Rank Penceramah Radikal, Membuat Kegaduhan



Oleh Eli Yuliani
Muslimah Peduli Umat


Presiden Joko Widodo mengingatkan TNI dan Polri agar jangan sampai disusupi penceramah radikal dalam kegiatan beragama.

Menurut Jokowi jangan sampai dengan mengatasnamakan demokrasi lantas mengundang penceramah radikal.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan peringatan Jokowi sudah tepat.

"Saya bilang kalau diibaratkan penyakit kanker, maka penetrasi paham-paham radikal ini diibaratkan sudah masuk pada stadium keempat, jangan keliru. Sangat kritis," kata Ngabalin, Minggu (6/3/2022).

Ungkapan kata kata Radikal, seringkali disematkan pada penceramah yang memberikan kajian atau materi tentang Islam kaffah, atau yang kerap mengkritik pemerintah, ada 180 orang yang masuk ke dalam daftar Ustadz Radikal. 

Menurut Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT), ada lima ciri penceramah radikal:
1. Mengajarkan ajaran anti pancasila dan pro ideologi Khilafah
2. Mengajarkan faham tafkiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham
3. Menanamkan sikap anti pemerintahan yang sah
4. Memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan
5. Memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifan lokal.

Pada saat harga minyak goreng melangit, kedelai dan tempe bergantung pada negara lain, mereka malah berteriak kedaulatan negara tengah terancam para penceramah “radikal”. Para penceramah yang melek politik, yang memberikan wawasan politik dari sudut pandang Islam kepada para jemaahnya, menjadi bulan-bulanan tudingan rezim. Mereka dituding anti nasionalisme, tidak cinta negeri, mengancam kedaulatan negara, dan lain-lain.

Sepertinya rezim saat ini lebih takut pada penceramah "Radikal" , padahal para koruptor jelas jelas yang menggerogoti dan merugikan negara bahkan bisa merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah ancaman yang nyata, yang seharusnya diberantas dan ditumpas sampai ke akarnya karena koruptor tergolong pada penghianat bangsa karena bisa menghancurkan bangsa dan negara.


Nilai-nilai kehidupan, standar benar dan salah, seharusnya mutlak bersumber dari yang maha benar Alloh SWT, bukan mendasarkan pada emosi kebangsaan. 

Nasionalisme seolah menjadi tameng dan pembenaran,  sehingga segala sesuatu menjadi benar apabila berkaitan dengan adat kebiasaan suku atau bangsa meski itu melanggar hukum syariat,  dan menganggap radikal atau intoleran, ketika ada seseorang yang bersebrangan pendapat dengan adat kebiasaan.

Fitrahnya manusia,  hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al-Hujurat: 13,
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”

Namun, Islam tidak membenarkan  meletakkan loyalitas yang berlebihan pada bangsa,  misalkan saja membela apa pun yang terjadi pada bangsanya, benar ataupun salah akan tetap dibela.karena Islam melarang membela sesuatu yang salah meskipun yang melakukan bangsa sendiri. Bahkan islam melarang  berperang atas nama bangsa dan suku. Sebab itu, jika kematian menjemputnya dalam peperangan tersebut, maka bukan pahala syahid yang ia dapat. 

Umat Islam hari ini butuh pemersatu, supaya tidak lagi tersekat. Dengan perasaan, pemikiran dan tujuan yang sama dalam ikatan ideologi islam,yang akan mengantarkan pada kemuliaan dan keberkahan ummat manusia dan seluruh mahluk di muka bumi ini.
Wallahua'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post