Oleh: Is'ad Khalda Bara'ah DM
Aktivis Dakwah
Pemerintah
berencana menaikkan tarif listrik bersama dengan Badan Anggaran DPR RI untuk menerapkan
kembali tarif adjustment (tarif penyesuaian) bagi 13 golongan pelanggan lisrik
PT PLN (Persero) non-subsidi pada 2022 mendatang. Di antaranya pelanggan rumah
tegangan rendah dengan daya 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 s/d 5.500 VA, 6.600 VA,
pelanggan bisnis dengan daya 6,600 s/d 200 Kva, pelanggan pemerintah dengan
daya 6.600 s/d 200 kVA dan penerangan jalanan umum dipatok tarif 1.444,70 per
kWh.
Sedangkan
pelanggan rumah tangga mampu (RTM) dengan daya 900 VA dipatok tarif 1.352 per
kWh. Untuk pelanggan tegangan menengah seperti pelanggan bisnis daya >200
Kva, pelanggan industri >200 Kva, pelanggan pemerintah dengan daya >200
kVA dipatok tarif 1.114,74 per Kwh. Dan untuk pelanggan khusus tarifnya dipatok
1.6444,52 per kWh. Sedangkan untuk pelanggan industri dengan daya >30.000
kVA dipatok dengan tarif 996,74 per kWh (cnbcindonesia, 29 November 2021).
Menanggapi
hal tersebut pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus
Suyanto mengatakan, rencana mengenai tarif adjustment ini memang sudah
lama didengungkan. “Adjustment atau penyesuaian tarif ini biasanya
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kurs dollar, inflasi dan juga harga minyak
dunia.” Penyesuaian tarif menurut Agus, menjadi hal yang wajar dan dapat
diterima ketika dibarengi dengan layanan yang ditingkatkan oleh penyedia
layanan dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara (PLN). (Tribunnews, Jum’at
3/12/2021).
Masyarakat
harus mengeluarkan sejumlah bayaran yang terus meningkat setiap tahunnya. Meski
pemerintah menerapkan listrik bersubsidi, tetapi setiap tahun jumlah subsidi
terus berkurang. Tarif dasar listrik (TDL) yang diproduksi PT PLN (persero)
berada dalam diskusi kenaikan untuk tahun depan. Rencana ini muncul seiring
wacana pemangkasan subsidi listrik untuk PLN sekitar 8,13 persen.
Dengan
pemangkasan subsidi ini, pemerintah akan membayar PLN untuk menutup selisih
tarif dari Rp 61,53 triliun menjadi Rp56,5 triliun pada 2022. Dampaknya, biaya
pokok penyediaan (BPP) listrik yang ditanggung PLN menjadi lebih besar. Karena
itu PLN harus menaikkan tarif listrik untuk menutupi besarnya biaya.
Dari
fakta tersebut, kembali rakyat pun mendapat imbasnya. Kenaikkan tarif listrik
makin menyulitkan kehidupan mereka. Jika tarif listrik naik, biaya operasional
produksi ikut naik dan pada akhirnya ikut memengaruhi harga produk yang
masyarakat konsumsi.
Bahkan
naiknya tarif dasar listrik ini tidak sebanding dengan kondisi ekonomi rakyat
Indonesia yang tidak stabil. Sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup dalam
kemiskinan, sulitnya mencari lapangan pekerjaan yang mengakibatkan bertambahnya
pengangguran, belum lagi tanggungan pendidikan dengan biaya yang mahal.
Penyebab dari semua ini tidak lain adalah penerapan ekonomi
kapitalistik yang bersumber dari sistem kapitalis yang diterapkan hari ini.
Sistem kapitalis menjadikan liberalisasi ekonomi kian menggurita hampir seluruh
sektor dibiarkan begitu saja tanpa suatu pengaturan yang jelas dan mampu
mensejahterakan rakyat. Penerapan aturan kapitalis ini hanya mampu
mensejahterakan segelintir orang yang memiliki kepentingan dalam kekuasaan dan
untuk mempertahankan kekuasaan hari ini. Penerapan sistem kapitalis berbeda
jauh dengan penerapan sistem Islam.
Islam
punya solusi permasalahan ini. Islam tak hanya mengatur perkara ibadah saja. Islam
mengatur segala aspek kehidupan termasuk kelistrikan. Dalam pandangan Islam, listrik
termasuk hak milik umum. Dilihat dari 2 aspek, aspek pertama listrik
digunakan sebagai bahan bakar masuk dalam kategori “api” yang merupakan milik
umum. Termasuk dalam kategori api adalah berbagai sarana dan prasarana
penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangun, dan
sebagainya.
Aspek
kedua, sumber energi pembangkit listrik baik oleh PT PLN maupun swasta.
Sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar seperti migas
dan batubara yang juga milik umum.[]
Post a Comment