Oleh: Is'ad Khalda Bara'ah DM
Aktivis Muslimah
Peristiwa yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah, tengah menjadi perhatian publik. Warga
menolak rencana penambangan batu andesit yang akan digunakan untuk pembangunan
Bendungan Bener. Bendungan yang menjadi salah satu proyek strategis nasional
itu berdasarkan Peraturan Presiden nomor 56 tahun 2018 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah
nomor 590/41/2018, Desa Wadas adalah lokasi yang akan dibebaskan lahannya dan
dijadikan lokasi pengambilan bahan material berupa batuan andesit untuk
pembangunan Bendungan Bener. Sebenarnya sejak 2018 warga Wadas mengalami jalan buntu
terkait tanah tempat tinggal mereka pasalnya Pengadilan Tata Usaha Negara
menolak permohonan mereka. Artinya pemerintah tidak melindungi warganya sendiri
malah menjadikan korban pembangunan negara, karena pemerintah punya alasan
untuk pembangunan di wilayah Wadas demi kepentingan rakyat.
Upaya hukum warga Wadas yang dilakukan sejak 2018 menemui jalan buntu
karena Pengadilan Tata Usaha Negara menolak permohonan mereka. Jadi, tidak
berlebihan kalau dalam benak warga Desa Wadas, pemerintah tidak melindungi
warganya sendiri, bahkan menjadikan warga sebagai korban pembangunan. Puncaknya
pada 8 Februari 2022, terjadi ketegangan antara warga dan petugas gabungan yang
ingin melakukan pengukuran tanah proyek Bendungan Bener di desa tersebut.
Ketegangan terjadi karena ratusan petugas gabungan dari kepolisian, Satpol PP,
dan TNI yang mendampingi tim Kanwil Badan Pertanahan Nasional Jawa Tengah, dan
Dinas Pertanian Provinsi Jateng, melakukan kegiatan pengukuran tanah dan
menghitung tanaman di area yang telah disepakati oleh sebagian warga untuk
menjadi lokasi tambang batu andesit. Area yang diukur lebih kurang 114 hektare.
Penangkapan terhadap 66 warga yang dianggap menghalangi kegiatan
pengukuran tanah menunjukkan gaya kepemimpinan demokrasi yang merepresi rakyat
dengan mengatasnamakan kepentingan pembangunan. Pendekatan represi cenderung
dilakukan karena banyak keputusan diambil bukan berdasarkan kepentingan rakyat
tapi kemauan segelintir pihak, hingga adu argumen bukan menjadi pilihan. Gaya
kepemimpinan Barbar, menggunakan pihak keamanan untuk memuluskan rezim selalu
ditempuh dengan dalih pembangunan.
Inilah kerugian
umat yang tak memiliki kepemimpinan yang mengayomi dan mengedepankan
kemaslahatan rakyat. Ini pula wajah buruk kepemimpinan demokrasi. Betapa demokrasi hanyalah sistem rusak yang menyihir
rakyat. Katanya 'Suara Rakyat Suara Tuhan' artinya Suara Rakyat Wadas Suara
Tuhan. Ketika rakyat menolak pengrusakan lingkungan di desanya, Pemerintah dan
gubernur menurunkan sejumlah aparat yang sedemikian banyak dengan dalih
pengamanan. Padahal, terjadi penangkapan dan pemukulan oleh oknum aparat kepada
rakyat yang menolak, tujuannya tentu untuk menghilangkan suara rakyat menjadi
suara kepentingan yang menghamba pada kekuasaan. Sudah jelas Sistem
Kapitalisme selalu memaksakan kehendak demi kepentingan Oligarki.
Sungguh, hari ini kita merindukan
keadilan tersebut hadir di tengah kita, pemimpin agung yang menjamin hak-hak
umat, menyelesaikan persoalan dengan penuh kebijaksanaan, dan mengutamakan
kepentingan rakyatnya. Juga pemimpin yang taat aturan Allah dan senantiasa
menegakkan keagungan Islam. Itulah pemimpin yang hanya ada dalam naungan
Khilafah Islamiyah.[]
.
Post a Comment