Oleh Tuti Febrimawati
Pendidik dan Muslimah Peduli Umat
Di tengah penolakan dan protes gugatan masyarakat terhadap kelanjutan IKN (Ibu Kota Negara), pemerintah tetap melakukan beberapa agenda untuk IKN. Salah satunya pelaksanaan Ritual Kendi Nusantara di titik nol Ibu Kota Negara Nusantara di Panajam Pasir Utara Kalimantan Timur sejak 14 sampai 15 Maret 2022 lalu.
Dalam acara tersebut, Pemerintah mengundang 34 Gubernur se-Indonesia, para Gubernur diminta memberikan 1 liter air dan 2 kilogram tanah dari daerah asalnya masing-masing yang nantinya air dan tanah tersebut disatukan dalam satu Kendi Nusantara yang terbuat dari tembaga. Kendi tersebut akan disimpan di titik nol Ibu Kota Nusantara.
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubeidilah Badrun menyebut ritual Kendi Nusantara yang digelar saat ini merupakan politik klenik. Jika dilihat dari terminologi sosiologi budaya dan sosiologi politik yaitu sebuah politik yang mengimplementasikan kemauan penguasa berdasarkan imajinasi, irasionalitasnya yang meyakini adanya mistisme tertentu. Ubeidilah juga mengatakan bahwa politik klenik ini menunjukkan suatu kemunduran peradaban politik dan bertentangan dengan rasionalitas masyarakat modern dan membawa kendi berisi air dan tanah dari 34 provinsi itu sesuatu yang irasional.
Sementara para normal Mbah Mijan berkomentar bahwa ritual tersebut merupakan budaya kejawen yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa. Dengan membawa air dan tanah dari tempat yang sakral dipercaya akan membersihkan dari hal-hal yang negatif sehingga ketika tanah itu dibangun nanti akan mendatangkan ketentraman, keamanan, damai, nyaman, memperlancar rizki dan sebagainya.
Tentu ini bertentangan dengan ajaran Islam. Politik klenik ini akan mengundang azab Allah Swt. Sebab dalam perbuatan tersebut mempercayai akan kekuasaan yang lebih besar dari kekuasaan Sang Maha Pencipta Alam Semesta yaitu Allah Swt. Sedangkan mempercayai zat lain selain Allah Azza Wajalla adalah perbuatan syirik. Allah Swt. berfirman dalam QS. An-Nisa Ayat 36 yang artinya, “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun…..”.
Keberadaan politik klenik yang masih eksis dan dipercaya oleh sebagian orang sebenarnya tidak lepas dari penerapan sistem kepemimpinan saat ini. Demokrasi sebagaimana yang diketahui menjadikan asas saat ini bersumber dari sistem sekuler yaitu sebuah paham yang menyatakan bahwa agama terpisah dari kehidupan. Tentu ini sangat berpengaruh terhadap pola pikir dan pola sikap masyarakat tak terkecuali para pemimpin. Mereka tidak lagi mengindahkan batasan syariat terkait sebuah perbuatan. Alhasil mereka tidak mengetahui halal haram, perintah dan larangan Allah Swt. Oleh karenanya kesyirikan dilanggengkan sebagai sebuah ritual yang dianggap sebagai pemersatu dan meredam gejolak publik sebagaimana Ritual Kendi Nusantara. Inilah gambaran nyata dampak penerapan sistem demokrasi yang menjadikan masyarakat terbelakang dengan konsep kesyirikan.
Jika berbicara simbol untuk mempersatukan dan keberkahan sebuah negeri, cukuplah Rasulullah saw. sebagai panutan. Bagaimana Rasul dulu pernah mempersatukan penduduk Madinah yang heterogen. Di awal kepemimpinan beliau mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshar dengan akidah islam, kemudian beliau menyatukan suku Aus dan Khazraj yang selalu bermusuhan sejak zaman jahiliyah dengan suasana keislaman mereka tunduk dengan pemikiran, perasaan dan peraturan Islam, sehingga tidak ada lagi permusuhan di antara mereka. Adapun kelompok Yahudi, Rasul mengadakan perjanjian untuk mengikat mereka. Dengan demikian pembangunan negara di Madinah dipenuhi oleh suasana keimanan yang membawa keberkahan dan kebaikan, bukan hal-hal mistis sebagaimana yang dipraktikkan hari ini.
Wallahu'alam bishawab.
Post a Comment