Omicron Mengganas, di Mana Keadilan untuk Rakyat?


Oleh: Novalis Cinta Sari

 

Data Satgas Covid-19 mencatat kasus aktif nasional naik 24'979 per 4 Februari 2022 atau menjadi 140'254 kasus, jika ditotal dari banyaknya kasus aktif. Peringkat pertama sebagai wilayah dengan kasus aktif terbanyak ditempati DKI Jakarta, disusul Jawa Barat, kemudian Banten, Bali, dan terakhir Jawa Timur (bisnis.com).

Abraham Wirotomo sebagai Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden menuturkan bahwa akan terus melakukan konversi bed untuk Covid-19, sementara Kemenkes juga sudah mendistribusikan stok obat-obatan di Rumah Sakit. Kemudian, 1'011 rumah sakit dan 82'168 tempat tidur sudah disiagakan oleh pemerintah terhadap lonjakan kasus Covid-19. Selanjutnya, jutaan stok obat-obatan untuk tiga bulan berikutnya telah disiapkan, seperti Oseltamivir sejumlah 13 juta kapsul, Favipiravir 91 juta tablet, Remdesivir 1,7 juta vial, Azithromycin 11 juta tablet, dan multivitamin 147 juta (bisnis.com).

Perihal melesatnya penularan Covid-19 di negeri ini tentu saja sangat mengkhawatirkan, jika tidak diimbangi dengan respons yang cepat dan tepat. Kesehatan dan nyawa masyarakat tak akan terlindungi serta pemulihan ekonomi pun akan terhambat. Terbukti dari adanya laporan bahwa warga Jakarta mulai kesulitan mencari rumah sakit akibat mewabahnya Covid-19 varian Omicron.

Adanya himbauan pemerintah untuk menunda perjalanan luar negeri serta disiplin protokol kesehatan, tidak dibarengi dengan realisasi. Nyatanya masih saja ada orang-orang yang pulang pergi ke luar negeri dengan bebas, mulai dari kalangan pejabat hingga artis. Padahal siapa pun yang keluar masuk wilayah negara berpotensi membawa virus. Karena virus tidak pilah pilih terhadap target yang akan dihuni. Begitu pula dengan protokol kesehatan yang mulai dilupakan, banyaknya fenomena kerumunan di berbagai tempat tak luput dari pemberitaan media. Seperti di mall, kafe-kafe, tempat wisata, dan lokasi lainnya.

Penguasa seakan plin plan akan kebijakannya. Adanya sosialisasi tentang bahaya perjalanan luar negeri, tapi tetap membuka maskapai penerbangan. Vokal akan pentingnya protokol kesehatan, tetapi tidak menutup tempat kerumunan. Belum lagi adanya pembatasan aktivitas para pengiat ekonomi kecil di pinggir jalan yang tidak disuplai dengan kebutuhan.

Belum lama ini juga ramai di media sosial sebuah video yang mempertontonkan barongsai di dalam sebuah mall, hingga menimbulkan kerumunan padat. Pemerintah setempat akhirnya menjatuhkan sanksi denda Rp 500'000 kepada pengelola. Di lain tempat seorang pedagang kecil mendapatkan sanksi denda Rp 5'000'000, karena dinilai melanggar aturan PPKM Darurat.

Sungguh nyata adanya ketimpangan hukum di negeri ini. Ibarat segitiga yang terbalik menggambarkan kondisi hukum yang tumpul terhadap kalangan atas, tetapi sangat lancip kepada rakyat di bawah. Bagaimana keadilan dapat tegak jika aturan yang digunakan pun masih mengacu kepada sistem rusak, yaitu kapitalisme. Yang hanya akan menjerat rakyat ke dalam jurang kesengsaraan tak berujung.

Jika saja penguasa mau menerapkan aturan Islam yang menjadi solusi dari setiap permasalahan dalam semua aspek kehidupan, maka rakyat tidak akan ada yang merasa terbebani maupun merugi akibat penerapan aturan batil ini. Sangat berbeda dengan aturan Islam yang sahih.

Pemimpin maupun penguasa di dalam Islam sejatinya memiliki peran sebagai pengurus urusan seluruh umat, bukan hanya mengurus kepentingan segelintir individu saja. Maka dari itu agar keberkahan Allah dari langit dan bumi menghampiri negeri ini, perlu adanya sang pemimpin yang mampu menerapkan hukum Allah secara sempurna.[]



Post a Comment

Previous Post Next Post