Mengurai Problematika Afghanistan dalam Belenggu Sistem Parsial



Oleh: Fithri Arini S. Pd 

(Aktivis Muslimah)


Sejak Afghanistan dikuasai oleh Taliban pada bulan Agustus 2021, permasalahan dalam negeri belum juga membaik. Nyatanya, berbagai tuntutan terus menggema di beberapa wilayahnya. Tak terkecuali terkait persoalan perempuan yang tak kunjung bisa dipecahkan. Sekitar 20 perempuan melakukan aksi menuntut pemenuhan hak-hak mereka terkait kesetaraan dan keadilan.  Menuntut janji Taliban untuk memenuhi hak-hak perempuan di bidang pendidikan, pekerjaan dan partisipasi politik. (msn.com, 18/01/22)


Aksi ini dilakukan dikarenakan fakta kehidupan yang mereka jalani yang semakin hari semakin memburuk sejak Taliban berkuasa kembali. Sekolah-sekolah banyak yang ditutup. Para perempuan diminta untuk diam di rumah-rumah mereka. Hanya para pria saja yang diperbolehkan untuk sekolah. Sehingga para perempuan tidak bisa mendapatkan pendidikan yang sama dan setara dengan pria.


Kemudian dalam hal pekerjaan, mereka pun belum mendapatkannya dikarenakan ada pembatasan gerak bagi para perempuan. Misalnya pembatasan perempuan yang bepergian dengan jarak lebih dari 72 km harus ditemani oleh pria yang menjadi keluarga dekat. Sehingga mereka menganggap bahwa hal ini mengekang kebebasan mereka untuk tidak bergantung pada siapapun. Selain di bidang pendidikan dan pekerjaan, partisipasi politik pun belum dipenuhi oleh Taliban hingga saat ini. Alasannya sama, pembatasan gerak perempuan di ranah publik. (merdeka.com, 15/01/22)


Dikutip dari merdeka.com, sebenarnya ada faktor krusial yang menjadikan sektor-sektor ini tidak bisa terpenuhi, terlebih dalam bidang pekerjaan dan partisipasi politik. Jadi, sejak Afghanistan dikuasai oleh Taliban, dukungan politik AS sebagai negara adidaya telah dicabut. Berikut beberapa organisasi-organisasi international yang menjadi backingan AS yang sebelumnya memberikan berbagai bantuan terhadap Afghanistan. Hal inilah yang menjadikan Afghanistan kesulitan untuk memenuhi segala kebutuhan dalam negeri. Rakyat mulai kehilangan pekerjaan mereka dikarenakan tempat bekerja tak bisa lagi memberikan upah. Perusahaan-perusahaan mulai gulung tikar karena tak bisa memasarkan hasil produksinya. Hal ini menjadikan kemiskinan semakin meningkat, gizi buruk pada anak-anak pun tak bisa terelakkan.


Partisipasi politik bagi perempuan pun tak lagi bisa diharapkan. Faktor krisis ekonomi inilah yang menjadi pemicunya. Jangankan mengangkat pegawai-pegawai baru, para PNS yang bekerja di instansi pemerintah pun tak mendapatkan gajinya selama berbulan-bulan.


Tekanan Opini dan Penghapusan Bantuan Internasional

Problem yang terjadi di Afghanistan ini semakin memburuk dengan terus membesarnya tekanan opini Barat kepada para perempuan. Ide kesetaraan gender dan emansipasi menjadi opini yang terus digembar-gemborkan. Perempuan harus setara dengan pria. Dengan kondisi Afghanistan yang terpuruk karena krisis ekonominya menjadikan rakyat menanggung beban hidup yang tak ringan. Dan ini menjadi kesempatan besar bagi Barat untuk menggerakkan para perempuan menuntut haknya. Hak yang telah dijanjikan oleh rezim Taliban.


Ditambah dengan penghapusan bantuan international kepada Afghanistan menjadikan kehidupan rakyat semakin sengsara. Negara tidak bisa lagi memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya. Kebergantungan Afghanistan di rezim sebelumnya sangatlah besar kepada bantuan international. Sementara ketika Taliban berkuasa dan AS pun hengkang dari Afghanistan, bantuan itupun juga terhenti. Terjadilah krisis ekonomi ini dan tuntutan-tuntutan pun bermunculan dari rakyat.


Solusi Fundamental

Keruwetan yang terjadi di Afghanistan ini sebenarnya sudah bisa diprediksikan. Berkuasanya Taliban dengan mengatasnamakan penerapan Islam nyatanya hanya penerapan yang parsial saja, tidak kaffah (menyeluruh). Apa yang dijalankan oleh rezim baru ini semakin membuat banyak mata menganggap bahwa Islam bukanlah solusi atas berbagai problematika kehidupan mereka. Praktik Islam yang seperti ini justru menjadi celah untuk menekan Afghanistan agar lepas dari keterikatan pada hukum-hukum Allah. Dunia memojokkan dan rakyat pun semakin tak mau untuk diatur dengan Islam. Gejolak untuk lepas dari aturan Allah pun akan terjadi.


Menyoroti apa yang dilakukan oleh para perempuan Afghanistan, semestinya mereka tidak terprovokasi oleh opini Barat dan justru seharusnya menuntut pemberlakuan Islam secara kaffah (menyeluruh). Karena kesulitan hidup yang mereka alami saat ini pasti akan terurai dengan tegak dan diterapkannya Islam secara menyeluruh di segala aspek kehidupan dan bernegara. Tidak ada lagi pemikiran-pemikiran dan peraturan-peraturan asing yang akan mengendalikan mereka. Jadi, Islam sajalah yang akan menjadikan Afghanistan dan para perempuannya menjadi mulia dan bermartabat. Wallahu a’lam bishshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post