Oleh Zia Sholihah
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Wanita adalah tiang negara. Itulah faktanya. Kekerasan dan diskriminasi yang menimpa wanita masih menjadi isu yang hangat untuk didiskusikan, hal ini tidak saja menjadi pembicaraan dalam tingkat nasional, namun juga dalam tingkat internasional.
Kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan berawal dari budaya patriarkhi dalam pemahaman tentang superioritas laki-laki terhadap perempuan. Ditambah dengan munculnya beragam pemahaman terhadap teks-teks agama yang diyakini sebagai pelegitimasi terhadap superioritas laki-laki.
Diskriminasi juga diyakini sebagai pengaruh dari terjadi kekerasan terhadap perempuan, perlakuan diskriminasi ini hampir terjadi dalam setiap bidang kehidupan.
Peraturan-peraturan yang dijadikan sebuah hukum dibentuk salah satunya berupaya untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan, namun hal itu tidaklah terbukti bahkan hukum dinilai menjadi lembaga yang menyuburkan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
Anggota DPRD Kalsel melakukan Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak di Desa Beringin Jaya Kecamatan Anjir Muara Kabupaten Barito Kuala.
Menurut mereka, perlakuan diskriminatif terhadap perempuan dan anak bisa menurunkan kualitas SDM di kemudian hari.
Perlakuan buruk pada perempuan dan anak saat ini terjadi karena penerapan sistem Kapitalisme dalam kehidupan masyarakat.
Kapitalisme menjadikan manfaat sebagai asas dalam menjalani kehidupan. Jadi, perlakuan masyarakat terhadap perempuan dan anak pun diukur pada asas manfaat ini.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, Islam menempatkan perempuan pada posisi yang sangat terhormat. Laki-laki atau perempuan memiliki kedudukan yang sama dihadapan Allah. Dalam hal tertentu, perempuan memiliki kelebihan yang tidak didapatkan seorang pria.
Secara umum Al-Qur’an mengakui adanya perbedaan (distinction) bukan pembedaan (discrimination) antara laki-laki dan perempuan yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Q.S. al-Nisa ayat 32, “Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan yang dianugerahi Allah terhadap sebahagian kamu atas sebahagian yang lain. Laki-laki mempunyai hak atas apa yang diusahakan dan perempuan mempunyai hak atas apa yang diusahakannya”. Dalam Q.S. al-Baqarah ayat 228 disebutkan, “Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu derajat lebih tinggi di atas mereka”.
Makna ayat terakhir ini tidak dimaksudkan bahwa setiap laki-laki yang dilahirkan otomatis mempunyai satu derajat lebih tinggi dibandingkan perempuan. Derajat ini merupakan pemberian Allah kepada siapa saja (suami) yang mampu memberikan nafkah kepada istrinya. Memberi nafkah berarti telah melaksanakan perintah Allah yang menyatakan bahwa laki-laki bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya
Dalam berbagai sabdanya, Rasulullah saw. menyatakan, orang yang paling berhak untuk dihormati adalah ibu, ibu dan ibu. Selanjutnya barulah bapak. Penegasan Rasullah saw. terhadap ibu sampai tiga kali tersebut, menunjukkan bahwa seorang wanita (ibu) memiliki kemuliaan yang lebih. Sebab, perempuan mengandung (hamil), melahirkan, menyusui dan mengasuh anaknya. Karena itu, Allah pun memerintahkan kepada setiap umat Islam untuk menghormati dan berbakti kepada kedua ibu bapaknya, kendati kedua orang tuanya berbeda agama dengannya. Rasulullah saw. juga menyatakan, wanita adalah tiang negara.
Jika wanita itu baik (tingkah laku dan perangainya), maka baik pulalah negara itu. Sebaliknya, jika wanita itu rusak (akhlak dan moralnya), maka rusaklah negara itu. Islam memberikan tempat terhormat kepada wanita secara proporsional. Salah satu tugas paling terhormat bagi seorang wanita adalah mengurus rumah tangganya, khususnya mendidik anak-anak, dan menyiapkan mereka menjadi generasi penerus Islam yang lebih baik di masa depan.
Dulu, sebelum Islam, wanita tidak dianggap orang, wanita dihinakan, bahkan diwariskan. Setelah Islam datang, wanita dimuliakan. Dan dalam hal pahala amal Allah Swt. menyetarakannya dengan pria. Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc mengatakan, Islam sangat memuliakan wanita. Banyak sekali ayat Al-Qur'an dan hadits Rasulullah yang menyatakan hal tersebut.
Pertama, Islam mempersamakan pria dan wanita sebagai makhluk yang sama-sama dimuliakan Allah. Kedua, Islam memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pria dan wanita, misalnya dalam hal pendidikan dan sosial kemasyarakatan (At-Taubah: 171). Ketiga, An-Nahl: 197, dalam hal nilai amal saleh, tidak ada diskriminasi antara pria dan wanita. Bahkan wanita sangat dimuliakan.
Allah memberikan kepercayaan kepada wanita untuk membentuk generasi mendatang.Didin Hafidhuddin menyatakan bahwa ini merupakan kepercayaan yang sangat tinggi nilainya. Meski demikian, wanita tetap diberi kesempatan untuk berkarir di luar rumah tangga, dan meraih sukses dalam karirnya, tanpa meninggalkan tugas utama yang Tuhan percayakan kepadanya
Dalam sejarah perjuangan Indonesia tercatat tokoh-tokoh perempuan seperti RA Kartini, Dewi Sartika, Rasuna Said, dan lainnya yang memperjuangkan hak-hak perempuan untuk dapat memperoleh pendidikan yang setara dengan laki-laki. Tokoh-tokoh perempuan itu mengungkapkan kegelisahan intelektualnya melihat kenyataan di masyarakat, sistem budaya yang tidak egalitier, dan realitas sosio-kultural pada masa penjajahan yang mencerminkan kekentalan unsur-unsur feodalisme dan kolonialisme.
Kapitalisme menjadikan manfaat sebagai asas dalam menjalani kehidupan. Jadi, perlakuan masyarakat terhadap perempuan dan anak pun diukur pada asas manfaat ini.
Beda dengan Islam yang memosisikan perempuan dan anak harus lah mendapatkan perlindungan oleh mahramnya dan perlindungan sempurna oleh negara.
Aturan pergaulan dalam Islam berikut sanksi hukum bagi yang melanggar juga memberikan jaminan ketenangan dan keamanan bagi perempuan dan anak saat mereka beraktifitas.
Pada akhirnya, hanya dalam naungan Islam perempuan dan anak hidup dalam ketentraman tanpa ada bayang-bayang diskriminasi dan kekerasan.
Wallahu a'lam bishawwab
Post a Comment