By : Insyriah
Fakta tersebut tidak menjamin kemakmuran pengrajin tahu tempe di Indonesia, nyatanya baru-baru ini para pengrajin tahu tempe mengalami kerugian, bahkan ada yang sampai mogok produksi, menutup usaha produksi tahu tempe mereka, dan ada juga yang mengakalinya dengan merubah ukuran produk tahu tempe yang dipasarkan agar tidak merugi. Ini semua diakibatkan oleh tingginya harga kedelai impor. Dikutip dari KOMPAS.com. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan tingginya harga kedelai impor dikarenakan dua faktor, yaitu cuaca buruk di El nina Argentina Amerika Selatan. Sedangkan Amerika Selatan merupakan negara pengimpor kedelai selain Brazil. Factor kedua penyebab harga kedelai tinggi adalah Cina, karena Cina menjadikan kedelai sebagai pakan utama 5 miliar babi di Cina, itulah beberapa faktor penyebab tidak terkendalinya harga kedelai di Indonesia yang dikemukakan oleh Mendag. Di Indonesia kebutuhan kedelai per tahun adalah 3 juta ton ini tidak sebanding dengan jumlah kedelai yang mampu Indonesia hasilkan hanyalah 500 – 750 ton/tahun. kedelai dalam negeri tidak mampu mengcover kebutuhan yang dibutuhkan dalam negeri. Lantas mengapa tidak memproduksi kedelai lebih banyak dalam negeri sendiri, padahal dengan mengandalkan kedelai sendiri maka hal-hal diatas tidak perlu terjadi yang notabennya Indonesia pantas untuk menghasilkan lebih banyak kedelai sendiri, dengan kekayaan tanah yang subur dan predikat Negara agraris sangat memungkinkan untuk tidak harus mengimpor kedelai dari luar.
Beda halnya yang dikemukakan oleh Menteri Pertahanan Syahrul Yasin Limpo menyatakan sulitnya menstabilkan kebutuhan kedelai dalam negeri karena adanya pemotongan anggaran kebijakan refocusing akibat covid-19. Akibatnya, kebutuhan kedelai dalam negeri mau tidak mau harus diimpor sebanyak 2,4 juta ton dari Negara lain. Mentan juga menambahkan penyebab harga kedelai tinggi juga dipicu oleh petani dalam negeri yang tidak berminat untuk menanam kedelai karena harga jual yang murah. Dikutip dari Suara.com. Secara tidak langsung Menteri Pertahanan Syahrul Yasin Limpo menyalahkan anggaran yang dipangkas karena refocusing akibat pandemi.
Ini membuktikan tidak adanya keseriusan pemerintah dalam mengatasi pengelolaan kemandirian pangan di Indonesia karena sampai saat ini masih belum ada jalan keluar yang dapat diambil oleh pemerintah yang notabenya sistem yang diemban adalah kapitalisme liberal, Negara gagal dalam mewujudkan kedaulatan pangan sebaliknya hanya menguntungkan segelintir orang–orang tertentu, dengan cara lebih mengutamakan mengimpor daripada memperbaiki pengelolaan produk pangan dalam negeri sendiri. Sehingga mempermudah para pemilik modal (kapitalis) asin dan aseng dalam mengendalikannya.
Post a Comment