Oleh Hamsia
(Komunitas Peduli Muslim)
Islamofobia ialah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim. Saat ini Islamofobia terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang dengan sengaja diciptakan untuk menebar ketakutan terhadap simbol Islam dan ajaran Islam.
Seperti yang terjadi baru-baru ini, sejumlah pelajar Muslim India melakukan protes menolak diskriminasi terhadap mayoritas muslim. Aktivis mahasiswa dan kelompok hak asasi menuduh administrasi perguruan tinggi bias terhadap minoritas Muslim. “Ini adalah islamofobia. Itu apartheid,” kata aktivis Afreen Fatima, sekretaris Gerakan Persaudaraan di New Delhi, kepada Al Jazeera.
Hal itu dipicu oleh para siswa di sebuah sekolah menengah di Distrik Udupi, Karnataka. Mulai memprotes larangan kerudung bulan lalu. Pihak perguruan tinggi mengatakan para siswa bisa mengenakan jilbab di kampus tetapi tidak di dalam kelas.
Dukungan terhadap larangan hijab ini berujung pada kekerasan yang semakin luas disejumlah tempat. Negara bagian Karnataka di India mengeluarkan perintah untuk menutup sekolah dari perguruan tinggi selama tiga hari setelah terjadi sejumlah unjuk rasa, yang menanggapi beberapa sekolah menolak masuk murid yang memakai hijab.
Partai-partai oposisi dan kritikus di India menuduh jika pemerintah di tingkat federal dan negara bagian telah melakukan diskriminasi terhadap agama minoritas dan berisiko memicu kekerasan.
Sungguh ini merupakan tindakan islamofobia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menyesalkan larangan penggunaan hijab di beberapa lembaga pendidikan di India.
“Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat menyesalkan adanya larangan memakai hijab di sejumlah sekolah di India terutama di negara bagian Karnataka. Hal ini jelas-jelas mencerminkan islamofobia, permusuhan dan kebencian dari pihak pemerintah terhadap rakyatnya sendiri yang beragama Islam,” kata Anwar dalam keterangan tertulisnya. (okezone.com, 9/2/2022).
Persoalan ini semakin membesar ketika sekolah-sekolah lain mulai menerapkan larangan serupa dan berhadapan dengan para pendukung kelompok nasionalis Hindu yang melancarkan protes utuk mendukung larangan tersebut.
Sebenarnya istilah islamofobia ini sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Sebelumnya pada tahun 1997, Runnymede Trust dari Inggris mendefinisikan islamophobia sebagai “rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan oleh karena itu juga pada semua muslim,” dinyatakan bahwa hal tersebut juga merujuk pada praktik diskriminasi terhadap muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan bangsa (wikipedia.org)
Sebelumnya ada negara Prancis yang menjunjung tinggi sekularisme. Di Prancis, warga berhak beragama atau tidak beragama, dan kedua pilihan tersebut sama-sama dilindungi sekularisme. Tujuannya untuk melindungi kebebasan warga untuk menjalankan agama, serta mencegah masuknya agama di institusi-institusi negara. ini menunjukkan islamofobia, di mana mereka begitu takut jika agama masuk ke dalam institusi negara. Undang-undang di Prancis tersebut menopang undang-undang lain yang melindungi hak untuk menistakan agama, yang dikeluarkan pada 1881. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Prancis, boleh menista agama, tetapi tak boleh menghina sesorang berdasarkan agama yang ia anut.
Sungguh, islamofobia ini telah membuat mereka memusuhi apa yang mereka nilai sebagai bagian dari manifestasi Islam. Adanya larangan hijab ini menambah bukti kekejaman rezim islamofobia India terhadap Muslim. Begitu takutnya terhadap Islam hingga mereka berupaya untuk menyingkirkan agama yang bertentangan dengan agama mereka. Hal ini semakin menguatkan bahwa sistem kapitalisme saat ini tak mampu menghadirkan kedamaian atar umat beragama.
Ditambah lagi, ide toleransi yang selalu mereka gembar-gemborkan, ketika kaum Muslim yang menjadi korban dari rezim yang berkuasa, maka hal itu tak berlaku. Tidak hanya umat Muslim di India saja, muslim Uyghur di Cina, Muslim Rohingnya di Myanmar, Muslim Palestina oleh Israel, dll pun mendapatkan perlakuan yang serupa.
Ditambah dengan adanya sekat nasionalisme, membuat kaum Muslim di berbagai negara Muslim lainnya. negeri-negeri Muslim kehilangan empati dan ukhuwah antar kaum muslimin. Bahkan, para penguasa Muslim memilih bungkam melihat saudaranya yang ada di belahan bumi lainnya tertindas. Kalau pun ada tindakan hanya sebatas kencaman kepada penguasa rezim yang bersangkutan.
Padahal, kecaman ini bukanlah jaminan bahwa kaum Muslim minoritas yang tertindas ini akan bebas dan aman dari rezim yang berkuasa. Sebenarnya bukan ini yang diharapkan oleh kaum Muslim India, melainkan perhatian dan bantuan dari dunia dan kaum muslim lainnya untuk membebaskan mereka dari ketertindasan ini.
Maka, seharusnya penguasa di negeri-negeri Muslim itu segera mengirimkan pertolongan buat saudara mereka. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah:
“Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kaliam wajib memberikan pertolongan.” (TQS. Al- Anfal: 72)
Kejadian ini sekali lagi menjadi potret marginalisasi perempuan Muslim oleh sistem sekuler kapitalisme. Sistem kapitalis yang menjunjung tinggi liberalisme. Kenyataannya hanya menjadikan umat Islam sebagai warga negara kelas dua dalam hukum, dan mencegah partisipasi penuh mereka dalam masyarakat. Jika mereka mematuhi kewajiban Islam. Ini menunjukkan kekeliruan negara sekuler yang membenarkan intervensi terhadap muslim. Padahal intervensi ini hanya akan menambah api islamofobia yang berkobar di berbagai negara.
Islamofobia dan kebijakan pemerintahan antimuslim sekuler lah sejatinya yang telah memicu prasangka dan kebencian terhadap muslim dan Islam, dan menghasut rasisme. Di sisi lain, semua ini menunjukkan kotradiksi sekularisme, dimana salah satu nilai masyarakat demokratis adalah terbuka. Namun teryata mengesahkan diskriminasi agama. Ini lulucon dan kemunafikan penerapan sekularisme terhadap kebebasan beragama.
Bagi mereka yang dijamin hanya memeluk agama tertentu. Selain dari itu, sistem sekularisme tidak dapat mengakomodasi kayakinan agama individu. Artinya, umat Islam tidak akan pernah diterima sepenuhnya dalam sistem sekularisme-kapitalis. Ini sehrusnya menjadi pengingat nyata bagi umat Islam diseluruh dunia, bahwa mereka tidak boleh menaruh harapan dan kepercayaan pada sistem sekularisme-kapitalis ini yang untuk melindung hak mereka dan dalam menjalankan kayakinan yang bebas dari pelecehan, diskriminasi, dan ketakutan.
Larangan hijab ini adalah bagian dari bukti kekejaman rezim islamofobia India terhadap Muslim. Inilah gambaran bagaimana sekularisme dengan dalih kebebasan bisa seenaknya menyakiti kaum Muslim. Apalagi sejatinya adalah sebuah aturan yang sangat rentan menciptakan permusuhan dan chaos di tengah masyarakat luas.
Sekularisme adalah jiwa dari sistem kapitalisme yang terang benderang menjauhkan manusia dari Sang Pencipta dan cenderung menciptakan pertikaian dan ketidak amanan nyawa manusia. Sekularisme tentu berbeda 180 derajat dengan Islam.
Hanya sistem Allah yaitu khilafah berdasarkan metode kenabian yang dapat menawarkan muslim dan non muslim sebuah tempat dimana hak mereka untuk menjalankan keyakinan agama jauh dari pelecehan dan campur tangan negara.
Ini diabadikan dalam hukum dan tidak pernah bisa ditinggalkan berdasarkan prasangka, bias, dan kepanikan mereka yang memerintahkan atau menghakimi. Karena semua ketentuan khilafah, didasarkan pada perintah Allah yang melarang segala bentuk diskriminasi antar warga berdasarkan agama, suku, ras, atau jenis kelamin. Karena Islam berasal dari wahyu Allah yang membawa rahmat atas sekalian alam dan hukum yang fitrah, menentramkan, dan membawa kedamaian.
Wallahu a’lam bis shawwab.
Post a Comment