Delay Pemilu, Ada Apa?



Oleh: Ummu Nafisa (Aktivis Muslimah)


Publik kembali disuguhi dagelan politik oleh elit penguasa. Sebelumnya muncul wacana usulan masa jabatan presiden 3 periode. Lantas saat ini publik kembali di hebohkan dengan penundaan pemilu 2024 dengan alasan perbaikan ekonomi akibat pandemi.


Namun, wacana tersebut dikritik berbagai pihak. Mulai dari partai politik hingga para pakar. Penundaan Pemilu 2024 dianggap tidak sejalan dengan semangat konstitusi. Selain itu banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa alasan tersebut adalah alasan yang mengada-ada. Pengamat politik Ujang Komarudin berpandangan, wacana penundaan Pemilu yang digulirkan itu dinilai merupakan pembegalan terhadap konstitusi.


Para partai oposisi secara terang-terangnya menolak wacana tersebut lantaran ingin segera meraih kursi parlemen di saat elektabilitas sedang tinggi. Namun kubu koalisi tetap menghalalkan secara cara untuk memperpanjang masa jabatan yang menguntungkan mereka serta menambah waktu menyiapkan diri untuk pemilu berikutnya.


Selain mendapat banyak kritikan, penundaan pemilu juga menimbulkan banyak spekulasi yang mengarah kepada pelanggengan kekuasaan rezim saat ini. Nyatanya tidak sekali-dua kali rezim membuat kebijakan yang terkesan memaksakan kebijakan hanya untuk kepentingan mereka semata.


Inilah wajah asli sistem demokrasi. Sistem yang menciptakan para elit penguasa dengan watak kapitalistik. Elit penguasa yang menjadikan rakyat sebagai tameng untuk melindungi kekuasaan mereka. Miris memang, namun nyatanya inilah kehendak para penguasa kapitalis-liberal. Mereka menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat pribadi semata. Hasrat untuk menumpuk kekayaan tanpa memperhatikan halal dan haram.


Inilah ideologi kapitalis neoliberal, Kebijakan-kebijakan yang mereka buat hanyalah untuk mengokokohkan kepentingan individu-individu tertentu yang hasil akhirnya adalah mengkebiri hak-hak rakyat.


Islam Ciptakan Penguasa yang Amanah

Islam adalah agama yang paripurna, mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk di dalamnya masalah kepemimpinan negara. Sistem kepemimpinan ini disebut khilafah. Sistem yang lahir dari hukum syara’ bukan lahir dari pemikiran manusia. Dengan demikian kedudukannya lebih kuat karena yang menetapkan adalah Sang Pencipta Manusia.


Sistem khilafah sangat berbeda dengan sistem demokrasi yang diemban dunia saat ini. Dalam demokrasi pemimpin berfungsi sebagai lembaga eksekutif yang menjalankan amanah rakyat. Namun nyatanya yang disebut “rakyat” hanyalah sebatas para pemilik modal dan kekuatan. Sehingga dalam demokrasi pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator semata yakni memberikan fasilitas bagi orang-orang bermodal untuk menguasai negara.


Sedangkan dalam Islam, pemimpin memiliki dua fungsi utama, sebagai raa’in dan junnah bagi umat. Kedua fungsi ini dijalankan oleb para khalifah sampai 14 abad masa kegemilangan Islam. Pasang surut kekhilafahan secara sunnatullah memang terjadi  namun kedua fungsi tersebut tetap berjalan sesuai dengan koridor syara’, sehingga terbukti membawa kesejahteraan dan kejayaan umat Islam.


Khilafah adalah Raa’in

Khilafah sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Rasulullah SAW, bersabda :
“imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Al-Bukhari)


Kondisi ini di gambarkan dengan jelas ketika khalifah umar bin abdul aziz diangkat. Umar berkata: Duhai Fathimah!, aku baru saja dilantik menjadi pemimpin ummat ini. Lalu aku terfikir akan orang faqir yang kelaparan, orang sakit yang tersia-siakan, orang tak punya pakaian lagi kelaparan, anak yatim yang rapuh, janda yang hidup sebatang kara, orang yang dianiaya, pengelana, tawanan, orang yang sangat tua renta, orang yang mempunyai banyak keluarga, orang yang kekurangan, dan orang-orang yang serupa dengan mereka, yang berada di tepi daerah ini.


Aku mengetahui, bahwa sesungguhnya Tuhanku, Allah 'azza wa jalla, akan menanyakan perihal tanggungjwab itu semua kepadaku, kelak di hari kiamat. Maka aku khawatir, aku tidak bisa mempertanggungjawabkannya. Hatiku bersedih dan aku menangis." (Ibnu Katsir, Kitab Bidayah wan Nihayah, juz 9, hal. 214. Cetakan Darul Kutub al-Ilmiyah)


Khalifah sebagai Junnah

Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Sesungguhnya al-Imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhati, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Demikianlah Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu mengayomi dan menjamin hak-hak setiap warganya. Wallahu a’laam.
  

Post a Comment

Previous Post Next Post