Fenomena Minyak Langka, Islam Solusinya



Oleh Eni Cahyani
(Pendidik Generasi dan Aktivis Dakwah)


Belakangan ini terlihat begitu banyak yang mengantri untuk mendapatkan minyak, bukan hanya di satu atau dua tempat namun di berbagai tempat perbelanjaan dipenuhi oleh masyarakat yang mengantri minyak, bahkan sampai ada korban jiwa karena kelelahan mengantri. Namun setelah itu tiba-tiba pemerintah mengeluarkan harga minyak goreng yang mengejutkan.
Tercatat harga minyak goreng di minimarket menjadi Rp 23.900/liter (dari sebelumnya Rp 14.000/liter) dan Rp 47.900 per dua liter. (Kompas, 23/3/2022). 

Penjual gorengan langsung merasakan dampak sejak kebijakan menghentikan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng. Harga gorengan mulai menyesuaikan, semula Rp 2 ribu untuk tiga buah menjadi Rp 2.500 untuk tiga buah. Meskipun sudah penyesuaian harga, penjual masih menanggung turunnya laba hingga 50 persen. (Republika.co.id) 

Menteri Perdagangan M. Lutfi mengungkapkan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, pada Kamis (17/3/2022). Menurutnya, seharusnya Indonesia yang merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, tidak mengalami bencana kelangkaan minyak goreng.

Dia meminta maaf atas ketidakberdayaan tersebut. Kemendag, ungkap Lutfi, tidak memiliki wewenang untuk memberangus praktik curang itu. Namun, dia mengungkapkan temuan ini telah dilaporkan kepada Satgas Pangan serta Kepolisian agar dapat diusut. “Jadi ketika harga berbeda melawan pasar, dengan permohonan maaf Kemendag tidak dapat mengontrol. Karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat,” katanya.  
Dia juga mengakui pihaknya tidak kuasa menghadapi munculnya mafia-mafia minyak goreng di Indonesia.

Sebelumnya, Mendag berencana mengumumkan nama mafia minyak goreng pada Senin (21/3/2022). Apa daya, rencana tinggallah rencana. Nama-nama mafia tersebut belum jua ia rilis. Satgas Pangan Polri mengatakan belum mengetahui informasi terkait pengumuman tersangka dugaan mafia minyak goreng. Wakil Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Whisnu Hermawan juga mengatakan pihaknya belum menerima data dan temuan Kemendag soal dugaan tersebut.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel menyebut tidak ada mafia minyak goreng. Menurutnya, yang terjadi hanyalah ketidaktepatan dalam regulasi tata niaga yang terletak pada penerapan pengaturan dan kebijakan. Ia menyebut pengusaha mengambil celah kebijakan pemerintah untuk mencari untung. Gobel menambahkan, Kemendag seharusnya memiliki strategi dalam menghadapi gejolak harga akibat meningkatnya permintaan pasar global terhadap Crude Palm Oil (CPO). (Kompas.com, 22/3/2022).

Sungguh miris. Penguasa negeri ini harusnya menyadari bahwa penerapan kapitalisme akan selalu berimbas pada penderitaan rakyat dan kegembiraan bagi konglomerat, pengusaha, dan korporasi. Sifat bawaan kapitalisme sejak awal memang rakus dan jahat.

Kerakusan itu berpijak pada prinsip kebebasan kepemilikan. Dengan prinsip ini, siapa pun bebas memiliki harta, baik milik individu maupun umum. Alhasil, kebebasan kepemilikan tidak memiliki batas harta mana yang boleh dan tidak boleh individu miliki. Prinsip ini yang melahirkan liberalisasi pasar dan menjadi role model ekonomi bagi kapitalisme.

Jadi, jika negara merasa kewalahan dan tidak kuasa mengontrol sifat rakus manusia, hal itu karena kapitalisme memang membentuk manusia kapitalistik yang hanya mengejar profit. Sistem ekonomi kapitalisme jelas menciptakan kejahatan struktural dalam bentuk paket kebijakan yang serba kapitalistik dan liberal.

Berbeda dengan Islam. Islam telah terbukti secara empiris dan historis menyejahterakan rakyatnya. Islam memiliki sejumlah konsep yang sangat kontradiktif dengan kapitalisme.

Pertama, Islam mengklasifikasi harta kepemilikan menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Dengan pembagian ini, pengelolaan harta milik umum dan negara akan tampak jelas. Dengan klasifikasi ini pula negara dapat menetapkan kebijakan ekonomi yang memprioritaskan kemaslahatan rakyat.

Kedua, pengawasan dan sanksi tegas. Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), terdapat lembaga Hisbah yang berfungsi mengontrol dan mengawasi ketersediaan kebutuhan pokok di pasar serta menindak tegas para penimbun dan pedagang curang.

Ketiga, menjaga keberlangsungan mekanisme pasar yang sehat. Islam melarang praktik penimbunan, liberalisasi perdagangan, penipuan, monopoli, dan praktik curang lainnya. Islam juga melarang mematok harga.

Dengan penerapan sistem Islam, iklim perekonomian akan berlaku sesuai pandangan syariat Islam. Dengan begitu, tidak akan ada mafia atau kartel pangan yang merugikan masyarakat, apalagi memainkan harga untuk meraup untung sebanyak-banyaknya.

Keempat, politik ekonomi berbasis riayah suunil umat. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Islam tidak mengenal politik balas budi. Dalam Islam, penguasa adalah pelaksana hukum Islam dan pelayan bagi rakyatnya. Tugasnya ialah melayani rakyat dengan memenuhi kebutuhan asasi mereka.

Penerapan Islam yang menyeluruh akan melahirkan pemimpin bertakwa dan kepemimpinan amanah. Jabatan dan kekuasaan adalah hisab untuknya kelak di akhirat. Dengan begitu, ia akan berhati-hati dalam berucap, berbuat, serta menetapkan kebijakan.

Setiap kepimpinan akan mendapat balasan yang sesuai. Jika ia amanah, surga menantinya. Jika khianat dan zalim, siksa Allah Swt. tidak akan luput padanya.

Wallahu'alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post