Rusunami: Program Satu Hati atau Setengah Hati?



Wali Kota Medan, Bobby Nasution menyambut baik ajakan kerjasama yang ditawarkan PT Waskita Karya Realty (WKR) untuk pengembangan kawasan kota di sejumlah aset milik Pemko Medan. Meski demikian orang nomor satu di Pemko Medan itu berharap agar pengembangan yang dilakukan dapat berfokus pada pembangunan rumah susun sederhana milik (Rusunami) (pemkomedan.go.id, 25/01/2022).

Sebenarnya pembangunan rumah susun bersubsidi (rusunawa maupun rusunawi) yang digagas oleh pemerintah masih menyisakan permasalahan pelik bagi masyarakat berpenghasilan rendah, baik di skala pusat maupun daerah. Walaupun pada tahun-tahun sebelumnya peminat rusunami sempat membludak, namun masih banyak ketimpangan yang terjadi dilapangan. Kondisi ini pada akhirnya membuat pembangunan tersebut bukan malah membantu masyarakat dalam hal tempat tinggal, namun justru menggantungkan nasib masyarakat.

Hal ini terlihat jelas bahwa persoalan tempat tinggal masyarakat acapkali menjadi polemik selama sistem kapitalisme masih membelenggu kehidupan mereka. Dalam sistem kapitalisme, keberadaan swasta seringkali menjadi tameng bagi pemerintah untuk memuluskan jalannya urusan pemerintahan. Sehingga rencana apapun yang akan dikembangkan, pemerintah tidak bisa lepas dari kerjasama dengan pihak swasta. Alhasil fokus pemerintah sudah teralihkan. Seharusnya kepentingan rakyat yang difokuskan, berganti menjadi para kapitalis yang nantinya akan dilayani. Bahkan satu sisi, hilangnya peran negara serta runtuhnya independensi negara juga membuat masyarakat harus terkena imbasnya.

Adalah hal yang wajar jika dalam pengembangan kawasan tertentu, misalnya pembangunan rusunami, dijadikan ladang bisnis lantaran hasil yang diperoleh akan cukup menggiurkan. Seolah seperti berenang sambil minum air. Begitupun membangun perumahan sembari menuai profit. Padahal jika seperti ini konsepnya, rumah bersubsidi hanya akan menjadi nama. Sebab tidak semua masyarakat berpenghasilan rendah bisa mendapatkannya. Pada akhirnya, program rumah susun dan sejenisnya tidak akan tepat sasaran. Masyarakat yang tak memiliki tempat tinggal, mereka akan tetap pada kehidupannya. Sehingga sangat tampak kesenjangan sosial yang dipertontonkan oleh sistem kapitalisme-sekularisme ini.

Rencana pengembangan rusunami tersebut tidaklah sepenuhnya menjadi solusi bagi masyarakat yang saat ini belum mendapatkan tempat tinggal yang layak. Sebagaimana diketahui, keberadaan rusunami jauh lebih terjamak oleh masyarakat mampu (berpenghasilan tinggi) untuk mereka jadikan sebagai investasi. Begitupun dengan kisaran harga yang dipatokkan, ternyata masih belum menyentuh kondisi ekonomi masyarakat bawah. Sebab hubungan kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta, keduanya meniscayakan adanya perolehan keuntungan sebanyak-banyaknya dari pengembangan infrastruktur yang dibangun.

Beginilah nasib masyarakat di dalam sistem kapitalisme. Mahal bagi mereka untuk sekedar  mendapatkan kehidupan yang layak. Sistem kapitalisme telah menggadaikan nasib rakyat. Sebab kehidupan bernegara dalam sistem ini lebih mengutamakan manfaat dan keuntungan semata. Kebijakan, program, bahkan sampai aktivitas pelayanan publik dibuat berdasarkan apa yang menjadi landasan sistem kapitalisme ini –manfaat dan keuntungan-. 

 Berbeda dengan sistem kapitalisme. Sistem Islam merupakan satu-satunya sistem yang dalam kurun waktu 13 abad berhasil mencatat sejarah kehidupan ummat manusia yang berada di dalam naungannya. Di dalam Islam, negara akan menjalankan perannya tanpa campur tangan pihak lain, yaitu sebagai raa’in ummah atau pelayan ummat. Islam merupakan sistem yang lengkap dan menyeluruh, tentu memiliki aturan yang mampu menyejahterakan rakyatnya tanpa menimbulkan ketimpangan.

Dalam sistem Islam, negara akan memberikan fasilitas memadai yang diperuntukkan bagi setiap warga negara. Bahkan negara akan memberikan rumah gratis bagi warga negara yang kurang mampu. Menjamin tempat tinggal yang layak, sehat dan nyaman merupakan salah satu kewajiban negara yang akan dipenuhi dan pastinya terbebas dari ‘embel-embel’ subsidi. Karena idealnya, setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, tentram dan sejahtera. 

Pada kondisi tertentu, jika negara akan mengembangkan kawasan yang terdapat dibeberapa wilayah, negara akan memanfaatkan potensi ataupun kekayaan alam yang dimiliki untuk membangun infrastruktur seperti perumahan tanpa menjadikan rakyat sebagai ladang bisnis. Negara akan turun langsung mengelolanya dan memanfaatkan hasilnya untuk kemudian dikembalikan lagi kepada rakyat. Dalam hal ini, ketiadaan pihak swasta tentu tidak akan membelenggu negara maupun rakyat.

Dengan demikian, satu-satunya solusi yang mampu menjamin ketentraman dan kesejahteraan masyarakat hanyalah sistem Islam. Sistem Islam akan memberikan kesejahteraan secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan manusia, bukan hanya sekedar tempat tinggal. Namun hal tersebut hanya bisa terwujud apabila syari’at Islam kaffah diterapkan di dalam sebuah institusi global, yaitu daulah Islamiyyah. Wallahua’lam.

Bazlina Adani
Mahasiswi UMN AW Medan

Post a Comment

Previous Post Next Post