Oleh Emmy Emmalya
Krisis multidimensi terus mendera mulai dari ujian pandemi, krisis ekonomi, lost generation hingga bencana alam seakan-akan selalu menemani hidup keseharian rakyat Indonesia.
Mirisnya di tengah musibah yang menimpa bertubi-tubi, keluar sebuah keputusan yang tak berempati pada nasib rakyat. Seakan-akan kita diingatkan oleh sebuah ayat dalam Al Qur'an yang menyatakan :
اَÙ…ْ ØَسِبْتُÙ…ْ اَÙ†ْ تَدْØ®ُÙ„ُوا الْجَـنَّØ©َ Ùˆَ Ù„َÙ…َّا ÙŠَØ£ْتِÙƒُÙ…ْ Ù…َّØ«َÙ„ُ الَّØ°ِÙŠْÙ†َ Ø®َÙ„َÙˆْا Ù…ِÙ†ْ Ù‚َبْÙ„ِÙƒُÙ…ْ ۗ Ù…َسَّتْÙ‡ُÙ…ُ الْبَØ£ْسَآØ¡ُ Ùˆَا لضَّرَّآØ¡ُ ÙˆَزُÙ„ْزِÙ„ُÙˆْا ØَتّٰÙ‰ ÙŠَÙ‚ُÙˆْÙ„َ الرَّسُÙˆْÙ„ُ Ùˆَا Ù„َّØ°ِÙŠْÙ†َ اٰÙ…َÙ†ُÙˆْا Ù…َعَÙ‡ٗ Ù…َتٰÙ‰ Ù†َصْرُ اللّٰÙ‡ِ ۗ اَ Ù„َاۤ اِÙ†َّ Ù†َصْرَ اللّٰÙ‡ِ Ù‚َرِÙŠْبٌ
"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat."
(QS. al-Baqarah [2]: 214)
Tapi haruskah kita pasrah tanpa ada ikhtiar untuk melakukan amar ma'ruf nahi mungkar?
Seperti fakta yang tengah dihadapi oleh rakyat Indonesia saat ini. Ketika muncul keputusan akan pindahnya ibu kota negara yang terkesan terburu-buru di tengah kondisi rakyat Indonesia berada dalam jurang kesengsaraan dan kenestapaan.
Pasca disahkan oleh DPR RI beberapa waktu lalu dalam sidang paripurna, akhirnya IKN telah memiliki legitimasi legislasi. Ini sebenarnya sebuah modus operandi project yang penuh dengan dugaan hidden agenda atas nama kepentingan rakyat.
Tampaknya ini akan berpotensi menambah daftar praktik "The Regulatory Capture, Politic Corruption dan Constitusional Dictactorship" yang lahir dari perselingkuhan oligarki politik dan ekonomi atau sering dikenal sebagai Peng Peng.
Padahal sudah banyak kajian atas project yang menyerap APBN ini sebagai project berpotensi gagal dan berbahaya tetapi proyek ini akan tetap dilaksanakan dengan segala konsekuensinya.
Lalu seberapa penting dan mendesakkah, sehingga Indonesia harus pindah ibu kota? meskipun menurut para penggagasnya dikatakan penting dan mendesak karena Jakarta rawan macet dan banjir, apakah benar seperti itu?
Padahal fakta di'lapangan tidak menunjukkan demikian. Dilansir dari Kompas.com, (19/1/ 2021),Provinsi DKI Jakarta keluar dari daftar 10 kota termacet di dunia versi lembaga TomTom Traffic Index.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari situs tersebut DKI Jakarta kini berada di posisi ke-31 dari 416 kota yang tersebar di 57 negara. Ini berarti Jakarta sudah menuju perbaikan sehingga tidak lagi bisa dikatakan Jakarta rawan macet.
Dari satu data saja, bisa dikatakan kalau Jakarta itu masih layak dijadikan sebagai pusat ibu kota negara apalagi jika dilihat dari nilai historisnya. Banyak latar belakang sejarah yang terukir di Jakarta seperti pembebasan Jakarta oleh Fatahillah dan sejarah umat Islam lainnya.
Jadi sebetulnya pindah ibu kota negara itu bukan berdasarkan karena negara terancam sehingga harus segera pindah. Apalagi jika dibandingkan dengan daerah yang akan dituju nanti yaitu wilayah Paser Kalimatan Timur yang ternyata bukan area tanah kosong tapi dia merupakan lahan yang dipenuhi oleh ratusan perusahaan batubara, kepala sawit, ratusan industri dan PLN yang berbahan dasar batubara, maka pasti disitu akan ada konsesi.
Dari sini saja sudah bisa terbaca untuk siapa pindah ibu kota? yang jelas bukan untuk rakyat. Karena rakyat saat ini tidak membutuhkan ibu kota baru. Tetapi butuh pemenuhan kebutuhan dasar dipenuhi dengan baik oleh negara dan pandemi bisa segera ditangani oleh negara. Sehingga rakyat bisa hidup tenang dan sejahtera.
Oleh karena itu pindah ibu kota bukanlah suatu yang harus dilakukan terburu-buru. Ada banyak hal yang harus penuhi secara mendesak oleh negara seperti perbaikan kualitas sistem pendidikan karena terdampak pandemi sehingga berpeluang "lost generation".
Begitupula pemulihan ekonomi rakyat yang harus segera dipulihkan karena masih jauh dari kata hidup layak. Inilah yang seharusnya dijadikan fokus utama oleh negara. Bukan mengebut untuk segera pindah ibu kota negara.
Maka perlu ditinjau ulang kebijakan pemerintah yang menginginkan pindah ibu kota negara ditengah krisis multidimensi yang dihadapi rakyat Indonesia saat ini. Sudah tepatkah atau justru memicu terjadinya masalah baru?
Wallahu a'lam bishawwab
Post a Comment