PANIC BUYING MINYAK GORENG


Oleh: Pujiati

Minyak goreng merupakan salah satu bagian kebutuhan penting bagi masyarakat, namun akhir tahun 2021 harga minyak goreng mengalami kenaikan yang signifikan. Harganya yang tembus sampai Rp.20 ribu perliternya menjadi sorotan dan membuat masyarakat geram. Mahalnya harga minyak goreng dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak sawit mentah Crude Palm Oil (CPO). Akibat dari harga minyak goreng ini naik, Kementerian Perdagangan membuat kebijakan baru yaitu menetapkan Tiga Harga Eceran Tertingggi (HET) untuk Minyak goreng curah ditetapkan Rp 11.500 per liter, adapun kemasan sederhana Rp 13.500 per liter dan kemasan premium Rp 14.000 per liternya. Kebijakan HET ini mulai berlau per 1 februari 2022. Bahkan kemendag menegaskan akan ada sanksi bagi pelaku usaha yang melawan kebijakan HET (Republika.com). 

Namun kebijakan ini justru menimbulkan Panic Buying di kalangan masyarakat. Selama pandemi Covid-19, fenomena Panic Buying  seperti ini sering tejadi di Indonesia. Panic Buying sendiri adalah tindakan membeli sejumlah besar produk atau komoditas tertentu, karena ketakutan tiba-tiba akan kekurangan atau terjadi kenaiakan harga di waktu yang akan datang, sehingga ketika pemerintah mensubsidi dan memberlakukan kebijakan minyak goreng dengan satu harga, warga membludaki toko dan waralaba untuk mendapatkan minyak goreng harga murah. Padahal berdasarkan informasi dari Kementrian Perdagangan, kebijakan ini tidak hanya dibuka beberapa hari saja, melainkan 6 bulan lamanya. Namun nyatanya Panic Buying  ini tidak bisa dihindarkan dihari pertama pemberlakuannya (Kompas.com).

 Secara sadar ataupun tidak fenomena Panic Buying  muncul akibat tekanan kebijakan yang ada. Kesulitan ekonomi, kelangkaan barang, hingga naiknya suatu barang membuat masyarakat nekat melakukan pembelian besar-besaran akibatnya banyak toko langsung kehabisan stok minyak goreng bahkan masyarakat ada yang tidak kebagian. 

Reaksi rakyat ini seakan membuktikan seberapa besar kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Selama ini, rakyat merasa bertahan hidup sendiri. Kesulitan hidup membuat mereka tidak lagi mengikuti kata pemegang kebijakan. Subsidi yang bersifat terbuka rentan salah sasaran, sebab semua bisa mengakses dengan mudah. Potensi munculnya Panic Buying yang dilakukan oleh konsumen dengan kemampuan finasilal baik akan sangat besar, bahkan mungkin saja akan terjadi penimbunan oleh oknum untuk keuntungan pribadi. Pengurus Harian YLKI Agus Suyanto menyampaiakn bahwa subsidi ini kurang mekanisme dan pengawasan yang kuat sehingga rentan salah sasaran dan menimbulkan Panic Buying. (Kompas,20/1/2022).


Lemahnya Akidah ditengah-tengah masyarakat 
Persitiwa Panic Buying akan ketakutan kekurangan bahan pangan merupakan indikasi dari lemahnya keimanan masyarakat. Tidak kuatnya keyakinan mereka terhadap rezeki membuat mereka melakukan tindakan tersebut. Mereka takut jikalau suatu saat kehabisan minyak goreng akan makin tinggi sehingga mereka takut tidak mampu membeli lagi minyak goreng tersebut. Padahal rezeki tiap orang sudah diatur oleh Allah SWT. Keyakinan ini harus diyakini oleh setiap muslim agar mereka merasa tenang dalam menghadapi sesulit apa pun, seperti masalah kenaikan harga bahan pokok. Allah SWT berfirman, “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampui batas dimuka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat”. 9QS Asy-Syuraa:27), 

(Ummu Sidiq, Muslimah News). 
Perlu Penyelesaian Sempurna
Pemberian subsidi kala bahan pokok naik atau langka merupakan solusi pragmatis yang tidak mampu menyelesaikan masalah secara tuntas. Kebijakan seperti ini hanya dapat menyelesaikan masalah sesaat sama seperti seorang dokter yang mengobati pasien yang mempunyai penyakit kanker, hanya diberi obat pereda nyeri yang akan menghilangkan rasa sakit sesaat. Akan tetapi, akibat pusat sakitnya belum terobati, suatu ketika penyakit itu akan timbul lagi. Karnenya pemerintah harusnya mencari akar permasalahannya. 

(Ummu Sidiq, Muslimah News).
Islam Menjaga Kestabilan Harga
Islam menempatkan pasar dalam posisi yang sangat penting dalam kegiatan perekonmian. Pada masa Rasulullah saw, dan masa sahabat, peran pasar sangatlah besar terhadap kegiatan ekonomi umat. Rasulullah memandang harga yang terbentuk secara alamiah oleh pasar sebagai harga yang adil. Rasulullah menolak adanya intervensi pasar atau pematokan harga oleh pemerintah. Meski begitu, harga, harga yang terbentuk oleh pasar mengharuskan adanya prinsip moralitas, kejujuran, keterbukaan  dan keadilan. Untuk menjaga kestablian harga di pasaran dapat menempuh dua cara. Pertama, menghilangkan mekanisme pasar yang tidaak sesuai syariat, seperti penimbunan, intervensi harga dan sebagainya. Islam tidak membenarkan penimbunan  dengan menahan stok agar harganya naik. Abu Umamamh al-Bahili berkata. “Rasulullah saw, melarang penimbunan makanan”. I(hr Al-Hakim dan AL-Baihaqi). 

Jika pedagang, importir, atau siapa pun yang menimbun, ia akan dipaksa untuk mengeluarkan barang dan memasukannya kepasar. Jika efeknya bisa besar, pelakunya bisa mendapat sanksi tambahan sesuai kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan dampak dari kejahatan yang ia lakukan. Kedua, Islam tidak membenrakan adanya intervensi atau pematokan harga. Rasulullah saw, bersabda “siapa saja yang ,elakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslim untuk menaikan harga atas mereka maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukannya dengan tempat duduk dari pada api padad hari kiamat kelak”. (HR Ahmad, AL-Hakim dan AL-Baihaqi). 

Importer, pedagang dan lainya, jika menghasilkan kesepakatam harga, itu termasuk intervensi dan terlarang. Jika terjadi ketakseimbangan (harga naik/turun drastis), Negara melalui lembaga pengendali atau pengontrol harus segera menyeimbangkan dengan mendatangkan barang daerah lain. Dengan demikian, kekhawatiran terhadap lonjakan harga minyak goreng bisa diminimalisassi. Pasar murah bisa diadakan tidak hanya tatkala harga bahan pokok melangit, melainkan pada hari-hari biasapun tidak perlu ada pematokan harga karena setiap modal pedagang berbeda-beda. (MNews/Gz).
wallahualam

Post a Comment

Previous Post Next Post