Oleh: Nur Laily
(Aktivis Muslimah)
Marhaban Ya Ramadhan 1443 Hijriyah. Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan dan kemuliaan. Dimana umat muslim berkeinginan untuk fokus memperbaiki diri dan beribadah penuh, agar terwujud pribadi yang bertaqwa dalam diri. Tapi sayang sungguh sayang, alih-alih pikiran dapat fokus beribadah secara totalitas, justru pikiran terpecah dengan kenaikan bahan pangan yang tidak dibarengi kenaikan gaji, bahkan PHK menjamur di mana-mana.
Dilansir dari media online KOMPAS.com (2/4/2022), bahwasanya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan komoditas daging ayam, bawang putih, cabai, gula, minyak goreng, daging sapi, telur dan tepung terigu selalu mengalami kenaikan harga tiap jelang Ramadhan. Komisioner KPPU Dinni Melanie mengatakan, sebagian besar komoditas belum menunjukkan gejala kelangkaan. Hanya saja KPPU menyoroti lonjakan cabai merah yang diduga disebabkan oleh faktor cuaca.
Kondisi ini tentu membuat hidup rakyat semakin sulit. Hal ini bukan hanya dirasakan para ibu-ibu saja, tapi juga para pedagang dan usaha rumah makan yang menengah ke bawah. Harga pangan terus meningkat, tetapi penghasilan tidak bertambah, ini yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun.
Kenaikan harga pangan di bulan Ramadhan, sudah menjadi lagu lama yang terus berulang-ulang, tanpa ada solusi tuntas untuk mengatasinya. Pemerintah seolah menganggap hal tersebut adalah biasa dan mengabaikan fenomena kenaikan harga ini. Kenaikan harga yang dianggap biasa justru membahayakan bagi stabilitas ekonomi dan politik bangsa, bahkan bisa menyebabkan kekacauan dan krisis politik.
Sistem kapitalis demokrasi yang dianut oleh negeri ini memunculkan problematika dari berbagai aspek, termasuk masalah ekonomi. Ekonomi kapitalis demokrasi mengajarkan secara fasih sifat individualis nan serakah, sehingga menilai keuntungan dan hasrat memperkaya diri sendiri adalah tujuan tertinggi yang ingin dicapai, tanpa memikirkan nasib orang lain. Solusi yang ditawarkan oleh sistem kapitalis pun hanya bersifat tambal sulam dan tidak menjadi solusi solutif bagi problematika rakyat. Seperti cabai yang mahal, rakyat disuruh nanam sendiri. Daging sapi mahal, rakyat disuruh makan keong sawah. Beras mahal, rakyat disuruh diet dan minyak mahal, rakyat disuruh mengukus. Inilah solusi pragmatis yang diberikan, tidak pernah menyentuh akar masalah dan mustahil menyelesaikan problem masyarakat.
Sistem kapitalis Demokrasi berbanding terbalik dengan sistem ekonomi islam. Sistem ekonomi Islam fokus untuk mengatasi kemiskinan, menghapus riba, menjadikan seluruh individu masyarakat terpenuhi hajat hidupnya, hingga tercipta stabilitas perekonomian. Meskipun terjadi kelemahan ekonomi, namun akan cepat teratasi. Karena seorang pemimpin akan bertindak cepat dalam mengatasinya.
Sebenarnya Krisis ekonomi adalah sunnatullah. Bisa dialami oleh suatu negara bahkan Daulah Islam. Tapi yang membedakan adalah seorang khalifah (pemimpin dalam Islam) sangat peduli dan cepat-cepat mencari solusi yang tepat untuk mengatasi krisis ekonomi. Solusinya pun tuntas dan menyeluruh, bukan seperti kapitalis demokrasi.
Pada masa Daulah Islam dalam Kepemimpinan Umar Bin Khatab pernah mengalami krisis ekonomi terparah. Pada tahun 18 Hijriyah, masyarakat di Jazirah Arab terjadi kelaparan hebat dan kemarau yang panjang. Sampai-sampai hewan ternak banyak yang mati kelaparan. Rakyatnya sampai kelaparan, banyak juga yang sakit. Sampai ada masyarakat yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tahun ini disebut tahun kelabu.
Khalifah Umarpun ikut merasakan penderitaan rakyatnya, Umar rela tidak makan daging dan mentega hingga rakyatnya kembali sejahtera. Ini lah sosok pemimpin yang dirindukan umat, beliau sangat bertanggung jawab dan ikut merasakn apa yang dirasakan rakyat. Ini terwujud jika pemimpin menjalankan dan selalu terikat degan Syaria't Islam.
Ada rasa tanggung jawab pada diri beliau, sebagai pemimpin semua itu karena Allah. Maka Umar mampu mengatasi semua problem kehidupan. Beliau tidak mau rakyatnya menderita, selalu memikirkan kesejahteraan dan menaruh beban rakyat dalam pundaknya.
Post a Comment