WACANA PENUNDAAN PEMILU, KEPENTINGAN OLIGARKI?


Pemilu lagi pemilu lagi.Mungkin itu alasan sporadis sebagian parpol pendukung rezim untuk memberikan wacana penundaan pemilu  tahun 2024 mendatang.

Suara.com - Sejumlah petinggi partai politik menggulirkan wacana penundaan pemilu 2024 agar momentum perbaikan ekonomi tidak terjadi stagnasi usai pandemi menghajar tanah air dua tahun terakhir.

"Dari pernyataan ketua-ketua partai baik Golkar, PAN, PKB dalam menyampaikan upaya-upaya perpanjangan masa jabatan ini adalah terlalu nyaman di dalam lingkaran kekuasaan bagi partai-partai ini," kata Feri Amsari dalam diskusi bertajuk Tolak Penundaan Pemilu 2024 secara daring, Sabtu (26/2/2022).
Meski alasan agar fokus perbaikan ekonomi dikemukakan, namun banyak pengamat menyorot wacana ini digulirkan elit partai BUKAN DEMI MASLAHAT PUBLIK tapi demi memperbanyak masa jabatan yang menguntungkan mereka dan sekaligus menambah waktu menyiapkan diri berkontestasi untuk kursi kekuasaan berikutnya.
Disisi lain,pihak oposisi menolak wacana tersebut karena tidak ingin kehilangan kesempatan meraih kursi di saat elektabilitas sedang tinggi. 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan bahwa penundaan pemilihan umum (pemilu) merupakan sesuatu yang melanggar konstitusi. Ia memandang, wacana tersebut digulirkan oleh pihak-pihak yang takut kehilangan kekuasaan.

Dari sinilah publik bisa menilai bahwasanya penundaan pemilu karena alasan perbaikan ekonomi hanyalah kedok untuk dapat terus menikmati kursi kekuasaan yang semakin hari dirasakan semakin empuk dan tidak ingin meninggalkannya.Publik diera digital sekarang ini juga semakin cerdas dalam mencermati setiap perkembangan politik yang senantiasa diiringi oleh berbagai intrik ataupun strategi dalam melanggengkan kekuasaan.Perebutan pengaruh antar partai politik  senantiasa mewarnai alam demokrasi yang memiliki prinsip dasar Trias politica.Padahal sejatinya apa yang dijanjikan oleh sistem demokrasi berupa kesejahteraan bukanlah untuk rakyat, akan tetapi hanya untuk dinikmati oleh para penguasa plus pengusaha yang dibalut dengan kata-kata indah dengan sebutan korporatokrasi.

Inilah watak asli sistem demokrasi yg mencetak para elit politik minim empati dan lebih besar mengejar maslahat pribadi dan kelompoknya. Kemaslahatan rakyat yg seharusnya menjadi tujuan setiap aktifitas politis justru luput dari perhatian dan bukan prioritas untuk diperjuangkan.Rakyat hanya sekedar juga tameng penguasa oligarki dengan mega proyek pesta demokrasi berbalut janji kosong tanpa bukti.

Pandangan Islam terhadap kepemimpinan

Dari Abdullah ibn ‘Umar ra. Beliau berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Semua kalian adalah pemimpin dan akan ditanya (dimintai pertanggung jawabannya) kelak tentang kebajikanmu kepada rakyat yang kamu pimpin. Seorang Imam(khalifah) adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawabannnya nanti tentang kondisi rakyat yang dipimpinnya.......”. (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam konteks lebih dalam, khalifah adalah pengganti atau penerus Nabi Muhammad Saw sebagai pemimpin umat Islam. Kepemimpinan umat ini memiliki dimensi duniawi dan agama, sehingga pada dasarnya, khalifah adalah pemimpin dan pembimbing umat Islam dalam urusan agama,administratif kenegaraan maupun urusan politik dalam dan luar negeri.

Kesimpulan

Inilah perbedaan antara sistem Islam yang menjadikan politik sebagai jalan melayani kepentingan publik.Bukan seperti  kepemimpinan dalam sistem demokrasi yang sarat dengan kepentingan pribadi maupun kelompok.Sistem Islam dengan kepemimpinan seorang Khalifah menjadikan riayah atau pemeliharaan atas urusan masyarakat sebagai sesuatu yang wajib dilaksanakan sebagai representasi dari penerapan hukum syariah sekaligus wakil umat untuk menjalankan hukum Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan individu, masyarakat maupun negara.
Dengan demikian, negri yang makmur dan sejahtera akan kembali dapat diwujudkan.

Allah SWT berfirman:

Artinya:"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan".(QS.Al-a'raff:96)

WaAllahu'alam bi ash-showwab.

Penulis; Miratul Hasanah (Pemerhati Masalah Kebijakan Publik)

Post a Comment

Previous Post Next Post