Minyak Goreng Langka, Adakah Terjadi Penimbunan?


Oleh: AstrIani Lydia, S,S

Kesulitan mendapatkan minyak goreng masih dialami kebanyakan warga masyarakat. Tidak hanya di desa, di kota pun mengalami hal yang sama. Pemerintah memang menurunkan harga pasaran minyak goreng, akan tetapi keberadaannya sulit ditemukan oleh masyarakat. Sehingga pembatasan pembelian pun dilakukan di berbagai mini market. “Saya sudah mencari minyak goreng kemana-mana tapi tidak ada. Minyak goreng mulai langka terutama kemasan 1 liter. Menurut Ny. Mamah Maryamah, seorang warga Bekasi Barat. Beliau pun mengatakan, minyak goreng murah Rp.14.000/liter seperti yang dijanjikan pemerintah sangat dinantikan. Apalagi bagi pedagang kecil seperti tukang gorengan, makanan keliling, dan lain sebagainya.” Pendapat yang sama juga disampaikan Ny. Ida yang mengaku sedari pagi mutar-mutar mencari minyak goreng, tapi tidak ada. Kalaupun ada harganya masih mahal. Minyak goreng murah yang disebut-sebut Rp. 14.000 per liter belum ada di pasaran. Bahkan stok di warung-warung dan mini market habis. Pedagang mengaku belum mendapat pasokan minyak goreng dari agen yang biasa mengirim. (BisnisNews,id, 30/01/2022)
Dilansir pula dari BisnisNews,id, Ketua YLKI Tulus Abadi mengkritik, Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia seharusnya harga minyak gorengnya terjangkau atau bahkan seharusnya menjadi yang termurah di dunia. Faktanya justru berbanding terbalik, harga minyak goreng melambung bahkan mulai langka di pasaran. Tulus menilai pemerintah termasuk Kementerian Perdagangan tidak bisa memahami kondisi pasar, psikologi konsumen, hingga rantai pasokan minyak goreng dalam negeri. YLKI sampai saat ini mengaku masih menerima banyak aduan dari masyarakat terkait harga minyak goreng yang masih mahal dan terbatasnya pasokan yang tersedia di sejumlah daerah, baik di pasar tradisional maupun pasar ritel modern.

Langkanya Minyak Goreng
Kelangkaan minyak goreng dalam situasi yang masih pandemi seperti saat ini tentu menambah kesengsaraan rakyat. Karena dengan langkanya minyak goreng, beberapa usaha rakyat menjadi terhambat. Padahal ada kebutuhan untuk mengisi perut yang sangat mendesak untuk segera dipenuhi. Status sebagai “raja sawit” ternyata tidak mampu membuat negeri ini mampu memenuhi kebutuhan rakyat. Inilah konsekuensi ketika penguasa menerapkan tata kelola kebutuhan pokok berlandaskan demokrasi kapitalistik. Dengan kelangkaan minyak goreng ini, beberapa pihak mensinyalir adanya penimbunan. Namun, sampai saat ini pihak kepolisian belum menemukan adanya penimbunan atau panic buying minyak goreng. “Tidak ada. Belum ada (penimbunan atau panic buying),” kata Kasatgas Pangan Polri Irjen Helmy santika. (IDXChannel, 31/1/2022)

Penimbunan di Dalam Islam
Penimbunan (al-ihtikar) di dalam Islam hukumnya haram. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Said bin al-Musayyib dari Mu’ammar bin Abdullah al-‘Adawi bahwa Nabi SAW, bersabda: “Tidaklah melakukan penimbunan kecuali orang yang berbuat kesalahan.” Larangan dalam hadits tersebut terdapat pula celaan terhadap orang yang menimbun dengan mensifati dirinya sebagai orang yang berbuat kesalahan, berdosa lagi bermaksiat. Adapun bagi para penimbun, negara menjatuhkan sanksi ta’zir. Ia akan dipaksa menjual barangnya kepada para konsumen sesuai harga pasar, bukan harga yang dipatok oleh pemerintah. Karena di dalam Islam pematokan harga hukumnya haram, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas yang berkata:
“Harga melonjak pada masa Rasulullah SAW. Lalu mereka berkata, “Ya Rasulullah, andai saja Anda memamtok harga.” Beliau bersabda, “Sungguh Allah-lah yang Menciptakan, yang Menggenggam, yang Melapangkan, yang Memberi Rezeki dan yang Menetapkan Harga. Aku sungguh berharap menjumpai Allah dan tidak ada seorang pun yang menuntutku dengan kezaliman yang aku lakukan kepada dia dalam hal darah dan tidak pula harta.” (HR. Ahmad)
Hadis ini menunjukkan bahwa pematokan harga merupakan kezaliman. Jika penguasa melakukan pematokan harga maka dia sedang melakukan keharaman. Untuk itu seharusnya pemerintah menjamin tersedianya barang-barang kebutuhan masyarakat di pasaran, terutama kebutuhan pokok. Dengan begitu tidak seorang pedagang pun bisa mengendalikan harga barangnya. Pasalnya, barang itu tersedia di pasar dan dijual dengan harga pasar. Karena itu dia terpaksa menjual barang tersebut juga dengan harga pasar tersebut.
 
Cara Islam mengatasi kelangkaan barang
Seorang pemimpin negara (Khalifah) di dalam Islam, wajib menjamin dan memelihara kemaslahatan masyarakat. Jika terjadi kelangkaan barang kebutuhan masyarakat, apalagi kebutuhan pokok, maka Khalifah wajib menyediakan barang itu di pasar dengan mendatangkannya dari berbagai tempat. Dengan hal ini maka kenaikan harga bisa dicegah. Khalifah Umar bin Khaththab pada masa paceklik yang dikenal dengan tahun kekeringan dimana terjadi kelangkaan makanan dan mengakibatkan harga melonjak tinggi, tidak melakukan pematokan harga untuk makanan. Akan tetapi, Umar mengirim surat ke beberapa gubernur di berbagai wilayah kekhilafahan Islam. Dia meminta mereka mengirimkan bantuan makanan dan pakaian untuk menutupi kebutuhan masyarakat Hijaz. Di antara yang dikirimi surat adalah Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa'ad bin Abi waqqash di Irak. Surat Umar bin Khattab yang ditujukan pada Amr bin Ash berbunyi, "Bismillahirrahmanirrahim, dari hamba Allah, Umar kepada Amr bin Ash. Ba'da salam apakah engkau membiarkan saya dan penduduk Hijaz binasa, sementara penduduk Anda di sana hidup senang. Kirimkanlah bantuan!

Amr pun segera mengirim bantuan makanan dan pakaian. Semua jalur, baik darat dan laut digunakan untuk mengirim logistik. Lewat laut, dia mengirim 20 kapal yang memuat gandum dan lemak. Sementara jalur darat, disiapkan 1.000 unta yang mengangkut gandum dan ribuan helai pakaian. Sedangkan Muawiyah mengirim 3.000 unta yang membawa gandum, dan 3.000 unta lainnya untuk mengangkut pakaian. Sementara dari Kufah, datang bantuan 2.000 unta yang membawa gandum. Para pegawai kekhalifahan pun segera membagikan bahan-bahan itu ke seluruh penduduk Madinah. Setiap harinya, pemerintah menyembelih 120 binatang untuk menjamin kebutuhan pangan masyarakat. Pernah pada suatu malam, jamuan makan malam dihadiri 7.000 orang. Umar pun ikut serta dalam mempersiapkan jamuan tersebut. Dia turut mengangkat bahan makanan untuk kaum wanita dan anak-anak yang tidak hadir dalam jamuan makan itu. Mereka dikirimi gandum, kurma, dan lauk-pauk. Semua makanan tersebut sampai ke tangan mereka di mana pun berada.

Dengan terpenuhinya kebutuhan masyarakat, maka harga turun tanpa melakukan pematokan harga. Begitulah Islam menyelesaikan permasalahan kelangkaan barang, dilakukan dengan cepat dan tepat. Masyarakat pun tidak ada yang merasa terzalimi sehingga berkah turun dari langit dan bumi. Wallahu a’lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post