Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.
Anggota Komunitas
Muslimah Menulis Depok
Penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden semakin gencar diwacanakan oleh para elite politik. Salah satunya PKB, Golkar, dan PAN. Ada Ehmm ini perlu ditelisik sebab banyak deretan partai yang mendukung usulan tersebut, karena lebih memilih tidak terjadi peralihan yang akan merugikan partai pendukung pemerintah saat ini. Otomatis hal ini memberikan imbas negatif bagi partai-partai lain terutama yang di luar lingkaran koalisi pemerintahan. Padahal partai-partai non koalisi juga memiliki hak untuk memperjuangkan aspirasi.
Sungguh
terasa pemilu bagaikan bancakan nasi kuning yang diperebutkan. Sejumlah petinggi partai
politik menggulirkan wacana penundaan pemilu 2024 dengan alasan agar tidak
mengganggu program perbaikan ekonomi negara yang sedang dilaksanakan usai
pandemi menimpa tanah air saat ini. Tapi yang mengherankan mengapa pemilihan
kepala daerah (Pilkada) 2020 bisa dilaksanakan ketika kasus Covid-19 sedang
tinggi? Tak ada satu pun partai politik koalisi pemerintahan yang menolak hal
tersebut.
Bila kita mendengar pernyataan ketua-ketua partai perihal penundaan
Pemilu, menandakan bahwa upaya-upaya perpanjangan masa jabatan harus dipertahankan
karena terlalu nyamannya berada di dalam
lingkaran kekuasaan bagi partai-partai pendukung pemerintah, Meski agar fokus
perbaikan ekonomi dijadikan sebagai alasan, namun banyak pengamat menyoroti
wacana ini digulirkan elit partai bukan demi kepentingan rakyat, tapi demi
memperbanyak masa jabatan yang menguntungkan mereka dan sekaligus menambah
waktu menyiapkan diri berkontestasi untuk kursi kekuasaan berikutnya. Elit senang
rakyat tidak tenang.
Mereka mengeklaim bahwa usulan tersebut sebagai aspirasi dari
masyarakat. Yang menjadi pertanyaan masyarakat yang mana? Karena tidak terlihat
ada masyarakat yang memiliki harapan itu. Minyak goreng hilang dari pasaran,
kalau pun ada harganya tidak terjangkau masyarakat. Pedagang tempe, pedagang
tahu yang merupakan makanan dasar masyarakat mogok berjualan karena bahan dasar
pembuatan harganya tidak terjangkau karena sudah termasuk komoditi ekspor.
Begitu juga jaminan pendidikan dan jaminan kesehatan tidak
dirasakan masyarakat. Yang jelas penundaan pemilu harapan segelintir pihak yang
ingin melanggengkan kekuasaannya. Kasihanilah masyarakat. Jangan kemudian
karena hasrat, ambisi ingin melanggengkan kekuasaan menjual atas nama
rakyat. Sementara itu pihak oposisi menolak wacana penundaan pemilu karena
tidak ingin kehilangan kesempatan meraih kursi di saat elektabilitas sedang
tinggi.
Inilah watak asli sistem demokrasi yang mencetak para elit
politik minim empati dan lebih besar mengejar maslahat pribadi dan kelompoknya.
Kemaslahatan rakyat yang seharusnya menjadi tujuan setiap aktivitas politis
justru luput dari perhatian dan bukan prioritas untuk diperjuangkan, sangat
berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan politik sebagai jalan melayani
kepentingan masyarakat banyak.[]
Post a Comment