Minyak Goreng VS Penceramah Radikal



Oleh Lafifah
Ibu Rumah Tangga dan Pembelajar Islam Kaffah
 

Apa yang di ingin tidak sama dengan apa yang di beri. Sudah berapa bulan masyarakat  di bikin pusing dengan kelangkaan minyak goreng, belum lagi pandemi  yang juga masih mengintai. Alih-alih menyelesaikan persoalan yang sedang di hadapi masyarakat saat ini, pemerintah justru sibuk dengan masalah nya sendiri.
Di lansir Suara.com - Presiden Joko Widodo mengingatkan TNI dan Polri agar jangan sampai disusupi penceramah radikal dalam kegiatan beragama. Menurut Jokowi jangan sampai dengan mengatasnamakan demokrasi lantas mengundang penceramah radikal. Tenaga Ahli Utama Kantor Stat Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan peringatan Jokowi sudah tepat.
"Saya bilang kalau diibaratkan penyakit kanker, maka penetrasi paham-paham radikal ini diibaratkan sudah masuk pada stadium keempat, jangan keliru. Sangat kritis," kata Ngabalin, Minggu (6/3/2022).

Merujuk pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) keluaran tahun 1990, istilah radikal diartikan sebagai "secara menyeluruh," "habis-habisan," dan maju dalam berfikir atau bertindak." Artinya, disini mudah diduga telah terjadi proses perubahan makna dari istilah ini. Ada aspek diakronis bekerja dalam kata, yang memperlihatkan bahwa sejarah telah bekerja mengubah makna atau arti. Jika awalnya bermakna "netral" atau bahkan cenderung "positif," maka kini makna istilah radikal cenderung berubah "negatif."

Ada ratusan lebih daftar penceramah yang dianggap radikal menurut versi mereka, 10 diantaranya adalah: Felix Siauw, Abdul Shomad, M. Ismail Yusanto, Hafidz Abdurrahman, Fatih Karim, Yasin Muntahhar, Fahmi Amhar, Farid Wajdi, Jamil Az Zaini, Irfan Abu Naveed.

Kalau melihat rekam jejak mereka yang tercantum dalam daftar penceramah radikal, dalam pandangan masyarakat  justru mereka sama sekali tidak pernah berbuat rusuh, korupsi, menimbun minyak goreng, atau mengelapkan dana Covid dan lain-lain.

Bahkan masyarakat memandang mereka adalah para penceramah atau ustad yang betul-betul mencintai negeri ini dengan segenap kemampuan nya, menyampaikan persatuan umat, menjaga NKRI dari rongrongan asing, menyerukan menjaga kekayaan negeri dengan memberikan solusi tuntas dalam menyelesaikan seluruh persoalan masyarakat, dan agar para penguasa negeri ini kembali kepada aturan yang benar-benar menjadikan negeri ini negeri yang aman, damai tentram dan sejahtera.

Jadi ada yang salah tentunya atas tuduhan terhadap para penceramah yang di sebutkan di atas. Pemerintah sudah seharusnya merangkul mereka untuk membangun negeri ini, dengan tidak anti kritik atau masukan. Tentunya dengan tidak mengedepankan kepentingan segelintir orang yang justru ingin menguasai dan mengeruk kekayaan yang di miliki negeri ini, tetapi melihat masa depan negeri dan kesejahteraan masyarakat. ini semua tidak akan terwujud selama penguasa negeri ini masih menerapkan aturan kapitalisme.

Di dalam Islam seorang pemimpin, dengan sekecil apapun wilayah kekuasaannya,  akan  sangat membutuhkan nasihat atas setiap kebijakannya dengan keputusan yang tepat yang diridai oleh Allah rabbul'alamiin. Maka, seharusnya ulama dan para kiyai di posisikan mulia di hadapan penguasa, karena mereka orang-orang yang berilmu yang sangat takut terhadap Robb nya.

Rasulullah saw. mengancam orang-orang yang tidak menghormati para ulama, "Bukanlah bagian dari umatku, seseorang yang tidak menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dan mengetahui hak-hak para ulama." (HR Ahmad)
Wallahu a'alam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post