Ada Apa di Balik Dana PEN?


Oleh : Yuliatin

Kabupaten Situbondo dikenal dengan mayoritas masyarakatnya yang cinta damai, baru-baru ini dikagetkan dengan kabar yang mengejutkan. Ratusan masyarakat, melakukan aksi unjuk rasa mendukung Kejaksaan Negeri Situbondo dalam menangani kasus dugaan korupsi jasa konsultansi pembuatan dokumen UKL UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan) pada Dinas Lingkungan Situbondo sebagai persyaratan pinjamanan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp. 249 miliar. 

Dalam aksinya massa juga mendesak Bupati Situbondo, Karna Suswandi mudur dari jabatannya. Sebab, bupati dinilai memaksa untuk melakukan pinjaman Dana PEN tersebut. (BeritaNasional.id).

Jika kabar ini benar adanya, maka barang tentu sangat mengecewakan masyarakat Situbondo, sebab masyarakat berharap banyak pada pihak pemerintahan, termasuk Bupati. Jika para pemerintah yang berkuasa tak lagi amanah, lantas pada siapa masyarakat menggantungkan harapan?

Pada sistem saat ini, fenomena korupsi bukan menjadi hal yang tabu bagi khalayak. Tidak menutup kemungkinan, saat ini korupsi seakan tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan. Kerap kali pemerintah atau penguasa tingkat bawah maupun tingkat atas melakukan tindak memalukan tersebut.

Sudah menjadi rahasia umum, untuk memperoleh kursi kesuasaan sangatlah dibutuhkan dana yang tidak sedikit, maka untuk mengembalikan dana yang dikeluarkan, korupsi bisa menjadi salah satu sarananya. Sebagai masyarakat, tentu tidaklah menginginkan pemimpin yang korupsi lagi abai. 

Para koruptor berdasi, tak ubahnya bak tikus kelaparan yang siap membabat habis hak rakyat. Kandidat koruptor baru akan terus bermunculan, sebab hukum bagi koruptor cenderung ringan dan tidak sepadan.

Dana PEN ternyata tak semanis harapan, dibalik banyaknya bantuan yang diserahkan kepada rakyat nyatanya harus dibayar bukan murni gratisan, rakyat kembali harus menanggung beban hutang dengan bunga yang berkali-kali lipat menyesakkan. Hal ini juga berimbas pada harga-harga barang yang mengalami kesulitan dan kenaikan.

Apalagi ketika penguasa sudah menjadi kaki tangan para pemilik modal, sudah pasti yang dipikirkan bukan lagi rakyat, melainkan hanya fokus pada pendapatan dan membela yang bayar bukan yang benar. Tidak peduli pada dosa yang akan didapatkan, karena sejatinya dalam kapitalisme yang jadi tujuan utamanya adalah keuntungan. 

Padahal ketika memimpin atau menjadi penguasa, harusnya bukan hanya berorientasi pada untung-rugi semata, melainkan harus benar-benar mengurus kebutuhan rakyatnya. 

Penguasa harusnya mampu amanah dan bertanggungjawab penuh terhadap warga negara. Sebagaimana dalam Islam, pemimpin itu laksana kesatria yang rela mengorbankan dirinya demi kepentingan rakyatnya. Seperti yang telah dilakukan Umar bin Khattab r.a. dengan tingkat kepeduliannya yang tinggi dan benar-benar menjalankan amanahnya, rela memanggul sendiri  kebutuhan pokok untuk rakyatnya.

Islam memang memuliakan pemimpin, tetapi tidak bagi pemimpin atau penguasa yang zalim, yang mengingkari amanahnya. Seorang penguasa dalam Islam adalah pelayan umat, yang memang wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dan hak-hak setiap warga negara, termasuk kebutuhan pokoknya.

Wallahu'alam bish showwab

Post a Comment

Previous Post Next Post