Oleh Wanti Ummu Adiba
Muslimah Peduli Umat
Pernyataan seorang pejabat agama membuat heboh sekaligus menyakiti kaum muslimin. Pasalnya, dia membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing. Menurutnya suara adzan memang menjadi syiar islam, hanya saja jika disuarakan dalam waktu yang bersamaan akan menimbulkan gangguan terhadap non muslim.
Dari penjelasan lanjutannya, pejabat ini mencontohkan jika dari sebuah daerah mayoritas muslim dan hampir setiap 100-200 meter ada mushola dan masjid, bisa dibayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan suara adzan dikumandangkan dengan toa, bukan lagi syiar melainkan gangguan.
Pejabat ini kemudian mencontohkan dengan suara - suara lain yang menimbulkan gangguan, salah satunya seperti suara gonggongan anjing. Dia mengatakan, bahwa yang paling sederhana lagi kalau kita hidup di komplek yang kanan kiri depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Maka suara-suara apapun itu kita atur agar tidak terjadi gangguan.
Sebelum mengeluarkan pernyataan yang nyelekit ini, sudah ada surat edaran Menag Nomor 5 Tahun 2022 mengatur bahwa volume pengeras suara masjid/ mushola diatur sesuai dengan kebutuhan dan paling besar 100 desibel. Dalam surat edaran tersebut juga mengatur durasi takbiran menjelang Idul Fitri 1 Syawal dan Idul Adha 10 Zulhijah. Aturannya, maksimal penggunaan speaker luar hanya sampai pukul 22.00 waktu setempat.
Selain itu jika ada upacara peringatan hari besar islam atau pengajian, penyelenggara bisa menggunakan pengeras suara bagian dalam. Kecuali jika jamaah membeludak hingga luar lokasi acara baru boleh menggunakan pengeras suara bagian luar.
Pejabat ini mengklaim, aturan ini dibuat semata - mata hanya untuk membuat masyarakat harmonis, meningkatkan manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan.
Narasi yang digiring oleh pejabat agama ini yang notabebe juga seorang muslim sungguh cacat. Kecacatan ini bukan muncul begitu saja. Namun seperti yang dikatakan oleh syekh Taqiyudin an Nabhani dalam kitabnya Nidhamul Islam Bab Thariqul Iman: seseorang akan berprilaku sesuai dengan cara berfikirnya dan berfikirnya ditentukan oleh pemahamannya.
Maka narasi membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing, muncul dari pemahaman masyarakat sekuler liberal. Sekulerisme merupakan paham yang memisahkan agama dengan kehidupan. Manusia bebas mengatur kehidupan mereka sesuai dengan keinginan dan kenyamanan mereka. Disinilah lahir paham kebebasan (liberalisme) yang semakin dikokohkan dengan sebuah sistem yang disebut demokrasi.
Seperti yang sudah di fahami, sistem demokrasi menjamin adanya kebebasan berpendapat. Siapapun berhak mengungkapkan pendapat mereka tanpa memikirkan apakah itu termasuk pelecehan, penistaan dan lain-lain. Alhasil pernyataan "membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing" dalam sistem ini adalah sah-sah saja.
Dan bukan kali ini saja kaum muslim harus menelan kepahitan simbol - simbol agama mereka dihina, dinista dan dilecehkan. Sebelumnya juga ada kasus non muslim yang berkoar adzan itu mengganggu. Namun bukan dia diberi sanki , justru kaum muslim diberi kebijakan untuk mengatur suara adzannya.
Ada juga yang membandingkan suara kidung lebih merdu dari pada suara adzan, sayang pelaporan pelaku tersebut hanya sekedar pelaporan tanpa tindakan. Inilah kehinaan dari sekian ratus juta kehinaan yang kaum muslimin dapatkan ketika mereka hidup dalam sistem sekuler liberal demokrasi.
Pelecehan terhadap simbol agama islam akan terus bergulir selama pemahaman masyarakat masih berada dalam sistem ini dan pelakunya pun akan silih berganti. Baik dari non muslim atau justru dari kalangan muslim itu sendiri.
Kondisi ini tidak akan terjadi jika kaum muslim berada dalam kepemimpinan islam yakni Khilafah Islamiyyah. Khilafah adalah pelindung bagi kaum muslimin dan warga negaranya. Rasulullah SAW bersabda :" Sesungguhnya al imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana orang - orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung dari musuh (dengan kekuasaanya). Jika seorang imam/khalifah memerintahkan supaya bertaqwa kepada Allah azza wa jalla dan berlaku adil. Maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya dan jika ia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa. HR. Bukhari, Muslim, an Nasai, Abu Dawud, Ahmad.
Salah satu bentuk perlindungannya adalah khalifah akan menjaga agar keimanan kaum muslimin tetap tersuasanakan. Dan bagi warga non muslim khilafah, mereka akan tersuasana dengan kebaikan.
Oleh karena itu, suara adzan tidak akan jadi masalah dan tak ada yang memperkarakannya. Sebab warga khilafah memahami suara adzan adalah suara panggilan sholat kaum muslimin dan sekaligus syiar agama islam.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW : "Jika adzan untuk sholat dikumandangkan, maka pintu-pintu langit dibuka dan doa-doa dikabulkan. HR. Ath Thayalisi. Silsilah Ash Shaihah no 1413.
Adapun adzan adalah syiar agama Islam, Ibnu Taimiyyah ra. dalam al Iqtidha Shiratil Mustaqim hal 218, ia berkata : "Diantara syiar-syiar agama yang hanif ini adalah adzan yang mengandung pengumuman untuk berdzikir ( mengingat ) Allah taala. Dengan adzan ini, terbuka pintu - pintu langit. Para setan terbirit-birit dan turun rahmat (ketenangan).
Bahkan dalam sebuah hadis di gambarkan yang benar - benar menunjukan adzan sebagai syiar kaum muslimin. Tatkala terdengar suara adzan di suatu daerah, Rasulullah SAW tidak menyerang.
Dari Anas bin Malik beliau berkata :" Rasulullah SAW menyerang (suatu kaum) ketika terbit fajar dan beliau memperhatikan adzan. Apabila beliau mendengar, maka beliau menahan dan bila tidak mendengar (adzan) maka beliau menyerang. HR. Muslim.
Secara historis pun kaum muslimin dan non muslim hidup berdampingan dengan rukun di khilafah yang secara praktis menerapkan syariat islam selama 1300 tahun lamanya. Salah satu contohnya kota Andalusia yang setiap sudut kotanya memiliki masjid - masjid yang mengumandangkan adzan tatkala dibawah kepemimpinan islam. Meskipun begitu, di kota peradaban tersebut tercipta harmonisasi antara tiga agama besar yaitu islam, nasrani dan yahudi.
Wallahu'alam bishawab.
Post a Comment