik-baiknya, termasuk menjamin ketersediaan sandang, pangan, papan, keamanan dan kesehatan.Kenaikan harga dan kelangkaan ini menunjukkan ada kekeliruan pengurusan oleh penguasa yang disebabkan sistem yang dianut, dan dijadikan pijakan untuk berbuat serta menentukan kebijakan yaitu sistem kapitalis yang berbasis keuntungan (manfaat) . Tidak berpusat pada pengaturan kepentingan umat yang menjadi tugas utama.
وَأنِ احْكَم بَيْنَهم بما أنْزَ لَ الله وَلاَ تَتبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْدرْهم أَنْ يَفْتِنُو كَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللهُ إِلَيْكَ, فَإِنْ تَوَلوا فَاعْلَمْ أَنمَا يُرِ يْدُ الله أَنْ يُصِيْبَهُمْ بِبَعْضِ دُنُوْ بِهِمْ وَإِن كَثِرًا مِنَ الناسِ لَفَا سِقُوْنَ
“Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik",(QS al-Maidah Ayat 49).
Maka, sudah saatnya umat kembali kepada sistem yang menjamin kesejahteraan dan ketenteraman yaitu dengan beralih dari sistem kapitalis kepada sistem Islam. Dengan sistem Islam negeri yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah ini akan menjadi baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.
Wallahu ‘alam bishshawab .
Post a Comment