Minyak Goreng Murah, Berpotensi Penyelundupan, dan Kini Langka Dipasaran


Oleh: SITI KHADIJAH

Melalui Permendag nomor 01/2022 dan Permendag 03/2022, pemerintah menggelontorkan subsidi sebesar Rp 7,6 triliun dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) guna menstabilkan harga. Skemanya, selisih harga akan dibayarkan kepada produsen minyak goreng sebagai pengganti selisih harga keekonomian.

"Melalui Permendag 01 dan 03 itu dimana terjadi penggunaan anggaran BPDPKS ini tetap berlaku, tapi untuk periode 4-18 Januari 2022 dan 19-31 Januari 2022,” kata Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan dalam keterangan pers, Kamis (27/1/2022).

“Tapi mulai 1 Februari 2022 karena harga CPO (Crude Palm Oil) sudah ditetapkan dan bahan bakunya sudah diturunkan (harganya) melalui DPO, maka dalam hal ini pembayaran selisih harga dari harga keekonomian ke harga HET tidak lagi diperlukan. Jadi, BPDPKS tak perlu lagi siapkan anggarannya,” tuturnya.

Kebijakan DPO tersebut berpotensi menekan harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani. Karena harga CPO yang tinggi sekarang, harga TBS dari petani juga sudah tinggi yakni berkisar Rp 3.400 per kg. Tingginya harga TBS juga dipengaruhi oleh mahalnya harga pupuk saat ini. Apalagi, petani sawit tidak mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah.

Sementara, pemerintah menetapkan DPO minyak sawit yang rendah. Alhasil kebijakan itu diyakini membuat produsen minyak sawit akan menekan harga beli hingga ke level terbawah agar kebijakan DPO pemerintah dapat dipenuhi.

Konsekuensinya apa? Akan terjadi harga TBS yang tertekan baik bagi petani maupun perusahaan pekebun sawit. Konsekuensinya? Bisa jadi mereka tidak akan panen karena harga pupuk juga tidak turun.
Konsekuensi lain yakni petani maupun perusahaan pekebun pun akan mencari cara untuk memprioritaskan ekspor karena harga internasional yang tinggi. Meskipun, pemerintah telah menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) bagi seluruh ekspotir minyak sawit demi memastikan pasokan dalam negeri.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menerapkan mekanisme Domestic Market Obligation (DMO) bagi eksportir bahan baku minyak goreng. Ini akan berlaku bagi seluruh produsen minyak goreng di dalam negeri.

“Mekanisme kebijakan DMO berlaku wajib untuk seluruh produsen minyak goreng yang akan lakukan ekspor,” tegasnya.

Melalui aturan ini, produsen minyak yang juga pelaku ekspor perlu menyalurkan setidaknya 20 persen dari total volume ekspor di 2022.

Karena itu akan ada masalah yang mengintai di balik penetapan DMO yang dilakukan pemerintah tersebut di masa mendatang. Masalah itu bisa timbul mulai dari penampungan sementara untuk minyak goreng, kemudian akan ada permasalahan hukum berupa penyelundupan jika harga terlampau murah.

Jika pelaku usaha melakukan komitmen 20% untuk DMO itu, siapa yang mengelola dan di mana mau ditaruh, ada tangki penampungnya apa tidak? Lebih dari itu, kalau HET-nya terlalu kecil, ada kemungkinan nanti penyelundupan ke luar negeri.

“Selain Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) per tanggal 1 februari 2022 kami juga akan memberlakukan penetapan harga eceran tertinggi minyak goreng,” katanya dalam konferensi pers, Kamis (27/1/2022).

Rincian HET minyak goreng diantaranya, minyak goreng curah dipatok Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter. Kini nyatanya minyak goreng langka di pasar.

*Solusi yang ditawarkan*

Pertama, terkait produksi, negara akan menjaga pasokan dalam negeri. Negara membuka akses lahan yang sama bagi semua rakyat untuk memaksimalkan produksi lahan; mendukung para petani melalui modal, edukasi, pelatihan, serta dukungan sarana produksi dan infrastruktur penunjang.

Kedua, terkait distribusi. Negara akan menciptakan pasar yang sehat dan kondusif, mengawasi rantai tata niaga, dan menghilangkan penyebab distorsi pasar. 

Ketiga, negara mengawasi agar penentuan harga mengikuti mekanisme pasar.

Dalam menjalankan politik perdagangan luar negeri pemimpin wajib melakukan secara independen (mandiri). Allah Swt. berfirman, “Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu pada hari kiamat. Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS An-Nisa’: 141).

Pengaturan perdagangan luar negeri wajib mengikuti syariat Islam dan mengedepankan kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Khilafah berlaku sebagai penentu serta pengatur pelaksanaan perdagangan luar negeri, baik oleh individu maupun atas nama negara. Semua pelaksanaan itu dengan memperhatikan status negara (ekspor) ataupun asal (impor). Negara juga akan memperhatikan jenis komoditas, bernilai strategis atau tidak, serta rakyat membutuhkannya atau tidak. Jika negara menjalankan semua hal tersebut, akan dapat meminimalisir, bahkan mencegah terjadinya gejolak berbagai harga kebutuhan pokok rakyat.

Dengan demikian, jika Islam adalah solusi satu-satunya untuk mengatasi persoalan kenaikan harga, wajib bagi kita sebagai muslim untuk mengambil solusi tersebut. Caranya dengan turut memperjuangkan sistem Islam (Khilafah) agar tegak di seluruh negeri muslim. Walhasil, kekayaan SDA yang ada benar-benar bermanfaat dan bisa rakyat nikmati karena terkelola dengan baik oleh Khilafah.

Post a Comment

Previous Post Next Post