Overdosis kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, itulah kalimat yang dapat di sematkan untuk rakyat di negeri tercinta ini. Belum kelar rakyat di buat sulit dengan kenaikan harga minyak goreng, kini kenaikan LPG bersemi kembali. Cobaan yang belum berhenti di tengah pandemi Covid di karenakan ekonomi rakyat masih belum pulih, kini rakyat sudah harus jatuh tertimpa kenaikan-kenaikan kebutuhan pokok.
Tepatnya masih di pembuka tahun 2022 yaitu bulan Februari LPG non subsidi mengalami kenaikan harga. Hal itu mulai di rasakan oleh rakyat awal Maret 2022. Tidak tanggung-tanggung kenaikan LPG mencapai rata-rata hingga Rp 30.000, contoh LPG tabung 12 kilogram. Yang pada awalnya harga LPG non subsidi tabung 12 kilogram yaitu Rp 170.000, kini mencapai Rp 200.000. Kategori LPG yang mengalami kenaikan adalah LPG ukuran 5,5 kilogram, 12 kilogram, dan Bright Gas.
Alasan kenaikan LPG non subsidi sendiri di katakan oleh Irto Ginting selaku Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) yaitu karena mengikuti harga terbaru dari industri minyak dan gas. Kenaikan itu rata-rata mencapai 21 persen dari harga rata-rata Contract Price Aramco (CPA) tahun 2021. Kenaikan LPG di negeri ini sendiri masih terbilang kompetitif di bandingkan dengan negara Asean lainnya. Di samping itu Irto Ginting juga mengatakan, kenaikan ini memungkinkan ada kaitannya dengan konflik antara Rusia dan Ukraina. Maka dari itu pihaknya masih terus memantau dampak dari konflik Rusia dan Ukraina terhadap CPA. Itu artinya, rakyat harus bersiap juga dengan konflik tidak terduga atas kenaikan-kenaikan barang kebutuhan berikutnya. (Kompas.com 28/02)
Kenaikan LPG bukan kali pertama, belum lama ini pun kenaikan LPG juga sudah terjadi pada penghujung 2021. Dalam waktu dekat LPG berhasil di naikkan, sebelumnya juga di susul kenaikan BBM non subsidi. Ini jelas dapat membawa dampak banyak bagi masyarakat, lebih lagi dampak yang ke arah negatif. Beberapa dampaknya adalah sebagai berikut :
1. Beralihnya pengguna LPG non subsidi ke LPG ber subsidi. Karena, dari segi kualitas keduanya sama. Di tambah lagi, LPG ber subsidi di distribusikan secara bebas, hingga tidak tegas dalam menyaring pengguna LPG subsidi yang benar-benar tepat sasaran.
2. Menimbulkan efek bahaya dari hadirnya praktik pengoplosan LPG
3. Kemungkinan beralihnya pengguna LPG non subsidi ke LPG subsidi. Menyebabkan meningkatnya permintaan LPG ber subsidi, sehingga dapat terjadi kelangkaan LPG ber subsidi.
Dampak inilah yang mengakibatkan beberapa tokoh berkomentar serta menolak kenaikan LPG non subsidi. Di antaranya, Eddy Soeparno (Wakil Ketua Komisi VII DPR RI), Tulus Abadi Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Mulyanto (Anggota Komisi VII DPR RI).
Karena kenaikan LPG non subsidi, jelas ini dapat menambah beban rakyat, sedangkan beban-beban sebelumnya belum juga terobati. (Tribunnews.com 01/03)
Ibarat kehausan di tengah padang pasir, itulah pribahasa yang di alami oleh rakyat negeri ini. Di tengah kesuburan serta kekayaan minyak dan gas di negeri ini, ternyata pemiliknya kesulitan dalam memanfaatkannya. Menikmati kekayaan di negeri sendiri rasanya sebuah kemustahilan. Jangankan gratis, untuk mendapatkan harga yang minimalis saja hanyalah impian. Perhatian terhadap hak-hak rakyat sangat terlihat seperti di tenggelamkan. Di kubur bersama kepentingan golongan yang dapat mengatur negeri ini. Yaitu golongan yang berkuasa atas negeri. Miris!
Alasan Paripurna
Mengapa ini dapat terjadi ? Sedang beban ada pada pundak rakyat. Ini adalah hasil dari liberalisasi migas buah tangan kapitalisme. Dimana pemerintah memberi ruang bebas kepada pemodal untuk ber investasi. Dalam sektor migas sendiri, pihak asing bebas dalam meningkatkan usahanya di tanah negeri ini. Maka, pundi-pundi keuntungan berhasil di miliki oleh asing, gunung-gunung kemakmuran berhasil di kuasai asing. Sehingga negara kehilangan peran dalam memanfaatkan migas. Bahkan negara kehilangan pasokan migas yang seharusnya menjadi hak rakyat.
Solusi paripurna
Jika melihat dari soal liberalisasi migas. Sudah terlihat jelas rakyat telah menjadi korbannya. Maka negera butuh solusi atas semua permasalahan ini. Sebagaimana di ketahui, Islam mempunyai solusi dari segala bidang kehidupan, dari hulu sampai hilir. Kita bisa belajar bahkan mencontoh bagaimana Islam mengurusi sektor migas. Di dalam Islam kepemilikan publik seperti migas haram di manfaatkan untuk kepentingan pribadi, segelintir kelompok, bahkan asing. Negara hanya boleh mengelola sumber daya alam kepemilikan umum, tidak untuk menguasainya. Karena, kepemilikan umum adalah hak hajat bagi seluruh manusia yaitu seluruh rakyat negara. Islam begitu sempurna sehingga hal-hal demikian secara terperinci di atur dalam Islam. Sehingga hak publik dapat terpenuhi sebagaimana mestinya.
Post a Comment