10 Tahun Dipimpin Riza Falepi, Perbandingan Indikator Makro Pembangunan Kota Payakumbuh Saat Ini Dengan Tahun 2012 Beda Jauh


Nusantaranews.net, Payakumbuh
- Sejak dipimpin oleh Wali Kota Riza Falepi, tak hanya wajah Kota Payakumbuh saja yang berubah menjadi cantik dan elok, wali kota dua periode itu juga berhasil membuat indikator makro pembangunan kota yang berjuluk The City of Randang ini meningkat dalam 10 tahun terakhir.

Dilihat dari data dari situs Badan Pusat Statistik (BPS), bisa dilihat bagaimana perbandingan indikator makro pembangunan Kota Payakumbuh pada tahun 2012 dengan tahun 2021. Indikator makro pembangunan tersebut terdiri dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, pendapatan perkapita, dan penurunan jumlah pengangguran.


Pertama, jika dilihat dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Payakumbuh pada tahun 2012 sebesar Rp. 3.313.641.720.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 7.290.850.770.000.

Sementara itu, bila dilihat lebih rinci, PRDB Kota Payakumbuh Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha bisa dikatakan meningkat dari tahun ke tahun, hanya saja pada tahun 2020 ada beberapa item yang mengalami penurunan sedikit dari tahun 2019 karena pandemi Covid-19.

Untuk lapangan usaha pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pada tahun 2012 sebesar Rp. 260.075.190.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 442.230.910.000.

Untuk lapangan usaha pertambangan dan penggalian pada tahun 2012 sebesar Rp.19 008.250.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 37.365.640.000.


Untuk lapangan usaha industri pengolahan pada tahun 2012 sebesar Rp. 209.596.310.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 367.277.740.000.

Untuk lapangan usaha pengadaan listrik dan gas pada tahun 2012 sebesar Rp. 1.472.500.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 4.290.140.000.

Untuk lapangan usaha pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang pada tahun 2012 sebesar Rp. 12.221.690.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 17.013.560.000.

Untuk lapangan usaha konstruksi pada tahun 2012 sebesar Rp. 397.716.300.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 991.944.120.000.

Untuk lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada tahun 2012 sebesar Rp. 786.490.280.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 1.750.503.670.000.

Untuk lapangan usaha transportasi dan pergudangan pada tahun 2012 sebesar Rp. 442.337.390.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 866.755.820.000.

Untuk lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum pada tahun 2012 sebesar Rp. 79.066.570.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 226.915.990.000.

Untuk lapangan usaha informasi dan komunikasi pada tahun 2012 sebesar Rp. 238.566.560.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 614.019.090.000.

Untuk lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi pada tahun 2012 sebesar Rp. 206.153.160.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 449.555.510.000.

Untuk lapangan usaha real estat pada tahun 2012 sebesar Rp. 94.140.640.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 208.532.480.000.

Untuk lapangan usaha jasa perusahaan pada tahun 2012 sebesar Rp. 8.915.060.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 16.612.800.000.

Untuk lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib pada tahun 2012 sebesar Rp. 273.134.320.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 567.209.120.000.

Untuk lapangan usaha jasa pendidikan pada tahun 2012 sebesar Rp. 128.051.060.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 358.503.450.000.

Untuk lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial pada tahun 2012 sebesar Rp. 50.921.680.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 119.615.800.000.

Untuk lapangan usaha jasa lainnya pada tahun 2012 sebesar Rp. 105.774.770.000 dan pada tahun 2021 sebesar Rp. 252.504.930.000.


PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku (ADHB) naik dari angka 27,06 juta rupiah pada tahun 2012, sempat tumbuh menjadi 50,67 juta rupiah pada tahun 2019, dan tahun 2020 saat pandemi mengalami penurunan sedikit menjadi 49,28 juta rupiah, namun pada tahun 2021 naik kembali sekitar 50 jutaan rupiah.

Angka pengangguran dalam sembilan tahun terakhir juga mengalami penurunan yang signifikan, semula dari angka 7,42% pada tahun 2012 dan turun ke level terendah tahun 2017 di angka 3,45%. Kemudian pada tahun 2020 akibat pandemi naik lagi pada angka 6,68%, tapi pada tahun 2021 angka pengangguran sudah turun menjadi 6,47%.

Sementara itu, angka kemiskinan di Kota Payakumbuh juga mengalami penurunan secara konsisten dalam 9 tahun. Pemerintah Kota mampu menurunkan angka kemiskinan di Kota Payakumbuh sebesar 3,35% yaitu dari angka 9,00% pada tahun 2012 menjadi 5,65% pada tahun 2020.

Indeks Gini Rasio Kota Payakumbuh juga konsiten turun selama lima tahun terakhir dari angka 0,340 pada tahun 2015 menjadi 0,280 pada tahun 2019 dan pada saat pandemi kembali naik menjadi 0,325. Namun, pada tahun 2021 turun menjadi 0,316.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Payakumbuh pada tahun 2021 berada di angka 79,08 meningkat sebesar 0,18 dari tahun sebelumnya, yakni 78,90. Dengan begitu, IPM Kota Payakumbuh berada pada posisi tiga di Sumbar setelah Kota Padang dengan IPM 82,90 dan Kota Bukittinggi dengan IPM 80,70.  

Meski masa jabatannya tinggal sekitar 5 bulan lagi, Wali Kota Riza Falepi kepada media, Rabu (13/4), mengatakan hal senada dengan yang disampaikannya saat HUT Kota Payakumbuh ke 51 di Kantor DPRD pada Desember lalu. Dalam beberapa waktu ini dia sudah mulai membangun komunikasi dengan pemilik modal untuk membangun industri dan risetnya di Kota Payakumbuh, komunikasi ini juga melibatkan unsur perguruan tinggi di Sumatera Barat. 

Hal ini adalah dalam rangka menyongsong era “high speed connectifity” yaitu terkoneksinya tol Padang- Pekanbaru dengan tol Trans Sumatera yang menempatkan Payakumbuh berada di antara dua pelabuhan eksport import internasional di Pulau Sumatera yaitu Pelabuhan Teluk Bayur sebagai hub ke arah Timur Tengah dan Eropa, serta pelabuhan Dumai sebagai hub ke arah Asia Pasifik dan Amerika.

"Kita siapkan Payakumbuh sebagai daerah industri berbasis bio teknologi dan agro industri, karena Payakumbuh dikelilingi oleh daerah penghasil komoditi perkebunan dengan produksi cukup besar seperti sawit, gambir, kulit manis, pinang dan lain-lain yang produktifitasnya masih memungkinkan untuk ditingkatkan dan kebutuhan dunia akan derivatif produk dari komoditi ini terus meningkat. Industri berbasis bio teknologi dan agro industri inilah yang akan kita kembangkan kedepan," kata Riza.

Saat ini Politikus PKS itu juga sedang menyiapkan sebuah road map untuk pertumbuhan ekonomi Kota Payakumbuh kedepan. Menyongsong era industri 5.0 berbasis big data, membutuhkan sebuah leverage/daya ungkit yang besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi guna menciptakan kesejahteraan masyarakat.

"Melalui pengalaman saya di bisnis sektor keuangan dan mempelajari strategi moderen dan klasik dalam menghimpun dana publik sebagai modal pembangunan, mulai dari cara-cara lama dengan strategi berhutang, kemudian dengan strategi yang mutakhir melalui Sovereign Wealth Funds (SWF), lalu kita coba komparasikan dengan konsep pemberdayaan ekonomi ummat dalam ajaran islam, saya justru menemukan sebuah jawaban melalui konsep syari’at yaitu wakaf produktif," kata Riza.

Melalui penghimpunan wakaf produktif yang masif, menurut Riza, dengan pengelolaan yang profesional, jujur, dan amanah maka Payakumbuh akan mampu melakukan ekspansi bisnis skala nasional bahkan internasional dengan berbasis sumber daya lokal.  

"Tantangannya untuk menjalankan konsep ini adalah modal trust atau kepercayaan masyarakat, modal kohesi sosial atau rasa kebersamaan, dan jiwa filantropi atau semangat untuk berkontribusi. Konsep ini hanya akan berjalan dengan baik melalui kerjasama sinergis setiap elemen masyarakat dibawah komando seorang pemimpin yang mempunyai kriteria seperti yang digambarkan dalam al-qur’an surah yusuf ayat 55 yaitu ; ‘‘hafiizhun ‘aliim” pemimpin yang mampu dan amanah," katanya. (*)

Liputankhususbagianprotokolerkotapayakumbuh

Post a Comment

Previous Post Next Post