Benarkan Indonesia Berada dalam Cengkeraman Oligarki?



Oleh Ummi Nissa
            
(Penulis dan Member Komunitas Muslimah Rindu Surga)

Arah politik dan ekonomi Indonesia saat ini di bawah kendali elit konglomerat. Terbukti dari sejumlah regulasi hukum yang dikeluarkan pemerintah, hanya menguntungan segelintir kelompok pemilik modal. Mulai dari UU Omnibus law, UU Minerba, UU IKN, penarikan subsidi BBM dan gas, sampai wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode serta penundaan pemilu juga sarat dengan kepentingan elit politik dan para kapitalis. Sementara kepentingan rakyat senantiasa diabaikan.

Oligarki kian Digdaya

Terkait kondisi ini Pengamat Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Salamudin Daeng menyatakan bahwa negara saat ini tidak berdaya karena telah dikungkungi para oligarki atau para konglomerat busuk. Mereka menjadi aktor paling dominan dalam politik dan ekonomi kita. Ia pun menambahkan pengkhianat negara sekaligus para koruptor dana BLBI ini digunakan oleh rezim internasional untuk menguasai negara dan mengeruk sumber daya alam di Indonesia. (KabarMNews.net, 16/3/2022)

Pernyataan tersebut tampaknya bukan isapan jempol semata. Salah satu problem ekonomi yang saat ini pemerintah tidak mampu mengendalikan adalah masalah distribusi dan harga  minyak goreng yang tinggi. padahal sejak tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat pertama dan menjadi raja produsen sawit terbesar di dunia.

Menurut data dari Kementerian Pertanian tahun 2019, total luas kelapa sawit di Indonesia mencapai 16,38 juta hektar, tersebar di 26 provinsi. Bahkan  produksi sawit di tahun 2019 itu pernah menembus 43,5 juta ton. Pertumbuhan rata-rata pertahunnya mencapai 3,61 persen.

Menurut catatan Kementerian Perindustrian, realisasi produksi minyak goreng sawit (MGS) tahun 2021 mencapai 20,22 juta ton, sedangkan kebutuhan dalam negeri hanya sebesar 5,07 juta ton. Namun dengan sejumlah potensi sumber daya alam yang dimiliki nyatanya rakyat berebut untuk mendapatkan minyak goreng bahkan dengan harga yang tinggi.

Bahkan prahara migor yang berlangsung sejak Oktober 2021 belum kunjung teratasi hingga kini. Berganti-ganti kebijakan telah dikeluarkan sebagai upayanya mengendalikan pemasalahan ini. Pada 16 Maret 2022 pemerintah kembali merubah kebijakan minyak sawit mentah (CPO) dan olahan melalui Permendag 11/2022. Prinsipnya di luar migor curah harganya dilepas sesuai harga pasar internasional.

Jelas saja semua peraturan dan perundang-undangan dikeluarkan itu tanpa kajian komprehensif, dan tanpa melibatkan rakyat. Hal ini menunjukkan kegagalan pemerintah mengelola hajat hidup rakyat. Terutama karena yang menjadi motif utama di balik penerbitan kebijakan bukanlah kepentingan masyarakat, namun kepentingan oligarki. Sesungguhnya apa yang menyebabkan negeri ini ada dalam cengkeraman oligarki?

Sistem Demokrasi Kapitalis Melanggengkan Oligarki

Dalam sistem demokrasi dikatakan rakyat berdaulat. Segala undang-undang, hukum, dan peraturan haruslah bersumber dari rakyat. Vox populi vox dei (Suara rakyat adalah suara Tuhan). Pada praktiknya, dalam sistem demokrasi yang tercipta saat ini adalah kekuasaan yang dikuasai segelintir orang dengan mengatasnamakan rakyat.

Buktinya pengusaha mempengaruhi pemerintah dan  wakil rakyat dalam membuat dan mengesahkan berbagai peraturan dan perundang-undangan. Sehingga semua kebijakan berpihak kepada para pemilik modal. Di sinilah sistem demokrasi menjadi alat untuk kepentingan para konglomerat.

Melalui sistem demokrasi kapitalis para pemilik modal diberi keleluasaan untuk dapat menguasai sumber-sumber kekayaan alam atas nama kerjasama atau privatisasi. Dalam masalah minyak goreng, pihak swasta diberi keleluasaan untuk mengelola perkebunan sawit dengan wilayah yang sangat luas. Akibatnya terjadi monopoli perdagangan, yang dapat mengendalikan distribusi minyak ke seluruh wilayah Indonesia. Sebab mulai dari produsen CPO sampai pabrik minyak goreng dikuasai oleh segelintir orang.

Penguasa pun tak mampu mengendalikan para oligator ini.  Bahkan mereka mengakui keberadaan para kapitalis yang bermain dalam mengendalikan distribusi barang, termasuk dalam kisruh minyak goreng. Namun penguasa tak berdaya untuk menghentikannya. Sebab dalam sistem demokrasi harus diakui keberadaan para pemilik modal telah memberikan banyak andil dalam menjalankan mesin politik partai.

Para pejabat serta penguasa yang berhasil melenggang ke kursi kekuasaan, tidak lebih karena adanya dukungan para kapitalis yang telah memberikan modal kepada mereka. Di sinilah oligarki memainkan peran, mereka memberikan umpan untuk mendapatkan hasil yang besar.

Sistem elektoral dalam sitem demokrasi membutuhkan dana yang besar, sehingga menjadikan para pemilik modal sebagai sumber pendapatan penting bagi partai politik untuk memenangkan pemilu. Sebagai imbalan para pemodal berharap menerima perlindungan politik, suap, atau manfaat lain jika kandidat terpilih. Hubungan inilah yang menjadikan penguasa tak mampu mengendalikan pengusaha. Sehingga penguasa cenderung mengutamakan sekelompok kecil dan mengabaikan kepentingan rakyat sebagai konsekuensi penerapan sistem demokrasi kapitalis.

Islam Mencegah Munculnya Oligarki

Islam merupakan sistem kehidupan yang memiliki aturan sempurna dalam menyelesaikan seluruh permasalahan manusia. Termasuk mencegah kekuasaan dikendalikan oleh segelintir orang.

Aturan tersebut di antaranya: pertama, dalam Islam negara merupakan institusi pemerintahan yang menerapkan dan melaksanakan hukum syara. Dimana kedaulatan (hak membuat hukum) ada di tangan syara, bukan pada rakyat maupun penguasa. Kewajiban pemerintah adalah mengurus rakyat dengan menerapkan hukum-hukum Allah Swt., bukan sebagai pembuat hukum.

Allah Swt. berfirman:
"Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah kaum yang fasik.” (TQS al-Maidah [5]: 49).

Karena hukum yang berlaku berasal dari wahyu Allah Swt., tidak ada celah bagi penguasa untuk membuat hukum yang akan menguntungkan dirinya dan kelompoknya. Beda dengan sistem demokrasi. Hukum dibuat oleh manusia sesuai pesanan dan kepentingan pihak yang mensponsorinya (kapitalis).

Kedua, khalifah sebagai penguasa wajib menjadi pelindung umat. Ia layaknya perisai yang melindungi orang yang berperang dari serangan musuh. Nabi saw. bersabda,“Sesungguhnya Imam (khalifah) itu laksana perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan dia digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dengan itu dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain maka dia akan mendapatkan dosa/azabnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Negara diamanahi kewajiban mengurus kebutuhan umat dan melindungi hak-hak mereka dari kezaliman. Maka ia tidak boleh mengabaikan kebutuhan rakyat, menipu mereka, apalagi untuk membela kepentingan kalangan orang berduit. Sebab hal itu adalah pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Nabi saw. mengancam para penguasa seperti itu dengan sabdanya:“Tidaklah seorang hamba yang Allah beri wewenang untuk mengurus rakyat mati pada hari dia mati, sementara dia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan bagi dia surga.” (HR. Muttafaq ‘alayh).

Ketiga, dalam sistem ekonomi, Islam telah membagi kepemilikan menjadi tiga bagian yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Terkait kepemilikan umum Rasulullah saw. telah bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dan Ahamad, _“kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air dan api”_

Berdasarkan hadis di atas menurut syekh Taqiyuddin An-nabhani dalam kitab nidzamul iqtisodi fil islam, bahwa yang terkategori kepemilikan umum adalah sumber daya alam yang jumlahnya tidak terbatas. Dimana dalam hak dan pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada individu. Sebab hal ini berpeluang kekayaan akan dieksploitasi oleh segelintir orang saja. Sehingga  kekayaan tidak dapat dinikmati hasilnya oleh seluruh rakyat.

Dalam hal ini maka perkebunan sawit yang luas termasuk kekayanan milik umum yang tidak boleh dikuasai dan dikelola oleh individu. Namun semestinya negaralah yang berhak untuk mengelolanya. Manfaat dan hasilnya dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Dengan demikian sistem politik dan ekonomi Islam ini hanya dapat direalisasikan dalam bingkai daulah khilafah islamiyah. Inilah sistem yang menerapkan seluruh aturan Islam dalam setiap aspek kehidupan. Menjadi solusi dalam setiap permasalahan manusia termasuk untuk meruntuhkan kekuasaan
oligarki saat ini.

Wallahu a’lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post