Oleh: Leni
Aktivis Dakwah di Depok
Sejak Khilafah Islam runtuh pada 1342 H atau 1924 M di Turki oleh Mustapa Kemal Pasha Ataturk laknatullah, hukum-hukum Islam yang berlaku pada masa itu diganti dengan ideologi selain Islam. Ia pun menjadi presiden Turki pertama. Mustapa Kemal pun mengamputasi bahkan mengkriminalisasi hukum-hukum Islam yang telah diterapkan. Tidak terkecuali hukum terkait pakaian perempuan sesuai Islam yaitu jilbab dan kerudung, pakaian yang menutup aurat, termasuk yang dilarang untuk dihadirkan di ruang-ruang publik.
Mustafa Kemal pun menyerukan agar kaum perempuan pergi ke jalan-jalan, berada di tempat-tempat umum dalam keadaan rambutnya tergerai, terlihat lehernya, terlihat bagian tangannya, dan aurat-aurat yang lain. Sehingga para Muslimah di sana tidak bisa menutup aurat.
Turki sebagai negara republik mencatatkan diri sedari awal sebagai sebuah negara republik yang melarang pakaian Muslimah yakni jilbab dan kerudung. Kemudian, larangan tersebut sedikit berkurang hanya dilarang di perguruan-perguruan tinggi, seperti fakultas kedokteran. Padahal secara kultural jilbab dan kerudung menjadi pakaian sehari-hari kaum Muslimah di Turki.
Ternyata, larangan tersebut terjadi bukan hanya di Turki saja, tapi menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam. Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini di negara bagian Karnataka, India selatan. Viralnya video yang memperlihatkan para siswi Muslimah yang dipaksa untuk melepas kerudungnya di depan sekolah mereka. Begitu juga di Suriah, Mesir, Tunisia, Maroko, Afrika (Congo, Chad, Cameroon, dan Guinea) dan yang lainnya.
Bahkan, di dunia Barat baik di Eropa maupun Amerika, mereka begitu luar biasa keras terhadap pakaian syar'i Muslimah apalagi cadar. Setidaknya ada 10 negara Eropa yang tidak mentoleransi penggunaan niqab di tempat-tempat umum. Walaupun Barat menkampanyekan kebebasan, tapi tidak untuk mereka yang taat kepada ajaran agamanya. Di pantai-pantai Prancis, saja perempuan yang konsisten untuk memakai pakaian Muslimah itu akan dikenai denda.
Sesungguhnya, hal tersebut sudah mewakili bagaimana pandangan negara-negara Eropa terhadap Islam dan pakaian yang dikenakan oleh kaum Muslimah. Hal tersebut mereka lalukan karena pandangan fobia Islam atau ketakutan luar biasa akan hadirnya ancaman bagi kepentingan maupun eksistensi ideologi mereka yakni kapitalis.
Hal yang sama pun terjadi di negeri Indonesia, beberapa puluh tahun lalu, pakaian Muslimah dilarang untuk dipakai di sekolah. Walaupun saat ini Muslimah sudah dibolehkan menggunakan kerudung, tapi masih ada pandangan mengkriminalisasi terhadap mereka yang memakai cadar. Seperti tidak boleh ikut kompetisi, dipandang negatif sebagai seorang pegawai negeri, bahkan diwaspadai sebagai pembawa paham radikal dan berpotensi melahirkan terorisme.
Sesungguhnya, ini merupakan gambaran bagaimana pandangan negatif itu masih dan melembaga di negeri-negeri kaum Muslim, ketika kita hidup dalam peradaban sekuler. Dalam peradaban sekuler saat ini, menjadikan fobia Islam seperti ‘virus’ yang makin menggila. Hukum konstitusional buatan manusia, yang katanya melindungi setiap pemeluk agama untuk menjalankan kewajiban agamanya, tidak ampuh lagi ketika kaum Muslim yang ternista.
Bahkan komitmen penegakan HAM yang diteriakkan pengusungnya, mandul ketika kaum Muslim yang teraniaya. Dalam peradaban sekuler, jilbab dan kerudung sebagai kehormatan Muslimah telah terjerat fobia Islam. Hal ini terjadi karena umat Muslim tidak memiliki pelindung, perisai, yang mampu melindungi dan menjaga darah, nyawa, dan kehormatan mereka.
Oleh karena itu, bagi Muslimah saat ini yang ingin taat dan menjalankan syariat agamanya, peradaban sekuler menjadikan syariat Islam layaknya bara api yang harus mereka genggam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api” (HR Tirmidzi).
Namun, ada harapan bagi setiap Muslimah terlepas dari jerat fobia Islam yaitu dengan penerapan Islam secara kaffah dalam institusi khilafah. Dalam sejarah, ketika khilafah ada, Muslimah bisa melaksanakan syariat Islam dengan sempurna. Ia bisa menggunakan jilbab dan kerudung dengan leluasa. Kehormatan Muslimah pun akan terjaga. Seperti tercatat dalam sejarah peradaban Islam, pada masa Rasulullah SAW, seorang Muslimah yang dilecehkan pakaiannya oleh seorang Yahudi dari Bani Qoinuqa. Kemudian, Rasulullah SAW sebagai pemimpin negara, membuat keputusan untuk memerangi Yahudi dari Bani Qoinuqa.
Tak hanya itu, pada masa pemerintahan Khalifah Mu’tashim Billah, ia mengerahkan pasukan perangnya yang sangat besar yang dapat melawan 30.000 tentara Romawi dan membunuh 30.000 tentara Romawi yang lainnya, begitu mendapat laporan ada seorang Muslimah di Kota Amuriyah yang jauh dari pusat Khilafah (di Baghdad ), mendapat pelecehan oleh seorang Romawi yang ingin membuka auratnya. Bahkan hal ini menjadi titik balik penaklukan kaum Muslimin terhadap Kota Amuriyah.
Dengan demikian, tidak ada jalan lain, untuk melindungi kehormatan Muslimah dan melindungi umat Muslim di seluruh dunia dari segala macam kejahatan dan kezaliman yakni dengan mewujudkan junnah/perisai yang akan menjadi pelindung. Sebagimana yang pernah dibuktikan dalam sejarah, 2/3 dunia hidup terlindungi dalam kesejahteraan baik Muslim ataupun non-Muslim tanpa adanya diskriminasi. Harapan hadirnya kehidupan yang adil, sejahtera dan aman hanya bisa terwujud dalam naungan khilafah. Hanya dengan khilafah, mampu menjaga kehormatan Muslimah dan terlepas dari jerat fobia Islam.[]
Post a Comment