UU IKN, Tipu Daya Demokrasi Yang Merugikan Rakyat

 

Oleh Rokayah
Muslimah Peduli Umat


Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) resmi disahkan menjadi undang-undang (UU). Pengesahan RUU itu disepakati dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (18/1/2022).

Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan dalam rapat kerja dengan pemerintah sebelumnya juga telah disepakati bahwa Ibu Kota Negara yang baru itu diberi nama Nusantara. Hampir semua dari sembilan fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU IKN menjadi undang-undang, kecuali fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Dalam rapat kerja tersebut, delapan fraksi (PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP) serta Komite I DPD RI menyatakan menerima hasil pembahasan RUU tentang IKN dan melanjutkan pengambilan keputusan selanjutnya pada pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI. Sedangkan fraksi PKS menolak hasil pembahasan RUU tentang IKN dan menyerahkan pengambilan keputusan selanjutnya pada pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI.

Rencana pemindahan Ibu kota negara akan mulai direalisasikan dalam waktu dekat. Di tengah perekonomian yang belum pulih karena pandemi, puluhan juta rakyat menjadi miskin dan utang luar negeri pun semakin menumpuk, pemerintah tetap bersikeras dengan kemauannya yang ingin memindahkan ibu kota ke daerah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Banyak pihak mempertanyakan kebijakan yang telah disepakati para wakil rakyat dan pemerintah. Benarkah rencana ini cerminan suara rakyat atau hanya ambisi penguasa saja? Faktanya Pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menyampaikan sejumlah alasan pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke wilayah lain.

Kala itu, beberapa alasan yang disampaikan Jokowi antara lain, jumlah penduduk yang kian padat, pencemaran lingkungan, kemacetan, hingga banjir.

Jokowi mengatakan dari data yang diterima, jumlah penduduk di Pulau Jawa mencapai 57 persen dari total penduduk Indonesia. Rakyat justru banyak yang menolak rencana ini. Bahkan warga Kalimantan Timur sendiri yang jadi lokasi pembangunan IKN, khususnya warga Penajam Paser, juga merasa tidak pernah dimintai persetujuannya. Banyak muncul kecurigaan kalau pembangunan IKN ini hanya akan menguntungkan kaum oligarki, terutama para pemilik lahan, investor lokal maupun asing, bukan untuk rakyat.

Ironinya, semua kepentingan kaum elit itu disahkan atas nama rakyat. Inilah bagian tipudaya demokrasi. Rakyat pun masih banyak yang percaya kalau demokrasi akan menjadikan suara mereka berdaulat. Padahal kenyataannya mustahil.

Sepintas memang aturan-aturan yang di buat oleh penguasa seperti UU IKN tampak bagus dan logis, misalnya dengan alasan menghindari banjir, menaikkan perakonomian, agar terhindar dari kemacetan dan tidak mengandalkan APBN. Namun, jika kita telusuri dengan detail dan teliti akan ada kenyataan bahwa  semua akan berpotensi merugikan rakyat.

Karena itu wahai kaum muslim sesungguhnya tidak ada yang bisa memberikan keadilan dan pembelaan pada umat kecuali syariat islam. Janganlah kita terpedaya dengan slogan kedaulatan milik rakyat dalam sistem demokrasi. Kenyataannya, hak-hak kita dirampas untuk diberikan kepada segelintir orang. Padahal Allah Swt. telah mengingatkan kepada kita dalam Alquran surat Al-Infithar (82): 6 yang artinya, "Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maaha Mulia".

Sesunghuhnya hanya dengan penerapan aturan Islam, rakyat akan memperoleh keadilan.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post