Oleh Khaulah
Dunia telah terbalik! Bagaimana tidak, saat negeri mengalami kerusakan dalam berbagai aspek, terancam dari berbagai sudut akibat diterapkannya sistem buatan manusia. Radikalisme dan terorisme selalu menjadi fokus utama pemerintah. Seolah keduanya yang menjadikan negeri ini terjebak dalam bejibunnya masalah.
Dunia betul-betul telah terbalik. Bagaimana tidak, saat penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negeri ini berada di ujung tanduk, radikalisme dan terorisme seolah menjadi dalangnya. Sorot mata penguasa, fokus dan tajam terarah padanya. Bahkan parahnya, radikalisme dan terorisme selalu dikaitkan dengan Islam. Ya, ciri keduanya dilekatkan pada pribadi seorang Muslim.
Baru-baru ini, saat proyek IKN mendapat sorotan dari berbagai pihak, saat korupsi menjerat berbagai jajaran termasuk kerabat dekat penguasa, muncul (lagi) isu radikalisme dan tuduhan terhadap ratusan pondok pesantren terkait terorisme. Wacana bahwa akan dilakukannya pemetaan terhadap masjid-masjid pun berembus.
Adalah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar yang mengatakan masih menemukan adanya pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan teroris. Jumlahnya mencapai ratusan pondok pesantren di berbagai wilayah (nasional.tempo.co, 25/1/ 2022).
Dari situ, Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri, Brigjen Umar Effendi kemudian mengaku bakal melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid untuk mencegah penyebaran paham terorisme. Dia menegaskan ada masjid yang cenderung keras, yang sering menjadi tempat penyebaran paham radikal (www.harianaceh.co.id, 26/1/2022).
Berdasarkan isu dan rencana pemerintah ini, Sekretaris Jenderal Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), KH. Akhmad Alim menekankan tidak perlu lagi ada narasi yang terkesan mencurigai eksistensi pesantren. Apalagi, menyeret nama pesantren seolah terindikasi virus radikal atau teroris. Karena, tak ada satu pun pesantren yang mengajarkan radikalisme. Tegasnya, bila narasi tersebut terus berlanjut, hal itu sama dengan menegasikan peran pesantren yang telah berjasa besar untuk kemerdekaan dan persatuan negeri.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan pun turut berkomentar. Beliau mempertanyakan informasi yang disampaikan kepala BNPT tersebut, khususnya tentang dugaan adanya ratusan ponpes yang terafiliasi dengan terorisme. Beliau juga turut mengajak semua pihak agar menghentikan narasi menyudutkan kelompok tertentu.
Begitulah kondisi hari ini. Seumpama melihat warna di malam kelam, pemerintah seolah tak tahu mana yang menjadi akar dari setiap persoalan yang menghampiri negeri ini. Sudahlah begitu, mulai mengkambinghitamkan sesuatu. Ya, sadar tidak sadar, perihal radikalisme dan terorisme sudah dihadirkan jauh-jauh hari, seolah menjadi akar masalah sehingga harus diberangus.
Apabila kita menelisik, radikalisme dan terorisme yang selalu dilekatkan pada pribadi kaum Muslim benar-benar menampakkan wajah islamofobia yang ada di hati musuh-musuh Islam. Bagaimana tidak, mereka jelas-jelas telah menunjukkan sikap anti mereka terhadap Islam dan ketakutan teramat sangat akan ajaran Islam dan kaum Muslim. Hal ini berbuntut pada tindakan diskriminatif terhadap Islam dan kaum Muslim.
Lebih lanjut, ini tentu saja tidak adil bagi kaum Muslim. Mereka akhirnya dipandang sebelah mata, dipandang bak musuh negara, musuh rakyat agama lain, musuh bersama. Bukankah akan menimbulkan perpecahan? Mungkin mereka akan kembali berbusa bahwa perpecahan yang terjadi ialah karena radikalisme dan terorisme yang berawal dari Islam itu sendiri.
Apabila kita mengeja dengan jelas kondisi ini, akan tampak bahwa jualan basi radikalisme dan terorisme dijajakan pemerintah untuk menutup segala kebobrokan yang ada akibat diterapkannya sistem kapitalisme, sistem buatan tangan manusia. Mereka menjadikan hadirnya radikalisme dan terorisme untuk membungkam semangat juang yang menyerukan kembalinya Islam.
Oleh karena itu, sebagai Muslim, sebagai penerus peradaban gemilang, sebagai keturunan para pahlawan harusnya kita jeli dalam melihat peristiwa. Mana gorengan para musuh Islam dan mana yang betul-betul fakta? Mana yang menjadi akar masalah serta mana yang bukan?
Sebagai Muslim, kita harusnya dengan bijak mendudukkan perkara. Mana yang menjadi akar persoalan di negeri ini, apakah radikalisme dan terorisme ataukah akibat penerapan kapitalisme? Karena dengan begitu, tindakan kita akan terarah. Fokus kita akan mengerucut pada satu perkara, ialah ikut andil memperjuangkan tegaknya syariat Islam secara kafah.
Sebetulnya, apabila kita menilik lebih jauh, radikalisme dan terorisme adalah agenda global, lahir dari war on terrorism_yang digencarkan musuh-musuh Islam. Mereka berjuang hendak memadamkan cahaya agama Allah, padahal Allah sekali-kali tak membiarkannya. Maka sudah sepatutnya kita bertanya kepada pemimpin kita, akankah mereka turut andil menjadi kawan bagi musuh-musuh Islam dalam memadamkan agama-Nya?
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment