Oleh: Afifah Azzahra
Aktivis Muslimah
Walau
pada 3 Februari 2022 lalu, Irfan Idris selaku kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) sempat meminta maaf kepada
Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait pernyataannya yang mengatakan bahwa ada 198 pesantren terafiliasi
jaringan teroris. Kini
BNPT kembali membuat pernyataan yang membuat kegaduhan. BNPT mengungkap strategi baru
penyebaran terorisme di Indonesia yaitu dengan menyusup ke ormas, partai
politik dan lembaga negara.
“Jangankan
lembaga negara, jangankan partai, organisasi umat yang sangat kita harapkan
melahirkan fatwa-fatwa atas kegelisahan umat terhadap persoalan kebangsaan itu
juga dimasuki, kata Irfan Idris dalam Sharing Session BNPT di Jakarta Selatan,
Jum’at (18/2/22). Menurut Irfan, saat menyusup ke
partai ormas, maupun suatu lembaga negara, teroris tidak langsung melancarkan
aksinya. Di perguruan tinggi misalnya, mereka melakukan proses-proses awal
melalui pembaiatan, pengajian, dengan sangat disayangkan. (CNN, 19/2/22)
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, meresepon bahwa
narasi tersebut harus diinvestigasi bersama-sama sehingga ada fakta dan data
seperti apa proses pembaiatan, pengajian yang disebutkan BNPT itu agar tidak
meresahkan masyarakat. Amirsyah mengatakan keberhasilan penanggulangan
terorisme bukan pada penangkapan, melainkan pada pencegahan. Sebagaimana yang
tercantum dalam UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme sehingga mengedepankan fungsi negara dalam melindungi warga
negara dari terorisme melalui deradikalisasi dan kontra-radikalisasi. (Detiknews, 20/2/22)
Sungguh
sangat disayangkan pernyataan BNPT tersebut, karena makna teroris selalu
disematkan pada apa yang berkaitan dengan Islam dan ajarannya. Narasi terorisme yang menyasar umat
Islam di Indonesia dulu pernah dipakai oleh para penjajah dengan menuduh para
ulama sebagai kaum ekstremis. Kini isu terorisme, istilah Islam
radikalisme, ekstrimisme, Islam liberal, moderasi beragama seakan dipakai
bergilir untuk menyebarkan islamophobia.
Islamofobia
telah menjadi bagian dari agenda global, seperti “perang melawan terorisme”. Bagi Meuslim,
islamophobia sangat merugikan karena umat
akan makin menjauh dari agamanya yang sempurna. Simbol-simbol keislaman
dicurigai sebagai simbol terorisme dan digantikan dengan simbol-simbol
peradaban Barat.
Padahal, peradaban Barat telah terbukti kerusakannya. Baik sekularisme, kapitalisme, feminisme, liberalisme, pluralisme, maupun demokrasi, terbukti tidak bisa menjadi solusi permasalahan umat dunia. Oleh karena itu, umat Islam wajib memperjuangkan agar terwujudnya kembali peradaban Islam.
Islam merupakan agama sempurna yang bertujuan untuk menebarkan rahmat bagi alam semesta. Islam mengajarkan kasih sayang tidak hanya pada sesama manusia tetapi juga pada makhuk hidup lainnya. Teror atau upaya menciptakan ketakutan dalam lingkungan sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Penerapan syariat Islam pastinya akan menjaga umat dari kerusakan. Dan tegaknya khilafah sebagai sistem Islam akan menjadikan ulama mulia tidak ada yang dikriminalisasi, ormas pun tidak akan dibubarkan karna dituduh radikal. Dengan demikan, semoga umat Islam Indonesia semakin menyadari akan pentingnya membela Islam dari berbagai narasi dan tuduhan yang berpotensi memecah belah umat. Wallahua’lam.[]
Post a Comment