Oleh: Nur Arofah
Pegiat Literasi
Kata ‘agama’ tak
henti-hentinya menjadi perbincangan di kalangan petinggi negeri. Keberagaman
agama dan suku bangsa lebih menarik terus ditelisik, setelah radikalisme dan
intoleransi. Padahal ada yang lebih penting dalam tatanan berbangsa yakni bagaimana
mengakomodir kesehatan, keadilan dan kesejahteraan ekonomi rakyat.
Isu dan pembahasan ‘agama’ menjadi sesuatu yang menarik dikulik, sebagaimana soal menggaungkan ‘salam Pancasila’ untuk menunjukkan toleransi. Sejak dicetuskannya salam Pancasila menuai gejolak di masyarakat yang diisukan mengganti salam keagamaan yakni Islam, yang ditolak kaum Muslimin.
Menurut ketua BPIP Yudian Wahyudi, walaupun diklarifikasi salam Pancasila bukan dimaksudkan mengganti ‘Asssalamu'alaikum’ di tengah publik, tapi ini sebagai jalan tengah kebangsaan yang bebas dari konsep teologis (AntaraNews.com, 23/1/2022).
Salam dijadikan dalihnya sebagai pemersatu dan menjadi salam kebangsaan, karena negeri ini mulitiagama, multisuku, dan multibudaya. Sebenarnya wajar setiap negara bercita-cita untuk menciptakan persatuan, kerukunan dan perdamaian. Tapi, bisakah salam sebagai pemersatu bangsa?
Sebenarnya, jika dicermati yang merenggangkan hubungan antara anak bangsa adalah masalah yang menyangkut ketidakadilan. Realitanya banyak perlakuan hukum yang tidak sama dalam merespons, contoh pada kasus penistaan agama. Ada yang cepat, lambat bahkan bebas begitu saja walaupun berbagai pihak melaporkan. Begitu juga, ketimpangan adil dalam ekonomi dan kesejahteraan antara satu daerah dengan daerah lain, hingga mereka menuntut untuk memisahkan diri, seperti Aceh dan Papua padahal itu daerah yang melimpah sumber daya alamnya.
Jelas bahwasanya pemersatu bangsa tidak sebatas ucapan salam tertentu, melainkan dengan ikatan yang khas, yakni ikatan ideologis. Ikatan ideologis di sini adalah Islam. Islam berhasil mempersatukan bangsa, karena perintah Allah untuk berbuat makruf kepada sesama manusia.
Terbukti dalam sejarah, bangsa Arab disatukan dengan ikatan akidah Islam, sebagai sebuah ideologi yang menjadi landasan sistem kehidupan yang diterapkan oleh institusi negara Islam yaitu sistem khilafah. Bangsa Arab di seluruh Jazirah Arab disatukan terlebih dahulu dengan Islam. Sebagai sebuah ideologi yang khas, Islam menyebar hingga menguasai Persia dan Romawi dan beragam bangsa-bangsa. Selanjutnya 2/3 dunia dalam kekuasaan khilafah selama 1300 tahun berdirinya.
Khilafah menyatukan mulitiagama, multietnis, multi budaya. Semua berada dalam satu ikatan akidah Islam. Khilafah membiarkan bagi yang tetap memilih keyakinan lamanya, sebaliknya bagi yang ingin memeluk Islam akan diterima. Mereka semua diperlakukan sama baik Muslim maupun non-Muslim, dalam jaminan kehidupan dan kesejahteraan.
Warisan Islam adalah bukti bahwa misi Baginda Rasulullah SAW sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta yakni bentuk kasih sayang, mengajak berkomitmen bersatu dan bersaudara. Inilah sejatinya peradaban mulia hanya terwujud dengan satu sistem berasas akidah Islam.[]
Post a Comment