PENGHAPUSAN HONORER, SOLUSIKAH ?


Oleh: Lubna Kanza

Tenaga honorer tengah dirundung kecemasan perihal rencana pemerintah dalam penghapusan status tenaga honorer pada tahun 2023 mendatang. Wacana ini disampaikan langsung oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo. 

"Terkait tenaga honorer, melalui PP (peraturan pemerintah), diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan 2023," kata Tjahjo Kumolo.

Ia menjelaskan, status pegawai pemerintah di tahun 2023 nanti hanya ada dua saja yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua status tersebut disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Rencana tersebut menuai banyak respon dari tenaga honorer, salah satunya datang dari Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I), Titi Purwaningsih yang menilai kebijakan penghapusan status tenaga honorer pada tahun 2023 itu tidak manusiawi. Sebab, pemerintah tidak memberikan solusi pasti bagaimana nasib tenaga honorer kategori 2 (K2) kedepannya.
Dalam penjelasan Plt Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce, mengatakan para eks tenaga honorer tetap diberi kesempatan masuk ke dalam pemerintahan, namun harus mengikuti seleksi dalam bentuk PPPK maupun CPNS. Melalui seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) ini, Averrouce meyakinkan eks tenaga honorer tetap memiliki hak yang sama.
Nyatanya seleksi ini pun banyak menuai polemik, mulai dari syarat usia, proses seleksi, sampai pada kuota yang masih terbatas, sehingga peluang para honorer menjadi sangat sedikit. Ini jelas bahwa tidak semua tenaga honorer akan diangkat menjadi ASN, justru ada kemungkinan akan dilakukan penghilangan lapangan pekerjaan yang didapat sebagai honorer. 

Sebagaimana pendapat Trubus Rahadiansyah dari Univeritas Trisakti. Beliau menilai jika pemerintah mengganti honorer dengan PPPK maka sektor swasta akan kehilangan tenaga kerja honorernya. Sebab karena pemerintah tak mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup, maka sektor swastalah yang menjadi harapan bagi para tenaga honorer ini. Namun jika status ini diganti sejalan dengan kebijakan seleksi yang berbelit, masalah yang ada akan menjadi tumpang tindih. Status dihapuskan-kouta terbatas-swasta kehilangan tenaga kerja honorer-lapangan kerja tak mencukupi-ribuan tenaga honorer tetap dalam ketidak sejahteraan selama bertahun-tahun.

Dengan ini dapat dikatakan bahwa pemerintah hanya sekedar membuat aturan tanpa adanya solusi yang tuntas.

Kebijakan yang ditetapkan pemerintah cendrung memberi shock terapi pada rakyatnya. Hal ini justru wajar terjadi karena kepemimpinan yang ada hari ini sangat kental dipengaruhi oleh sistem kapitalisme yang berstandar pada materi dengan asas untung rugi yang dijadikan sebagai orientasi atas semua kebijakan. 
Banyaknya polemik yang terjadi sampai hari ini semakin menambah fakta ketidakmampuan kepemimpinan sistem kapitalisme dalam upaya menjamin kesejahteraan rakyat, terutama tenaga honorer. Padahal kontribusi mereka tidak bisa hanya dilihat sebelah mata. 

Berbanding terbalik dengan sistem Islam yang pengaturannya mencakup segala lini kehidupan secara berkesinambungan. Islam memberi perhatian maksimal untuk mewujudkan sistem terbaik bagi rakyat dan semua yang terlibat di dalamnya, termasuk para tenaga kerja. Aspek pendidikan contohnya, dalam Islam, bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang sangat besar, sejalan dengan syariat islam yang menjadikan pendidikan sebagai salah satu pilar peradaban. Dari pelajar, pengajar, sampai fasilitasnya sangat dijamin, terbukti dengan kebijakan pemberian pendidikan sepenuhnya adalah tanggungjawab negara, yang berarti bahwa pendidikan gratis bagi seluruh pelajar, serta penghargaan yang tinggi bagi para pengajar.

Pada masa kekhilafahan Umar bin Khatab, seorang guru setingkat TK digaji sebesar 15 dinar emas, di mana 1 dinar adalah 4.25gr emas. Jika harga emas per gram berada pada kisaran Rp. 800.000 saja, maka gaji yang diberikan adalah sebesar Rp. 51.000.000. Kebijakan ini bisa diwujudkan sebab negara menggunakan ekonomi dengan sistem Islam pula yang mendukung dalam pembiayaannya.

Untuk membiayai fasilitas dan kebutuhan dasar publik, khilafah mengambil dana dari pos kepemilikan umum baitul mal yang berasal dari pengelolaan mandiri sumber daya alam. Sedangkan untuk jaminan dan kebutuhan tenaga pendidik, khilafah dapat mengambil dana dari pos kepemilikan negara baitul mal yang berasal dari Fayi, ghanimah, kharaj, dll. 

Jika manusia meyakini bahwa ia diciptakan oleh Allah, peraturan kehidupannya pun haruslah datang daripada-Nya. Maka, jika manusia menghadapai masalah dalam kehidupannya, solusinya pun haruslah datang daripada-Nya juga.
Wallahu a’lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post