Oleh Zia Sholihah
(Pegiat Literasi)
Belakangan ramai tentang seorang pendakwah wanita yang ceramahnya dipotong dan beredar di media sosial, tentang KDRT yang seharusnya tidak diceritakan pada siapa pun. Karena isi ceramah tersebut, OSD diserang oleh banyak pengguna media sosial.
Sangat disayangkan, jika pada akhirnya ada pihak yang justru menyalahkan Islam karena kasus tersebut. Selain tidak faham utuh syariat, Muslim dalam sistem ini juga menghadapi pertarungan pihak yang ingin terus memojokkan syariat melalui isu HAM dan kesetaraan, serta pihak yg berusaha menjalankan syariat.
Ketua Tanfidziyah PBNU Alissa Wahid menyayangkan isi ceramah artis sekaligus penceramah Oki Setiana Dewi soal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Alissa menegaskan, KDRT tidak boleh dianggap sebagai aib yang harus ditutupi.
Pasalnya KDRT adalah bentuk kekerasan yang seharusnya diselesaikan.
"KDRT itu tidak boleh dianggap sebagai aib yang harus ditutupi. Itu sebuah kekerasan dan kekerasan itu harus diselesaikan," kata Alissa dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (5/2/2022).
Lebih lanjut Alissa menuturkan, jika korban tidak bisa menyelesaikan masalah KDRT ini sendirian.
Maka korban dianjurkan untuk meminta pertolongan kepada pihak lain. Bukan malah menutupi adanya tindak kekerasan ini.
"Ketika menyelesaikan kekerasan tidak boleh sendirian, ya dia harus meminta pertolongan pada pihak lain, jangan ditutu-tutupi. Apalagi sampai berbohong kepada pihak lain untuk melindungi si pasangan," terang Alissa.
Alissa menyadari tema ceramah yang diambil Oki Setiana Dewi ini memang tidak berfokus pada KDRT, tapi soal setia pada pasangan.
Namun menurut Alissa contoh yang diambil Oki Setiana Dewi dalam ceramahnya adalah contoh yang salah.
Karena terkesan menormalisasi KDRT demi menutupi aib pasangan.
Lalu, bagaimana Islam memandang kekerasan dalam rumah tangga?
Pandangan Islam terhadap KDRT bersumber dari Al-Qur'an, kebiasaan Nabi Muhammad (sunah), sejarah, dan fatwa ulama.
Al-Quran dan sunah dengan jelas menggambarkan hubungan antarpasangan.
Al-Qur'an mengatakan bahwa hubungan itu didasarkan pada ketentraman, cinta tanpa syarat, kelembutan, perlindungan, dukungan, kedamaian, kebaikan, kenyamanan, keadilan, dan belas kasih.
Nabi Muhammad, memberi contoh langsung tentang cita-cita hubungan pernikahan dalam kehidupan pribadinya. Tidak ada perkataan Muhammad yang lebih jelas tentang tanggung jawab suami terhadap istrinya selain tanggapannya ketika ditanya:
Beri dia makanan saat kamu mengambil makanan. Beri dia pakaian ketika kamu membeli pakaian, jangan mencaci wajahnya, dan jangan memukulinya.
Muhammad lebih lanjut menekankan pentingnya sikap baik terhadap perempuan dalam perjalanannya. Pelanggaran terhadap hak perempuan dalam perkawinan sama dengan pelanggaran perjanjian perkawinan itu dengan Tuhan.
Kekerasan terhadap seorang perempuan juga dilarang karena bertentangan dengan hukum Islam. Khususnya tentang kehidupan dan akal, dan perintah Al-Qur'an tentang kebenaran dan perlakuan baik.
Kekerasan dalam rumah tangga dilihat dengan konsep kerugian (dharar) dalam hukum Islam.
Ini termasuk kegagalan suami untuk memberikan kewajiban keuangan (nafkah) untuk istrinya, tidak hadirnya suami dalam waktu lama, ketidakmampuan suami untuk memenuhi kebutuhan seksual istrinya, atau perlakuan sewenang-wenang anggota keluarga terhadap istri.
Lebih dari itu, dalam agama Islam, pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan suci. Untuk itu, menikah tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang dan selayaknya dapat dijaga hingga maut memisahkan.
Islam memandang pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan suci. Untuk itu, menikah tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang dan selayaknya dapat dijaga hingga maut memisahkan.
Pernikahan sejatinya bukan hanya menyatukan dua insan untuk membangun biduk rumah tangga saja. Ada beberapa tujuan pernikahan yang seharusnya dipahami oleh umat Muslim. Berdasarkan Al-Qur'an dan hadis Nabi, inilah tujuan menikah dalam Islam.
1. Menjalankan perintah Allah
Tujuan menikah dalam Islam yang utama ialah untuk menjalankan perintah Allah. Dalam Al-Qur'an surat An-Nuur ayat 32, Allah memerintahkan hamba-Nya agar menikah dan tak mengkhawatirkan soal rezeki sebab Allah akan mencukupkannya.
وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32)
2. Menyempurnakan separuh agama
Salah satu keutamaan menikah adalah untuk menyempurnakan separuh agama. Mengapa demikian? Para ulama menjelaskan bahwa yang umumnya merusak agama seseorang adalah kemaluan dan perutnya. Nikah berarti membentengi diri dari salah satunya, yaitu zina dengan kemaluan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي
"Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi)
3. Melaksanakan sunah Rasul
Tujuan menikah dalam Islam adalah untuk menjauhkan diri dari zina. Selain itu, menikah merupakan perintah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah. Dengan menikah, artinya kita telah melaksanakan salah satu sunnah Rasul. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata Rasulullah bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِيْ فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ” رواه ابن ماجه
"Menikah itu termasuk dari sunnahku, siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku. Menikahlah, karena sungguh aku membanggakan kalian atas umat-umat yang lainnya, siapa yang mempunyai kekayaan, maka menikahlah, dan siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sungguh puasa itu tameng baginya.” (HR. Ibnu Majah)
4. Meningkatkan ibadah kepada Allah
Rumah tangga adalah 'ladang' yang subur untuk kita beribadah dan beramal saleh. Bahkan, berhubungan suami istri termasuk ibadah (sedekah) yang bernilai pahala. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
…وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ.
“… Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan istrinya adalah sedekah!” (Mendengar sabda Rasulullah, para sahabat keheranan) lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kita melampiaskan syahwatnya terhadap istrinya akan mendapat pahala?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah ia berdosa? Begitu pula jika ia bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), dia akan memperoleh pahala’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Membentengi diri dan menundukkan pandangan
Pernikahan merupakan ibadah yang bertujuan untuk menjaga kehormatan diri dan terhindar dari hal-hal yang dilarang agama. Menikah juga dapat membuat kita lebih mudah untuk menundukkan pandangan sehingga lebih mudah terhindar dari zina.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya)
6. Mendapatkan ketenangan hati
Menikah akan membuat seseorang lebih merasakan ketenangan hati dan ketenteraman jiwa. Hal tersebut tertuang dalam firman Allah Ta’ala dalam Alquran surat Ar-Ruum ayat 21.
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.” (QS. Ar-Ruum: 21)
7. Memiliki keturunan yang saleh
Selain diperintahkan oleh Allah, menikah juga bertujuan untuk memperoleh keturunan yang saleh. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 72 berikut ini:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
"Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl: 72)
Begitulah, jelas bukan bagaimana Islam menjaga harkat dan martabat seorang perempuan, bahkan dalam rumah tangganya. Jika kekerasan dalam rumah tangga sudah melewati batas, maka tentu saja korban boleh melapor agar mendapatkan perlindungan, untuk menyelamatkan agama dan jiwanya. Itu kenapa Islam harus tegak di tengah masyarakat.
Wallahu a'lam bishawwab
Post a Comment