Kenaikan Harga Elpiji Dampak Liberalisasi Migas


Oleh. Rosmita
Aktivis Dakwah dan Member AMK

Pemerintah kembali menaikkan harga Elpiji nonsubsidi dengan alasan menyesuaikan harga industri dan perkembangan global. Harga gas elpiji 12kg naik menjadi Rp 187 ribu per tabung di tingkat agen. Sedangkan harga jual eceran bisa mencapai Rp 200 ribu per tabung. Naik Rp 30 ribu dari harga sebelumnya yaitu Rp 170 ribu. 

Kebijakan ini tentu sangat membebani masyarakat, di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit karena pandemi belum juga berakhir. Namun, pemerintah sudah dua kali menaikkan harga elpiji sejak bulan Desember tahun lalu.

Inilah penuturan seorang ibu dengan empat anak yang merasa keberatan dengan kenaikan harga elpiji. Pasalnya dalam sebulan ia membutuhkan 4 tabung elpiji 12kg. Belum lagi harus memikirkan kebutuhan lainnya. Ia berharap harga elpiji turun dan stabil.  

Keresahan ini tidak hanya dirasakan oleh ibu rumah tangga saja, para pelaku UMKM seperti rumah makan dan lain-lain yang juga menggunakan gas elpiji nonsubsidi sudah pasti akan merasa keberatan dengan kenaikan harga elpiji yang tinggi.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto secara tegas menolak kenaikan harga elpiji nonsubsidi yang dilakukan Pertamina. Apalagi, pada akhir tahun lalu Pertamina baru saja melakukan penyesuaian harga elpiji nonsubsidi. Menurutnya kondisi ini sangat memberatkan masyarakat. Selain itu, bukan tidak mungkin masyarakat akan beralih menggunakan elpiji bersubsidi. 

Kalau sudah begini, maka masyarakat tidak mampu yang benar-benar membutuhkan gas elpiji bersubsidi akan kesulitan mendapatkan gas elpiji bersubsidi. Setelah itu akan muncul pernyataan bahwa distribusi gas elpiji bersubsidi tidak tepat sasaran dan berujung pada penghapusan gas elpiji bersubsidi. Akhirnya, rakyat kecil yang menjadi korban. 

Dampak Liberalisasi Migas

Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam terutama migas. Potensi migas Indonesia mencapai 8000 trilyun rupiah. Namun, sayangnya 80% sumur migas dikelola oleh korporasi asing, karena sistem saat ini mengizinkan sumber daya alamnya dikuasai oleh asing. Sehingga sumber daya alam yang berlimpah tidak memberi manfaat ekonomi bagi rakyat. Bahkan rakyat harus membeli bahan bakar minyak dan gas dengan harga yang sangat mahal. 

Sebenarnya praktik pengelolaan migas oleh asing tidak sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 2 yang berbunyi: "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."

Namun, kenyataannya jauh panggang dari api. Faktanya, hampir seluruh sumber daya alam yang ada dikuasai oleh asing. Negara hanya mendapat keuntungan beberapa persen saja, itupun hanya  dinikmati oleh segelintir orang saja. Sedangkan rakyat kecil hanya bisa gigit jari. Inilah dampak liberalisasi migas dimana kepentingan rakyat tidak jadi prioritas. 

Kalau saja Indonesia mengelola sendiri sumber daya alam yang ada termasuk migas, maka rakyat akan sejahtera. Sebab jika pengelolaan migas dilakukan sendiri oleh negara, maka pendapatan negara akan meningkat berkali-kali lipat dan itu cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. Selain itu, negara dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas, sehingga mengurangi jumlah pengangguran di negeri ini. Namun, semua ini tidak akan terealisasi jika sistem yang dipakai adalah sistem Kapitalisme. Sistem inilah yang membuat negara tidak berdaya menghadapi korporasi asing. Neoliberal adalah penjajahan gaya baru untuk mengeruk harta kekayaan di negeri-negeri Islam. 

Sistem Islam Membawa Kemaslahatan

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam sumber daya alam adalah harta kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu maupun kelompok. 

Rasulullah saw. bersabda: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu air, padang rumput dan energi api." (HR. Ahmad) 

Migas termasuk ke dalam kategori energi api. Oleh karena itu, tidak boleh dikuasai oleh asing, tapi harus dikelola sendiri oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat. Negara menjamin ketersediaan migas dan mendistribusikannya kepada seluruh masyarakat dengan harga yang murah dan terjangkau, tanpa membedakan apakah dia mampu atau tidak mampu. 

Sedangkan pendapatan negara dari sektor migas dan yang lainnya digunakan untuk memenuhi hak dasar rakyat berupa pelayanan publik, keamanan, pendidikan dan kesehatan yang diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat baik yang muslim maupun nonmuslim, tanpa memandang kaya atau miskin. Sehingga rakyat bisa hidup sejahtera di bawah naungan daulah. 
Wallahu'alam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post