Penghapusan Tenaga Honorer, Bukti Kegagalan Negara


Oleh Susci
 (Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Banggai Laut, Sulteng)

Para tenaga honorer tengah dihampiri kecemasan. Pasalnya, pemerintah telah menyusun rencana penghapusan tenaga honorer di tahun 2023. Rencana tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahto Kumolo.

"Terkait tenaga honorer, melalui PP (peraturan pemerintah), diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan 2023." (liputan6.com, 22/1/2022)

Sehingga diperkirakan status pegawai pemerintahan di tahun 2023 hanya mencangkup dua pegawai yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Rencana tersebut berhasil menggalaukan tenaga honorer. Ketakutan akan pemberhentian mereka mulai menghantui. Nampaknya, negara tidak begitu memperhatikan dampak yang akan dirasakan oleh para honorer kala ini dan ke depannya.

Negara seharusnya menyadari bahwa dengan jumlah honorer yang dinilai tidak sedikit ini akan mengakibatkan pengangguran meningkat yang berimpak pada peningkatan kemiskinan. Para honorer juga tidak begitu berharap pada pencapaian PNS dan PPPK, dimana memiliki beragam persyaratan dan prosedur kerja yang tentu tidak membutuhkan pegawai PNS atau PPPK dengan jumlah yang banyak. 

Selain itu, kebutuhan hidup yang makin meningkat masih menjadi polemik yang terus dirasakan masyarakat. Sehingga, jika pengangguran besar-besaran terjadi, maka pemenuhan kebutuhan hidup terhambat, masyarakat akan mengalami kesusahan.

Oleh karena itu, negaralah yang bertanggung jawab atas segala kebutuhan masyarakat baik penyediaan maupun penyaluran. Sehingga dapat mencapai kesejahteraan yang dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat. Sekalipun negara memberhentikan para tenaga honorer, negara tetap menyediakan lapangan pekerjaan lain sebagai penunjang keberlangsungan kebutuhan hidup.

Namun, hal tersebut tidak didapati pada negara yang menerapkan kapitalisme sekularisme. Sistem yang berperan memisahkan agama dari kehidupan dan mengedepankan pemuasan jasmani semata. Penerapan sistem inilah yang menjadi dalang dari segala macam problematika negara. Penerapan kapitalisme sekularisme berhasil menjadikan para penganutnya memandang bahwa kekayaan dan kekuasaan adalah hal yang utama. Sehingga, wajar saja jika pemberhentian tenaga honorer dilakukan untuk meringankan APBN negara yang nantinya akan dialokasikan untuk proyek pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur yang membutuhkan dana besar.

Ironisnya, tindakan negara belum juga menyadarkan sebagian masyarakat bahwa pemerintah tidak begitu peduli dengan keadaan mereka. Pemindahan ibu kota begitu gencar dijalankan, sekalipun harus menggunakan APBN negara. Padahal jika diamati pemindahan ibu kota belum terlalu penting untuk diutamakan. Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan pemulihan ekonomi yang mengalami kelumpuhan akibat merebaknya pandemi Covid-19. Pemulihan ekonomi pula tidak boleh dengan hutang dan pajak. Sebab, hal tersebut akan merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, negara harus bijak mengelola SDA dan SDM yang ada agar ekonomi negara kembali pulih dan negara lebih mudah menyediakan dan meyalurkan kebutuhan masyarakat. Sehingga, dapat meminimalisir bahkan meniadakan kemiskinan.  

Khilafah Penunjang Kesejahteraan

Kapitalisme sekularisme telah terbukti gagal memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Berbeda halnya dengan Islam yang diterapkan dalam bentuk pemerintahan dan pernah dipraktikkan oleh Rasululullah saw. dan para sahabat terdahulu yang pemerintahannya disebut khilafah. Khilafah merupakan negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam dan menyebarkan Islam ke penjuru dunia.

Di dalam khilafah, tidak akan menentukan adanya perbedaan dari segi kepegawaian selain melihat pada wawasan dan keterampilan. Khilafah tidak melakukan seperti halnya yang dilakukan oleh negara hari ini yang membagi bagi kepegawaian berdasarkan jabatan. Makin tinggi jabatan, makin tinggi pula gaji yang akan diperoleh. Tolak ukur meraih jabatan menurut kapitalisme sekularisme adalah masyarakat yang memiliki status sosial, lahir dari keluarga yang terkenal, berpendidikan tinggi dan lain sebagainya. Tanpa melihat wawasan dan keterampilan mereka.

Ketika khilafah menempatkan kepegawaian berdasarkan wawasan dan keterampilan, maka khilafah akan memberikan upah sesuai dengan apa yang mereka keluarkan tanpa ada yang terzalimi. Dalam pembagian jabatan pun, khilafah tidak melihat status sosial, ras, lulusan dan lain sebagainya. Namun, khilafah akan tetap melihat pada wawasan dan keterampilannya. Sehingga, penempatan dan upah yang diberikan jelas pembagian dan penyalurannya.

Selain itu juga, khilafah tidak akan memberhentikan para pegawainya dengan alasan kekurangan dana anggaran negara. Sebab, negara memiliki sumber pemasukan tetap dan sistem keuangan yang anti krisis.  Sekalipun khilafah memberhentikan kepegawaian mereka, khilafah akan tetap mencarikan dan menempatkan mereka dipekerjaan lain. Sehingga, para pegawai yang terancam pekerjaannya tidak merasa khawatir. Sebab, jaminan kehidupan mereka menjadi tanggung jawab khilafah.

Dana anggaran khilafah minim didapati mengalami kekurangan. Sebab bentuk pengelolahan ekonominya yang jauh dari ribawi. Khilafah akan memanfaatkan SDA dan SDM negara sebagai pendapatan terbesar negara. Di dalam khilafah, terdapat lembaga yang bertugas mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan harta negara sesuai koridor Islam. Lembaga tersebut dikenal dengan sebutan Baitul Mal. Sumber pemasukan Baitul Mal berasal dari fa'i, jizyah, kharaj, zakat, dan ghanimah.

Alhasil, dengan penerapkan Islam dalam bingkai khilafah, maka kesejahteraan masyarakat akan terjamin. Sebab, berasal dari Allah Swt. Tidak ada yang berhak menentukan dan membuat hukum selain Allah Swt. Oleh karena itu, sudah sepantasnya umat mencampakkan sistem kufur kapitalisme sekularisme dan beralih pada sistem Islam yang benar.

Wallahua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post