Oleh Noor Laila, S.Pd.
(Guru SMA N 1 Karang Bintang)
Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri terbaru memberlakukan panduan penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas yang berlaku mulai Januari 2022. Kebijakan pemerintah kali ini berbeda dengan tahun 2021 yang lalu. Karena tidak ada lagi opsi bagi orang tua atau wali melarang anaknya masuk sekolah untuk pembelajaran tatap muka dengan alasan pandemi Covid-19.
Keputusan pemerintah ini diambil karena melihat perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia yang semakin membaik hingga akhir 2021. Selain itu, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau sekolah online di Indonesia terbukti tidak terlalu efektif. Banyak anak ketinggalan pelajaran karena faktor gadget dan kuota, kurangnya pengawasan orang tua yang menyebabkan anak terjebak pada permainan game online. Bahkan munculnya dampak negatif seperti kekerasan dalam rumah tangga karena anak tidak cepat paham materi yang diberikan sehingga memicu emosi orang tua. Angka putus sekolah semakin naik, dan pernikahan dini yang terjadi pada anak didik pun kian menjamur.
Berdasarkan kebijakan pemerintah terbaru tentang pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas yang kembali mewajibkan peserta didik masuk sekolah 100% tentunya mengubah tiga ratus enam puluh derajat pola pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Semua tingkatan kelas dan mata pelajaran.
Selama hampir dua tahun pihak sekolah, guru dan peserta didik sudah terbiasa dengan pola Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang identik dengan kegiatan pembelajaran yang fleksibel. Hal ini menyebabkan sebagian peserta didik terlena dengan pembelajaran daring yang sangat praktis dengan penggunaan HP android atau gadget.
Pembelajaran online juga menyebabkan peserta didik terbiasa bergantung pada Google ataupun otak Brainly. Pemilihan kegiatan pembelajaran daring yang kurang tepat juga mengakibatkan peserta didik terbiasa malas untuk bergerak. Baik bergerak secara fisik maupun yang lebih parah mereka juga malas menggerakkan atau mengaktifkan otak mereka sekadar untuk mengerjakan soal-soal latihan yang sederhana.
Pembelajaran online faktanya telah menyebarkan sindrom mager (sindrom malas gerak) dalam dunia pendidikan pada semua jenjang sekolah. Baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Sindrom mager tidak hanya terjadi pada kemalasan fisik, kemampuan berpikir, tetapi juga terjadi pada kemampuan sosial.
Para peserta didik era pandemi cenderung bersikap cuek, tidak empati, kurang toleransi, kurang peduli dan bahkan memiliki etika rendah terhadap orang yang lebih tua maupun sesama teman sebayanya. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) benar-benar telah mengubah pola pikir peserta didik. Mereka berasumsi bahwa peran guru dapat digantikan oleh kecanggihan teknologi. Peserta didik merasa bahwa keberhasilan sekolah tidak lagi ditentukan oleh bimbingan dari para guru. Melainkan seberapa hebat mereka mencari jawaban-jawaban soal latihan maupun ulangan dari aplikasi yang tersedia di dunia maya.
Akibat dari pola pikir yang seperti itu menyebabkan kurangnya etika peserta didik terhadap guru. Mereka cenderung meremehkan fungsi dari guru dalam pembelajaran.
Berdasarkan fakta yang ada tentunya kita sebagai pendidik menghadapi tantangan baru untuk pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas pada tahun 2022 ini. Tantangan yang berat bagi para pendidik bukan datang dari segi kesehatan peserta didik. Tetapi justru datang dari usaha keras untuk memulihkan kembali motivasi belajar peserta didik agar terbebas dari sindrom mager yang selama masa pandemi ini menggerogoti anak-anak.
Terbukti setelah pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas yang berlangsung kurang lebih tiga pekan, masih banyak peserta didik yang tidak hadir ke sekolah dengan berbagai alasan. Terutama peserta didik yang berasal dari keluarga berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah. Mereka masih banyak yang terlena dengan kesibukan memenuhi kebutuhan keluarga dengan bekerja.
Selain itu, masih banyak peserta didik yang malas untuk sekolah karena beranggapan pembelajaran tatap muka pasti penuh dengan tugas-tugas yang harus langsung diselesaikan di sekolah bersama guru.
Pada masa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas pada tahun 2022 ini perlu adanya strategi pembelajaran yang mampu memulihkan kembali motivasi belajar peserta didik pasca sindrom mager yang mewabah pada seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan. Para pendidik tidak hanya sekadar menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk mencapai Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK). Tetapi juga harus menyusun langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang membuat peserta didik tertarik kembali untuk mengikuti pembelajaran tatap muka.
Sebaiknya walaupun Pembelajaran Tatap Muka (PTM) telah kembali dilaksanakan, kita sebagai pendidik tetap harus menggunakan fasilitas seperti google classroom, google form, link youtube, quizizz, dan aplikasi lainnya agar peserta didik tetap semangat untuk mengikuti materi pembelajaran. Misalnya, aplikasi google form bisa tetap kita gunakan untuk media pemberian tugas-tugas, kemudian aplikasi quizizz masih bisa kita gunakan pada saat ulangan harian maupun game soal-soal ketika di kelas.
Selanjutnya, untuk masalah sindrom mager pada kemampuan sosial sebaiknya kita harus melakukan kerjasama dengan guru Bimbingan Konseling (BK), wali kelas, dan juga tentunya melibatkan para orang tua ataupun wali untuk melakukan pendekatan dari hati kehati terhadap anak.
Para pendidik juga harus tetap semangat untuk menyuarakan penguatan tentang pendidikan karakter dan penanaman sopan santun dalam lingkungan sekolah. Selain itu, para pendidik juga bisa membuat kegiatan-kegiatan pembelajaran yang melibatkan kerjasama antara teman sekelas, kerjasama dengan pihak-pihak sekolah, maupun kerjasama dengan lingkungan masyarakat.
Sehingga akan merangsang tumbuhnya sikap empati dan kerja sama diantara mereka.
Pendidik bisa memberikan tugas-tugas kelompok ataupun mencari informasi dari narasumber langsung di lingkungan masyarakat. Seperti Kepala Desa, tenaga kesehatan dari puskesmas dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan untuk membasmi sindrom mager belajar agar lenyap dari jiwa dan raga para peserta didik. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan membuat para peserta didik kembali menggerakkan fisiknya, otaknya untuk berpikir dan kemampuannya untuk bersosial.
Keberhasilan pemulihan motivasi belajar peserta didik merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua/wali, guru, sekolah, masyarakat, instansi pemerintah yang berkaitan dengan pendidikan dan tentunya dukungan dari pemerintah pusat secara keseluruhan.
Maka sudah seharusnya semua elemen berkolaborasi untuk membasmi sindrom mager yang telah menjangkiti para peserta didik. Bergerak dengan hati sehingga kualitas pendidikan negeri ini bisa pulih kembali.
Post a Comment