Pegiat Literasi
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam minyak dan gas yang besar. Meskipun telah mengalami penurunan produksi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia masih cukup hingga 9,5 tahun dan cadangan gas 19,9 tahun (data tahun 2000), dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan migas baru dan tingkat produksi 700 ribu barel per day (bopd) dan gas 6 billion standard cubic feet per day (bscfd). (https://www[dot]esdm[dot]go[dot]id).
Berapa kebutuhan minyak dalam negeri? Ternyata masih jauh di atas produksi yaitu sekitar 1,6 juta bopd. Impor menjadi keharusan jika segala yang telah diupayakan masih belum memenuhi kebutuhan. Namun, apakah upaya memaksimalkan potensi yang ada demi kesejahteraan rakyat telah dilakukan?
Tahukah jika lebih dari 75 persen ladang migas Indonesia dikelola oleh perusahaan-perusahaan asing? Sebagian besar dikuasi oleh Amerika Serikat. Dari sektor hulu saja sudah jelas kita kehilangan banyak potensi pendapatan.
Indonesia memiliki banyak tenaga ahli minyak yang bekerja di Timur Tengah dan Eropa. Mereka memiliki kualitas yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Kita juga memiliki Dr. Yogi Erlangga yang dapat memecahkan persamaan matematika untuk menemukan sumber minyak 100 kali lebih cepat. Bahkan Lembaga sertifikasi profesi ahli perminyakan Cepu Jateng telah mendapatkan kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi keahlian dalam bidang perminyakan dan gas bumi yang telah diakui oleh dunia.
Kita memiliki potensi SDM yang berkualitas. Bukan sebagai pekerja kasar tetapi tenaga ahli yang ternyata disia-siakan oleh negeri ini. Pemerintah belum memberikan kesempatan dan memanfaatkannya demi kemajuan pengelolaan migas negeri ini.
Selain tenaga ahli, alasan ketidakmampuan pengelolaan migas berasal dari sistem dan teknologi yang tidak mendukung. Pemerintah seharusnya mampu mengupayakan hal ini demi kepentingan jangka panjang. Menyiapkan permodalan dan berani lepas dari cengkeraman asing. Bukan malah keenakan dan tak mau mandiri.
Pemikiran untuk memajukan migas dalam negeri serta berbagai inovasi buah pemikiran idealis tenaga ahli indonesia ini akhirnya terpatahkan oleh kebiasaan lama dalam mengelola migas. Birokrasi berbelit dan kewenangan kolot telah menahan pengelolaan migas dari kemandirian. Mereka akhinya menyerah dan memilih mengabdikan ilmunya ke luar negeri karena merasa lebih dihargai.
Pemerintah cenderung terbuai akan kemudahan yang diberikan oleh pihak asing. Asal mendapatkan untung dan sedikit modal yang dikeluarkan, kontrak kerja terus diperpanjang. Pemerintah tidak sadar bahwa pengelola asing ini mengeruk potensi migas sebanyak-banyaknya dan memberikan bagian kecil kepada kita sebagai pemilik SDA ini.
Selain keruwetan di bisnis hulu yang hanya memikirkan kepentingan pribadi, upaya pengelolaan migas pun tidak maksimal akibat tidak terintegrasinya produksi hingga hilir. Minyak mentah lebih mudah dijual dengan harga tinggi dan impor dengan harga lebih rendah untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini tidak dipermasalahkan karena negara juga mendapat keuntungan. Namun jika produksi minyak mentah dikelola di dalam negeri, diolah hingga produk turunannya, maka rakyat akan mendapat manfaat lebih besar.
Rupanya pemerintah membuat aturan yang ternyata mereka sendiri kesulitan dalam pelaksanaannya. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 UUD 1945, bahwa hanya negara yang berhak dan bisa mengelola semua kekayaan alam, termasuk di dalamnya minyak dan gas. Buktinya sampai saat ini pemerintah tidak mampu lepas dari campur tangan asing khususnya dalam pengelolaan migas.
Beginilah jika kapitalisme yang menjadi dasar berpikir penguasa negeri ini. Sedikit keuntungan di depan mata saja sudah membuat silau. Tidak peduli dengan bagaimana dampak jangka panjang bagi keberlangsungan generasi mendatang.
Berbeda dalam sistem Islam. Sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak akan dikelola oleh negara demi kemaslahatan umat. Negara asing tidak diperbolehkan ikut campur dalam pengelolaan sumber daya dalam negeri. Impor dilakukan tanpa ada syarat-syarat yang mengikat dan untuk barang-barang yang tidak membahayakan ketahanan negara.
Pengelolan kepemilikan umum dalam Islam merujuk pada sabda Rasulullah saw., yaitu, "Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api." (h.r. Ibnu Majah)
Konsekuensi keimanan kepada Allah Swt. adalah dengan mematuhi semua hukum syarak. Hal ini berlaku untuk semua kaum muslim termasuk di dalamnya adalah penguasa atau pemimpin. Begitu pun dalam mengeluarkan kebijakan terkait pengelolaan migas harus sesuai dengan hukum syarak. Sehingga nantinya akan tercipta masyarakat yang sejahtera dan penuh rahmat.
Wallahualam bissawab.
Post a Comment