Al Aqsha ketika Dunia Membisu


By: Maryam Sakinah
Pegiat Literasi

Pada suatu masa ketika Sultan Sulaiman Al Qanuni memerintah kekhilafahan Turki Utsmaniyah, dia mendapat laporan tentang masjid Al Aqsha yang berbau tak sedap. Penyebabnya sepele saja. Di halaman masjid Al Aqsha berceceran susu yang tertumpah dari para penggembala.  Tumpahan susu susu ini setelah berhari-hari menyisakan bau yang masuk hingga ke dalam masjid. Tentu saja jamaah terganggu dan mengeluhkannya.

Demi mendapat laporan ini, Sultan Sulaiman Al Qanuni langsung mengirimkan surat teguran kepada Walikota Baitul Maqdis.  Dia meminta agar halaman masjid dibersihkan. Tidak pula menegaskan bahwa  kebersihan seluruh area masjid Al Aqsha wajib dijaga bersama. Semua demi kenyamanan ibadah para jamaah.

Kala itu umat Islam masih memiliki kesatuan pemerintahan dengan pemimpin yang amanah. Kepeduliannya tidak hanya pada hal-hal besar saja, tetapi sampai pada urusan kenyamanan beribadah di Al Aqsha pun diperhatikan.

Ratusan tahun berlalu, kini bukan hanya bau tak sedap dari tumpahan susu di halamannya, tetapi Al Aqsha menguar bau anyir. Darah para jamaah yang terluka tumpah di dalam masjid. Serangan brutal tentara Israel laknatullah pada subuh 16 April 2022 telah menyebabkan 150 muslim terluka.

Alih-alih mendapat perhatian luas, serangan biadab itu sepi dari pemberitaan media mainstream. Muslim di berbagai belahan dunia hanya mendapatkan kabar duka dari sosial media yang dimilikinya, mengklarifikasi sendiri dengan mencari akun-akun ofisialnya, mengutuk kebiadaban Israel, menggalang solidaritas, mengirimkan bantuan, lalu mendoakan keselamatan muslim Palestina. Sedih? Usah ditanya lagi. Hanya air mata iringi doa.

Bukan kali ini saja sebenarnya, selama 74 tahun kejahatan perang Israel tidak pernah dipedulikan sedikit pun oleh Barat dan lembaga internasional. Pencaplok tanah Muslim Palestina itu seolah kebal dari hukum. Berbagai resolusi dari perundingan satu ke perundingan dengan santainya dilanggar. Tidak ada satu pun lembaga yang dapat memberinya sanksi. Ia hanya dianggap ‘anak nakal’ yang lahir dari rahim ibu bernama Inggris dan besar dibawah asuhan Amerika. Karenanya Israel mendapat perlakuan istimewa.

Bila konflik Palestina dan Israel memanas, dunia mendadak bisu. Mereka menjadi lupa dengan perjuangan hak asasi manusia agar terbebaskan dari penjajahan. Kepada Islam dan kaum Muslimin, Barat menerapkan standar ganda. Mereka pura-pura buta dengan terus memasok persenjataan ke Israel. Mereka juga pura-pura tuli dari jeritan wanita dan anak-anak Palestina korban perang. Namun untuk peperangan selain melibatkan kaum muslimin, mereka gencar bersuara. 

Puluhan tahun muslim Palestina menderita. Puluhan tahun pula berbagai aksi solidaritas, bantuan kemanusiaan, dan doa-doa tanpa henti demi kebebasan bumi Al Aqsha mengangkasa. Seluruh apa yang diupayakan kaum muslimin hanya dapat meringankan derita muslim Palestina. Namun semuanya belum menyentuh akar persoalannya. Al Aqsha masih terbelenggu dan kerap dihinakan Yahudi.

Masalah Palestina tidak akan pernah menemui titik akhir kecuali Yahudi Israel dipaksa angkat kaki. Niscaya Al Aqsha kembali mulia. Jihad adalah satu-satunya cara sebagaimana Sayyidina Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al Ayyubi  dulu membebaskannya.

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post