(pemerhati sosial)
Pemerintah menetapkan Kartu peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi syarat untuk pembuatan SIM seperti tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menjelaskan aturan tersebut mengamanatkan 30 kementerian/lembaga, termasuk gubernur, bupati, dan wali kota untuk dapat mengoptimalkan pelaksanaan program JKN-KIS, sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing
"Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen memastikan seluruh lapisan masyarakat terlindungi jaminan kesehatan. Oleh sebab itu, pemerintah menginstruksikan 30 kementerian/lembaga tersebut untuk mensyaratkan JKN-KIS dalam berbagai keperluan. Sekali lagi, bukan untuk mempersulit, melainkan untuk memberikan kepastian perlindungan jaminan kesehatan bagi masyarakat," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (22/2/2022)
Selain itu, Ghufron mengatakan para pensiunan ASN/TNI/POLRI secara otomatis sudah menjadi peserta JKN-KIS. Dia berharap di tahun 2024 sebanyak 98 persen masyarakat Indonesia bisa terlindungi JKN-KIS, sebagaimana Target Rencana Pembangunan Menengah Jangka Panjang (RPJMN).
Dia mengungkapkan, pihaknya terus berupaya meningkatkan layanan kepada peserta JKN-KIS. Di antaranya dengan menghadirkan kanal layanan digital, seperti Mobile JKN, CHIKA, BPJS Kesehatan Care Center 165, PANDAWA hingga melalui media sosial resmi BPJS Kesehatan. Hal ini dinilainya dapat mempermudah proses pendaftaran peserta, perubahan data, pembayaran iuran, dan pelayanan informasi serta pengaduan.
Ghufron menyebut kebersamaan menjadi kunci sukses berjalannya program. Sebab menurutnya program JKN-KIS adalah program bersama, bukan hanya untuk kelompok masyarakat tertentu saja Oleh karena itu, lanjut dia, dibutuhkan partisipasi dari semua pihak agar program ini bisa berjalan secara berkelanjutan.
"Sudah banyak regulasi yang menegaskan bahwa setiap penduduk Indonesia wajib menjadi peserta Program JKN-KIS, mulai dari UU SJSN Tahun 2004, UU BPJS Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013, Perpres Nomor 82 Tahun 2018 dan perubahan keduanya yaitu Perpres Nomor 64 Tahun 2020, Inpres Nomor 8 Tahun 2017, hingga Inpres Nomor 1 Tahun 2022," tukasnya.
Alih-alih untuk kesempurnaan pelayanan, yang ada justru rakyat "dipalak" dengan elegan dan tersistematis dengan kebijakan yang terkait dengan BPJS sebagai bukti dalam pasal 7 UU No. 24 tahun 2011. Menjadikan posisi BPJS kesehatan sebagai badan hukum publik. Efeknya, menjadi nasabah BPJS adalah syarat bagi rakyat jika ingin mendapat layanan kesehatan.
Tingkat pelayanan yang diberikan tergantung pada pembayaran premi, sedangkan dalam UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS pasal 14 dikatakan bahwa "setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah bekerja di Indonesia selama minimal 6 bulan, wajib menjadi anggota BPJS. Ketentuan ini adalah, jika peserta BPJS terlambat membayar premi, maka akan disanksi. Sanksi yang didapatkan yaitu membayar denda 2,5% dari biaya rawat inap, pelayanan kesehatan dikali dengan lamanya tunggakan perbulannya bagi peserta BPJS yang mendapat rawat inap selama 45 hari sejak status BPJS nya aktif kembali.
Penunggak iuran BPJS juga dikenai sanksi dalam pelayanan publik lain, seperti saat mengurus SIM dan surat izin lainnya. Penunggakan iuran BPJS juga dipersulit saat hendak mengurus urusan yang lain. Tentu saja hal ini sangat mempersulit rakyat. Belum lagi ketetapan kenaikan iuran BPJS beberapa waktu lalu yang disinyalir adanya defisit cash BPJS.
Fakta terjadinya korupsi juga mewarnai lembaga swasta ini. Beberapa contoh diantara lain di RSUD Lembang kabupaten Bandung Barat, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandono tertangkap tangan oleh KPK, karena korupsi dana kapitasi untuk Puskesmas di kabupaten Jombang. Bupati Ojang Suhandi divonis pengadilan Tipikor Bandung karena korupsi dana BPJS kesehatan di kabupaten Subang.
Ketetapan Inpres No. 1 tahun 2022 yang mewajibkan memiliki BPJS untuk mengurus keperluan tertentu, sekalipun itu tidak berhubungan dengan kesehatan. Jelas rakyat semakin terbebani dengan kewajiban asuransi ini.
Beginilah wajah-wajah asli sistem kapitalisme sekularisme yang mengedepankan asas manfaat dengan atas nama negara, mereka berkolaborasi dalam memanfaatkan semua kebutuhan rakyat dengan dalih "administrasi".
Alhasil, masyarakat semakin sulit dalam kepengurusan surat-surat penting, bukannya memberikan kemudahan tetapi semakin mempersulit masyarakat sehingga apa saja yang akan diurus masyarakat akan mengeluarkan tenaga, fikiran bahkan dana pun akan dikeluarkan agar apapun yang diurus segera tercapai, miris sekali.
Dalam sistem Islam tidak ada asas manfaat yang dilakukan oleh pengurus karena mereka tahu bahwa ini adalah sebuah kewajiban dalam meri'ayah masyarakat dengan tulus tanpa adanya keuntungan yang didapat. Tidak seperti dengan pelayanan saat ini yang selalu mengutamakan asas untung dan rugi.
Nabi Saw bersabda;
"Siapa saja yang menyempitkan (urusan orang lain), niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak pada hari kiamat" (HR.al-Bukhori)
Didalam sistem Islam, tidak ada syarat dan prasyarat yang harus dibuat ketika masyarakat akan mengurus surat-surat seperti yang telah dilakukan penguasa saat ini, semua yang akan dibuat harus dengan syarat seperti ketika masyarakat akan membuat SIM, STNK, naik haji bahkan untuk jual beli tanah pun diwajibkan memiliki kartu BPJS sehingga dengan adanya syarat seperti ini membuat masyarakat lebih sulit lagi apalagi dengan masyarakat awam yang kurang mengetahui tentang kepengurusan seperti ini.
Jika didalam Khilafah, untuk mengurus keperluan diatas dan pelayanan umum lainnya, Khilafah wajib memberikan layanan tersebut secara Ihsan (kebaikan dan kesempurnaan). Dalam kitab Ajhizah, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dijelaskan bahwa pelayanan masyarakat harus memenuhi tiga hal yaitu:
1. Kesederhanaan aturan, Khilafah mengatur dalam sistem pengurusan tidak boleh rumit tetapi dengan kemudahan sehingga masyarakat tidak dibuat pusing oleh kepengurusan.
2. Kecepatan pelayanan transaksi, Khilafah menganjurkan kepada pengatur urusan agar segala yang diatur harus dengan proses yang lebih cepat, sehingga masyarakat dapat segera memenuhi hajatnya.
3. Pekerjaan ditangani orang yang mampu dan professional. Orang-orang didalamnya adalah orang-orang yang berkompeten dalam pengurusan tersebut, sehingga tidak ada lagi kesalahan yang terdapat dalam kepengurusan.
Adapun dalam pemenuhan kesehatan. Dalam Khilafah, kesehatan merupakan salah satu jenis kebutuhan dasar publik, selain pendidikan dan keamanan.
Segala yang dibutuhkan oleh masyarakat seperti tenaga medis, alat-alat medis, obat-obatan, serta pelayanan dan semua yang terkait dengannya telah dipersiapkan secara lengkap dan berkualitas.
Semua yang diberikan kepada masyarakat adalah gratis karena ini merupakan hak masyarakat untuk dinikmati tanpa ada pungutan biaya sepersenpun karena dana yang terpakai merupakan hasil SDA yang dikelola kemudian diperuntukkan kepada masyarakat dengan pengawasan Khilafah secara langsung.
Beginilah tata kelola pelayanan masyarakat oleh Khilafah yang selalu memudahkan masyarakat dalam kepengurusan apapun itu karena yang dilakukan adalah sebuah amanah yang datang dari Allah SWT yang kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapanNya pada hari pembalasan. Wallahu a'lam
Post a Comment