PROYEK RAKSASA ASING DITENGAH HIMPITAN EKONOMI DAN TUMPUKAN HUTANG


Oleh : Ika Wulandriati, S.TP

Setelah pemerintah membuka banyak kran investasi, saat ini bermunculan proyek- proyek asing diantaranya Industri 'raksasa' di Batam mulai menggeliat mulai sejak tahun 2018. PT McDermott Batam Indonesia dapat megaproyek. Nilai proyek pertama, 'Tyra Redevelopment Project' mencapai USD 500 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun (kurs Rp 15.000 per dolar) hingga USD 750 juta (Rp 11 triliun). Tidak saja itu, Dermott juga sudah mengantongi sejumlah proyek besar lainnya. 
"Ini proyek yang sangat penting bagi kami (McDermott)," ujar David Dickson, Presiden & Chief Executive Officer McDermott International, Selasa, Batamnews.co.(16/10/2018)

Di sisi lain media mengabarkan bahwa, wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyesalkan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) secara tiba-tiba pada tahun 2022 ini. Menurutnya, kenaikan harga BBM ini berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat kecil yang terdampak oleh Pandemi COVID-19.
"Saat ini daya beli masyarakat masih lemah akibat dampak dari pandemi COVID-19. Kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM secara terburu-buru dapat semakin mempersulit masyarakat kecil yang selama ini banyak menggunakan BBM," ujar Syarief dalam keterangannya, Rabu, detikNews (23/2/2022).
Begitu juga dengan harga gas LPG, PT (Persero) menaikkan harga  nonsubsidi rumah tangga untuk jenis Bright Gas 5,5 kg, Bright Gas 12 kg, dan Elpiji 12 kg mulai hari ini, Minggu (27/2). Sementara harga LPG 3 kg yang disubsidi tidak mengalami kenaikan, kumparan bisnis.(27/02/2022)

Temuan kasus diatas bukan tidak ada hubungannya untuk keadaan Indonesia saat ini. Ketika kondisi ekonomi rakyat makin memburuk akibat kelesuan ekonomi, pemerintah justru membebani rakyat dengan kebijakan kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok
Di saat yang sama, banyak korporasi raksasa asing mendapatkan keuntungan besar dari beragam proyek besar di Indonesia. Ini membuktikan keberpihakan kebijakan kapitalistik adalah pada para kapitalis dan rakyat selalu berposisi marjinal dan terus dihimpit kesulitan

Saat ini pemerintah Indonesia banyak membuat berbagai kebijaksanaan yang bisa dianggap sebagai bagian dari pelaksanaan liberalisasi, yaitu dengan mengundang para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Liberalisasi investasi jelas membuka masuknya investor asing di Indonesia. Di era reformasi ini kran investasi semakin dibuka lebar. Mirisnya, kondisi rakyat negeri ini tidak banyak berubah meski rezim senantiasa berganti. Kondisi masyarakat kebanyakan masih hidup dalam bayang-bayang disintegrasi (perpecahan), kemiskinan dan kriminalitas yang kian tajam dan meningkat. Padahal potensi SDA Indonesia yang luar biasa itu seharusnya berdampak positif bagi bangsa Indonesia.

Indonesia memiliki posisi geografis yang strategis, yaitu terletak diantara dua benua dan dua samudra. Dilihat dari geoekonomi, yaitu faktor-faktor spesial permukaan bumi sebagai pertimbangan ekonomi, kekayaan alam Indonesia sangat luar biasa. Hutan, minyak bumi, batu bara, gas alam, sumberdaya laut dan tambang emas menjadi gambaran kekayaan yang ada di bumi Indonesia. Keadaan seperti ini tentu menjadikan Indonesia dilirik oleh banyak negara.

Adanya sumberdaya alam yang sangat melimpah dan beraneka ragam tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia. Rakyat masih menjerit ketika BBM naik, akses lapangan kerja semakin sulit. Pendidikan semakin mahal, ini terjadi karena yang diterapkan adalah neoliberalisme yang membebaskan pihak swasta asing maupun dalam negeri mengelola kekayaan alam yang ada di Indonesia. Penguasaan asing atas SDA justru memperoleh pembenaran, legalitas dan perlindungan dari berbagai payung hukum, yakni UU yang bernafas liberal. Akibatnya, banyak kebijakan yang dihasilkan bukan menguntungkan rakyat dan juga dengan dalih penanaman modal, pihak swasta bisa memiliki keleluasaan dalam mengelola kekayaan alam hingga pada kebijakan penentuan harga dan distribusi. Akhirnya, peran pemerintah tidak lebih hanya sebagai penjual dan rakyatnya sebagai pembeli.

Bagaimana Islam Mengatur Pengelolaan SDA? Islam hadir tentu tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam. Allah SWT berfirman: وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (TQS an-Nahl [16]: 89).

Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.: الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah). Rasul saw. juga bersabda: ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ
Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah). Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi). Mau al-iddu adalah air yang jumlahnya berlimpah sehingga mengalir terus-menerus. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Semula Rasulullah saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh. Ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam (atau tambang yang lain) kepada seseorang. Namun, ketika kemudian Rasul saw. mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar—digambarkan bagaikan air yang terus mengalir—maka beliau mencabut kembali pemberian itu. Dengan kandungannya yang sangat besar itu, tambang tersebut dikategorikan sebagai milik bersama (milik umum). Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing. Tentu yang menjadi fokus dalam hadis tersebut bukan “garam”, melainkan tambangnya. Dalam konteks ini, Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan, “Ketika Nabi saw. mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mataair dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini karena sunnah Rasulullah saw. dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapapun untuk memilikinya.

Penerapan seluruh syariah Islam tentu membutuhkan peran negara. Pasalnya, banyak ketentuan syariah Islam berurusan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan sumberdaya alam. Tanpa peran negara yang menerapkan syariah Islam, rakyat secara umumlah yang dirugikan, sebagaimana terjadi saat ini. WalLâhu alam.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post