Seolah ingin isu ini selalu hangat. Tak lelah-lelah pemerintah menggoreng dari waktu ke waktu agar narasi ini bisa diterima masyarakat.
Jokowi memperingatkan kepada semua jajaran TNI dan Polri disampaikan di Plaza Mabes TNI, "Paham radikal itu dipakai oleh para ekstrimisme dan para teroris jadi mimbar-mimbar dengan trem agama dipakai untuk mengacaukan situasi politik dan situasi sosial kehidupan masyarakat." Cilangkap, Selasa (1/3/2022)
Jokowi menghimbau kepada istri-istri anggota polri dan TNI untuk tidak mengundang penceramah radikal. Meskipun tidak menyebutkan personil dan namanya, tapi dengan tegas presiden menekankan agar ibu-ibu ini tidak sembarang mengundang penceramah atas nama demokrasi. (Suara.com)
Sehaluan dengan penguasa, BNPT pun merilis bagaimana ciri-ciri penceramah yang disebut radikal. Diantaranya adalah sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks. Ciri lain para pendakwah radikal juga disebut selalu menyebarkan paham khilafah dan menanamkan paham anti-Pancasila. penceramah radikal mengajarkan paham takfiri atau mengafirkan pihak yang berbeda paham ataupun agama. Para penceramah itu pun memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungannya.
Beriringan dengan tersebarnya berita ini, viral pula daftar nama Ustadz yang dilabeli intoleran dan radikal. "Beredar viral 180-an nama penceramah radikal dan disarankan nggak boleh diundang dan didengar," tulisan caption Felix Siauw dalam akun Instagram @felix.siauw, Minggu 6 Maret 2022.
Dari daftar 180 nama ustad radikal dan intoleran yang tersebar tersebut menempatkan 10 nama besar. 10 nama ustadz yang disebut radikal diantaranya ada nama Ustadz Ismail Yusanto, Ustadz Felix Siauw, KH Hafidz Abdurrahman dan Ustadz Fatih Karim.
Kemudian ada nama Ustadz Abdul Somad, Ustadz Yasin Muthahhar, Prof.Fahmi Amhar, Ustadz Farid Wajdi, ustadz Jamil Azzaini dan Ustadz Irfan Abu Naveed.
Sebenarnya ini bukanlah isu baru. Melainkan narasi lama yang terus dikembangkan. Tak henti-hentinya kafir penjajah berupaya untuk memadamkan cahaya Islam. Namun yang terjadi, semakin ditekan justru pendarnya semakin menyebar.
Radikal, adalah satu kata yang netral. Lain hal dengan mencuri atau mengkorupsi yang jelas mengandung makna negatif.
Radikal ini asalnya tidak mengarah kemana pun. Namun kemudian kata ini dinarasikan negatif oleh sekelompok orang yang memiliki kepentingan politik untuk mempertahankan tahta dan kuasa. Label Radikal disematkan pada pendakwah yang menginginkan tegaknya Islam di seluruh aspek kehidupan di bawah naungan Khilafah.
Isu ini pun tidak ada urgensinya bagi rakyat. Apa yang menjadi kebutuhan rakyat justru tidak segera dicari akarnya dan diselesaikan.
Lalu siapa yang terancam dengan keberadaan Ustadz yang masuk daftar penceramah radikal?
Jelas bukan umat. Sama sekali bukan. Justru mereka yang masuk daftar adalah ustadz atau ulama yang ilmunya dirindukan umat.
Yang merasa terusik dengan ulama radikal ini sebenarnya hanya penguasa. Entah itu penguasa negeri ini ataupun yang ada dibalik itu, korporat dan penjajah.
Karena adanya ulama' yang lurus ini mampu menggetarkan stabilitas kursi kekuasaan. Dengan adanya ulama-ulama ini umat mampu melihat ketidakbecusan penguasa mengurusi permasalahan rakyat. Mulai dari yang dekat, kelangkaan minyak goreng, brutalnya KKB yang menewaskan 8 orang, rapuhnya generasi yang terus digempur ide liberalisme dan pluralisme, juga maraknya judi dan riba yang menjadi penyokong ekonomi kapital. Dan masih sangat banyak persoalan yang menimpa umat yang menunjukkan ketidakmampuan sistem kapitalisme dan penguasa dalam menyelesaikan. Dan ini tidak ada kaitannya dengan radikalisme.
Post a Comment