Oleh Ummi Nissa
(Penulis dan Member Komunitas Muslimah Rindu Surga)
Orang kaya semakin bertambah kekayaannya, sementara yang miskin semakin melarat. Kondisi ini tampak nyata dalam kehidupan rakyat di negeri ini. Bagi yang memiliki modal besar peluang menambah pundi-pundi kekayaan semakin lebar. Sebaliknya, untuk rakyat kecil yang tidak memiliki banyak harta, hidup sejahtera hanyalah mimpi.
Realitas Beban Hidup Rakyat yang Semakin Berat
Saat ini keadaan ekonomi kian lesu, ditandai dengan banyaknya pekerja terkena PHK. Akibatnya pengangguran bertambah, juga daya beli masyarakat rendah. Kondisi ini diperparah dengan harga-harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik. Sehingga bagi sebagian rakyat terutama kelas ekonomi menengah ke bawah bisa dipastikan mereka akan merasakan himpitan beban hidup yang menyesakkan dada.
Di tengah kesulitan ekonomi tersebut rakyat masih harus dibebani dengan berbagai kebijakan pemerintah. Seperti kenaikan harga gas LPG (Liquefied Petroleum Gas), juga kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diikuti kenaikan tarif jalan tol.
Untuk kedua kalinya PT Pertamina (Persero) menaikkan harga gas LPG nonsubsidi rumah tangga untuk jenis Bright Gas 5,5 kg dan 12 kg, serta Elpiji 12 kg mulai Minggu (27/2/2022). Hal ini sebagai dampak dari mahalnya minyak dunia. Sebelumnya, Pertamina telah menaikkan harga gas LPG nonsubsidi pada akhir Desember tahun lalu.
Menurut Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & TradingPertamina Irto Ginting, penyesuaian ini dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas.Tercatat saat ini harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai USD 775 per metrik ton per Januari 2022, naik sekitar 21 persen dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021. (kumparan.com, 27/2/2022)
Sementara terkait kenaikan harga BBM yang tampak dilakukan terburu-buru pada tahun 2022 ini, Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat kecil yang banyak menggunakan BBM. Apalagi saat ini daya beli masyarakat masih lemah akibat pandemi Covid-19. Terlebih kebijakan ini diikuti dengan kenaikan tarif jalan tol, sehingga hal tersebut akan mempersulit perkembangan usaha kecil dan menengah. (detik.com, 23/2/2022)
Betapa berat beban yang mesti dipikul rakyat saat ini. Apa sesungguhnya yang menyebabkan semua ini terjadi?
Kesulitan Ekonomi Rakyat Akibat Penerapan Sistem Kapitalisme Sekuler
Di saat ekonomi rakyat kian menurun sebaliknya industri 'raksasa' milik asing justru meraup keuntungan besar di negeri ini. Salah satunya PT McDermott Batam Indonesia. Perusahaan asing ini mendapat megaproyek di tahun 2018 silam. Nilai proyek pertamanya mencapai USD 500 juta atau sekitar Rp7,5 triliun (kurs Rp15.000 per dolar) hingga USD 750 juta (Rp11 triliun). Proyek besar ini dinamakan Tyra Redevelopment Project, yang membangun infrastruktur minyak dan gas nasional milik Denmark (wellhead dan topside). (batamnews.co.id, 16/10/2018)
Tidak sebatas proyek Tyra saja, McDermott juga sudah mengantongi sejumlah proyek besar lainnya. Tyra sendiri merupakan nama ladang gas di Denmark. Memproduksi 90 persen gas untuk Bangsa Denmark. Sementara PT McDermott adalah perusahaan asal Amerika Serikat yang telah mengerjakan empat proyek besar di Indonesia sepanjang tahun 2021.
Sesungguhnya masih banyak perusahaan asing raksasa yang memperoleh keuntungan dari berbagai investasi di Indonesia. Semua itu menunjukkan bahwa negeri ini menganut sistem ekonomi kapitalisme sekuler. Negara hanya berperan sebagai regulator yang menetapkan kebijakan untuk melegalkan penguasaan kepemilikan umum atas nama kerjasama dan privatisasi. Tentu saja hal ini hanya menguntungkan bagi pihak pemilik modal.
Dalam sistem ini negara senantiasa memberi jalan kemudahan dan keleluasaan bagi para korporat (pemilik modal) untuk berinvestasi. Sebab dengan prinsip ekonomi liberal para pemilik modal bebas untuk mengembangkan hartanya dengan cara apapun.
Namun sebaliknya, regulasi untuk rakyat kian dipersulit. Penguasa seakan tidak peduli terhadap sesaknya masyarakat di tengah himpitan kebijakan yang menyengsarakan. Pada akhirnya menghilangkan peran negara dalam mengurusi urusan rakyat.
Bahkan penguasa pun sesungguhnya tunduk terhadap kepentingan para kapitalis yang telah mendukung keberadaanya di bangku kekuasaan. Dalam hal ini terdapat hubugan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) antara penguasa dengan pengusaha. Sehingga tidak heran untuk menjaga hubungan ini tetap harmonis, penguasa mengeluarkan kebijakan yang kerap memudahkan para kapitalis. Sebaliknya, rakyat kelas bawah senantiasa di posisi marjinal dan dihimpit kesulitan.
Pengaturan Islam Ditujukan untuk Mengatasi Kesulitan Rakyat
Saat ini rakyat tentu mengharapkan adanya perubahan dari kondisi yang serba sulit karena himpitan beban ekonomi, menjadi kehidupan yang lapang dan mudah dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sesungguhnya kondisi yang diharapkan ini hanya akan terwujud dalam sistem pengaturan Islam secara sempurna.
Dalam sistem kepemimpinan Islam, negara berfungsi sebagai pengurus urusan umat. Sehingga penguasa wajib menjamin semua kebutuhan pokok rakyatnya secara menyeluruh. Mulai dari kebutuhan sandang, pangan, papan, juga kebutuhan umum seperti pendidikan, layanan kesehatan, dan keamanan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Dalam rangka menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, negara akan mengatur proyek-proyek pembangunan untuk mengatasi kesulitan rakyat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Dalam sejarah peradaban Islam selama 1300 tahun, tertulis bahwa sistem kepemimpinan Islam senantiasa membangun proyek-proyek infrastruktur bukan untuk menambah pundi-pundi kekayaan para konglomerat namun untuk kemaslahatan umat.
Pemimpin dalam Islam senantiasa membangun infrastruktur sebagai wujud pelayanan negara terhadap urusan rakyatnya. Sehingga seluruh rakyat baik muslim ataupun nonmuslim bisa terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan semakin mudah.
Contohnya di masa Sultan AbdulHamid II pada tahun 1900, ia memerintahkan pejabat dan aparat di bawahnya untuk membangunjalur kereta api Hijaz. Pembangunan ini ditujukan untuk mempermudah jemaah haji ke Mekah. Sebelumnya mereka harus menempuh waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk bisa sampai ke kota suci dengan menunggangi unta.
Begitu juga dengan adanya pembangunan jalan umum beraspal di kota Baghdad, Irak. Infrastruktur ini pun dibangun untuk mempermudah transportasi masyarakat. Pembangunan jalan beraspal di kota tersebut telah dimulai sejak khalifah Al-Mansur padatahun 762 M.
Kemudian pembangunan bendungan di kawasan Sungai Tigris juga banyak dilakukan. Ilmuwan dan ahli teknik Muslim mengerahkan berbagai kemampuan untuk membangun bendungan yang difungsikan sebagai irigasi ataupun mencegah banjir.
Dengan kebijakan negara terkait proyek-proyek infrastruktur tersebut tidak lain sebagai penyokong layanan masyarakat dan kegiatan ekonomi. Selain itu sebagai upaya perwujudan kesejahteraan di bawah kendali negara. Dengan demikian kemudahan hidup rakyat dapat terpenuhi.
Terlebih jika pembangunan itu berkaitan dengan infrastruktur pengelolaan SDA seperti proyek Tyra yang dikerjakan perusahaan asing PTMcdermott. Tentu proyek semacam ini akan berada di bawah kendali negara bukan swasta. Sebab dalam sistem ekonomi Islam kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum. Sehingga negaralah yang wajib mengelolanya supaya rakyat dapat menikmati hasilnya, tidak terjadi komersialisasi.
Terkait anggaran untuk infrastruktur dapat diambil dari kas baitul maal pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum. Pos kepemilikan negara bersumer dari fa’i, kharaj, usyur, ghanimah dan lain-lain. Sementara sumber kepemilikan umum berasal dari pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara.
Inilah pengaturan Islam dalam infrastruktur untuk kemaslahatan umat bukan korporat. Sehingga beban ekonomi rakyat tidak terasa berat.
Wallahu a’lam bisshawab
Post a Comment