Oleh Nasywa Adzkiya
(Aktivis Muslimah Kalsel)
Berbagai masalah yang akhir-akhir ini melanda Indonesia, mulai dari naiknya berbagai harga pangan hingga wacana penundaan Pemilu 2024 tentu membuat susana politik negeri ini kian memanas. Berbagai respon dilontarkan banyak pihak. Tidak terkecuali mahasiswa yang dinilai sebagai kaum intelektual dan Agent Of Change.
Beberapa aksi unjuk rasa dilakukan mahasiswa sejak bulan Maret lalu. Hingga akhirnya pada bulan April ini mahasiswa kembali menggelar aksi unjuk rasa yang jauh lebih besar. Hal ini disebabkan dua pekan sudah BEM SI menunggu jawaban Presiden Jokowi untuk menolak penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan tiga periode. Tetapi BEM SI belum menerima jawaban, kecuali pernyataan Jokowi ke menteri-menterinya.
Sebagaimana dilansir dari Suara.com (11/4/2022) mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di Gedung MPR/DPR RI di Senayan, Jakarta hari ini, Senin (11/4/2022). Aksi Izin ini adalah sebagai bentuk penolakan tiga periode masa jabatan Presiden dan wacana penundaan Pemilu 2022.
Menurut Koordinator Media BEM SI 2022, Luthfi Yufrizal, akan ada 1.000 massa aksi yang turun menyuarakan pendapatnya dari mahasiswa di seluruh penjuru tanah air. Luthfi menambahkan bahwa ada empat tuntutan yang akan disuarakan dalam demo 11 April 2022, yaitu:
1. Mendesak dan menuntut wakil rakyat agar mendengarkan dan menyampaikan aspirasi rakyat bukan aspirasi partai.
2. Mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menjemput aspirasi rakyat sebagaimana aksi massa yang telah dilakukan dari berbagai daerah dari tanggal 28 Maret 2022 sampai 11 April 2022.
3. Mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk tidak mengkhianati konstitusi negara dengan melakukan amandemen, bersikap tegas menolak penundaan pemilu atau masa jabatan tiga periode.
4. Mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menyampaikan kajian disertai 18 tuntutan mahasiswa kepada presiden yang sampai saat ini belum terjawab.(liputan6.com, 11/04/2022)
Dari ke empat tuntutan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya ketidak percayaan mahasiswa terhadap kinerja para penguasa di negeri ini. Penguasa diduga kuat menjunjung tinggi syahwat dan oligarki kekuasaan. Betapa tidak, telah menjadi opini publik bahwa penguasa hanya melanggengkan kepentingan para kapital.
Adanya oligarki membuat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak berpihak pada rakyat. Jika motif interaksi pemerintah terhadap rakyat adalah bisnis, maka selama sistem kapitalis ini berkuasa rakyat tidak akan pernah mendapatkan kesejahteraan yang layak.
Indonesia saat ini memang sedang menghadapi masalah yang sangat rumit di segala bidang, seperti dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial, moral, dll. Di bidang ekonomi, kita melihat realitas masih tingginya angka kemiskinan dan budaya korupsi yang merajalela.
Ini semua terjadi akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan sehingga sistem ini telah jelas bertentangan dengan tuntunan Allah Swt. Sang Pencipta alam semesta ini. Di mana kehidupan tidak diasuh oleh agama (ideologi Islam), sehingga melahirkan banyak kerusakan. Sejatinya, sistem yang lahir dari akal manusia dan telah meminggirkan pandangan agama ini, tidaklah sesuai dengan fitrah manusia.
Mahasiswa yang dikenal sebagai Agent Of Change dan kaum intelektual tentu memilik potensi yang besar untuk membawa perubahan yang lebih baik untuk negeri ini. Potensi intelektual mahasiswa dapat menjadi control politik bagi penguasa di negeri ini.
Selain kritik, mahasiswa harus, memiliki kontribusi yang real untuk perubahan bangsa ini. Mahasiswa harus bersikap berani dan kritis apabila kebijakan pemerintah bersifat inkonsistensi, bertentangan dengan harapan rakyat dan justru melahirkan kezaliman dan kerusakan.
Untuk mengoptimalkan peran tersebut, mahasiswa harus memiliki pemahaman politik yang sahih, yaitu politik Islam yang menekankan fungsi negara sebagai pelayan rakyat. Berupaya untuk memahami syariat Islam kafah, yang bersumber dari wahyu-Nya dan sunah Rasulullah saw. serta meneladani Rasulullah saw. dalam menerapkan politik Islam pada kehidupan bernegara.
Mahasiswa semestinya memahami dan menyadari bahwa perubahan yang dilakukan hanya sebatas pada pergantian pemimpin sejatinya hanyalah sebuah solusi pragmatis. Perubahan yang bersifat pragmatis ini tidak akan pernah bisa mengubah kondisi umat ini menjadi lebih baik, sebelum tuntunan-Nya dijadikan pedoman bagi kehidupan secara kafah. Berkaca pada aksi mahasiswa 1998, pergantian rezim ternyata tidaklah membawa perubahan yang fundamental selama sistem yang digunakan bukanlah sistem yang sahih.
Mahasiswa harus memiliki arah perubahan yang shohih dan mendasar. Bukan sekedar solusi tambal sulam jika sistem yang digunakan masih sama rusaknya maka pergantian rezim tidak akan membawa pada perubahan yang hakiki. Mahasiswa juga harus menyadari bahwa unjuk rasa yang mereka lakukan adalah untuk menyampaikan aspirasi rakyat, bukan sekedar ikut-ikutan atau hanya sekedar kebutuhan insta story sosial media
Sesungguhnya, Allah Swt. telah mengamanahkan di pundak para mahasiswa, tentang pertanggungjawaban dan perannya dalam menjalankan identitasnya yang hakiki. Yaitu menjadi para penolong Allah Swt. dan agama-Nya.
Oleh karena itu, mahasiswa haruslah melakukan revitalisasi dengan benar. Yakni melakukan perubahan yang sesuai dengan tuntutan Ilahi, sebagaimana amanah syari.
Wallahu a'lam bishawwab
Post a Comment