Minyak Goreng Murah Di Tangan Korporasi, Korbankan Petani Kelapa Sawit



Oleh Ratna Ummu Rayan 
(Muslimah Peduli Umat)


Kementrian Perdagangan menetapkan batas harga bahan baku minyak goreng agar terjangkau oleh produsen. Kebijakan ini juga di dukung oleh kewajiban pemasokan bahan baku kedalam negeri dari eksportir bahan baku minyak goreng.

Kebijakan ini baru disampaikan Menteri Perdagangan, Muhammad Luthfi merespon harga minyak goreng yang terhitung tinggi. Sebelumnya, ia juga menetapkan minyak goreng satu harga Rp 14.000 di toko, ritel modern pekan lalu.

Namun setelah mengevaluasi kebijakan itu, Mendag Luthi mengeluarkan kembali kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 20 persen bagi eksportir bahan baku minyak goreng. Serta Domestic Price Obligation (DPO) untuk harga bahan baku minyak goreng di dalam negeri.

Pada kebijakan pekan lalu, pemerintah menggelontorkan subsidi sebesar Rp 7,6 triliun dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) guna menstabilkan harga. Skemanya, selisih harga akan dibayarkan kepada produsen minyak goreng sebagai pengganti selisih harga keekonomian.

Akan tetapi, mulai 1 Februari 2022 karena harga CPO (Crude Palm Oil) sudah ditetapkan bahan bakunya sudah diturunkan harganya melalui DPO. Maka dalam hal ini, pembayaran selisih harga dari harga keekonomian ke harga HET tidak lagi diperlukan. Sehingga BPDPKS tak perlu lagi siapkan anggarannya. Ungkap Derektoral Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan dalam keterangan pers kamis 27/01/2022.

Dengan kebijakan ini, harga minyak goreng ditetapkan dalam tiga kelompok yaitu : Minyak goreng curah Rp 11.000 per liter, Minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter dan kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter.

Namun beberapa pihak menyangsikan kebijakan pemerintah ini. Direktur eksekutif Indef ,Tauhid Ahmad menilai kebijakan DMO yang diberlakukan pemerintah dalam mereda melambungnya harga minyak goreng ini kurang tepat." Masalah utama bukan pada suplai CPO, tapi karena harga CPO yang naik, dan kenaikan ini dibentuk oleh mekanisme pasar ", papar Tauhid.

Menurutnya pula," kebijakan DMO dan DPO ini sangat berpotensi menekan harga TBS atau buah kelapa sawit. Akibatnya, kesejahteraan petani akan menurun.

Sementara Direktur Palm Oil Agri Business Strategic Policy Institite (PASPI), Tungkot Sipayung mengungkapkan "kebijakan ini bisa menimbulkan penyelewengan berupa penyelundupan keluar negeri jika harga terlampau murah".

Memang benar kebijakan penguasa ini dalam menyelamatkan konsumen minyak goreng, tetapi disisi lain mengorbankan petani kelapa sawit. Bahkan kebijakan ini sarat dengan kepentingan para kapital. Karena dengan penurunan harga CPO dan penetapan harga DMO 20 persen, tentu saja akan sangat menguntungkan perusahaan. Karena perusahaan minyak goreng akan mendapat harga bahan baku murah dan 80 persen produksinya bisa di ekspor keluar negeri.

Inilah watak penguasa dalam sistem kapitalisme. Bukannya bertindak sebagai pengurus urusan rakyat, tetapi justru berpihak pada kepentingan korporasi (pengusaha).

Berbeda dengan islam, dalam sistem pemerintahan Khilafah. Secara praktis, khilafah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dengan menjalankan ekonomi islam. Ada beberapa langkah yang harus negara lakukan dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat.

Pertama, terkait produksi, negara akan menjaga pasokan dalam negeri. Negara membuka akses lahan yang sama bagi semua rakyat untuk memaksimalkan harga produksi lahan. Mendukung para petani melalui modal, edukasi, pelatihan serta dukungan sarana produksi dan infrastruktur penunjang. 

Kedua, terkait distribusi. Negara akan menciptakan pasar yang sehat dan kondusif. Mengawasi rantai tata niaga dan menghilangkan penyebab distorsi (penyimpangan) pasar.

Ketiga, negara mengawasi penentuan harga mengikuti mekanisme pasar. Selain itu, khilafah wajib menjalankan politik perdagangan luar negeri secara independen (mandiri).

Allah SWT berfirman:" Maka Allah akan memberi keputusan diantara kamu pada hari kiamat. Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang - orang beriman". QS An Nisa :141

Pengaturan perdagangan luar negeri wajib mengikuti syariat Islam dan mengedepankan kemaslahatan islam dan kaum muslimin. Khilafah berlaku sebagai penentu serta pengatur pelaksanaan perdagangan luar negeri, baik oleh individu maupun atas nama negara.

Semua pelaksanaan itu dengan memperhatikan status negara sebagai pengekspor ataupun sebagai pengimpor. Negara akan memperhatikan jenis komoditas bernilai strategis atau tidak. Serta rakyat membutuhkannya atau tidak. Jika negara menjalankan semua hal tersebut, maka akan dapat meminimalisir bahkan mencegah terjadinya gejolak berbagai harga kebutuhan pokok rakyat.

Dengan demikian, jika islam adalah solusi satu - satunya untuk mengatasi persoalan kenaikan harga. Wajib bagi kita sebagai kaum muslim mengambil solusi tersebut. Caranya ialah dengan turut memperjuangkan sistem islam yakni Khilafah agar tegak di seluruh negeri muslim. Walhasil, kekayaan sumber daya alam (SDA) yang ada benar - benar bermanfaat dan bisa rakyat nikmati kerena terkelola dengan baik oleh khilafah. Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post